Eps 17:Pertarungan Memanas

Pandangan mereka saling terpaku satu sama lain mengamati setiap pergerakan yang di buat oleh anggota tubuh dan menunggu sampai salah satu dari mereka menunjukan reaksi menyerang sebagai tanda bahwa pertarungan telah di mulai.

Tidak membutuhkan waktu lebih lama, sebuah perhatian singkat terjadi berasal dari sayap milik Dewi Gabriel yang perlahan lenyap. Izaya yang sedang memperhatikannya hampir tidak menyadari keberadaan sayap tersebut, karena jarang sekali Dewi Gabriel mengepakannya.

Namun dari tindakannya membawa asumsi Izaya terkait performa jalan pertarungan mereka nantinya sekaligus menjadi satu alasan untuk memulai aksi mereka.

*Sring!*

Dalam jangka waktu kedipan mata, mereka berdua secara bersamaan menghilang tanpa memberikan kondisi sedikit pun.

*Blarrrrr...!!*

Kurang dari tiga detik mereka hadir kembali dengan menerima bentrokan kepalan tangan satu sama lain namun beban yang di berikan cukup besar sehingga tanah di sekitarnya turut berguncang, bukan hanya itu sebagian angin di sekitar mereka seolah terpotong oleh interaksi benturan yang terjadi.

Tidak ada yang terluka di antara mereka ketika pukulan tersebut mendarat ke arah yang sama, tetapi ego gila mereka memaksa untuk terus memberikan dorongan terhadap lawan dan berpikir salah satu di antaranya akan berakhir mendapati luka. Terlepas dari ambisi masing-masing itu adalah cara mereka menolak ukur batas kekuatan fisik dengan mempertahankan gaya saling menekan tanpa adanya keinginan mengalah.

Sayangnya momen tersebut tidak berlangsung lama saat Izaya secara tiba menempatkan senyuman yang mencuri pandangan Dewi Gabriel.

*Crinzz!!*

"Huh?"

Mendadak pukulan Dewi Gabriel menjadi terasa ringan untuk di hantamkan dan menyadari Izaya telah menghilang dari perhatiannya. Bahkan mata mistis yang mampu menuntun ke arah masa depan sedikit sulit menebak pergerakan Izaya.

"(Seperti dugaanku, dia melakukan pergerakan lebih dulu yang kuyakin bertujuan untuk mengejutkanku dengan kecepatannya.)"

Nyatanya Dewi Gabriel yang berpikir demikian tampak tidak terlalu mengkhawatirkan posisinya justru ia seakan telah mengetahui apa yang nantinya terjadi dan segera mengantisipasi datangnya serangan lanjutan Izaya bermodalkan mata yang mengamati masa depan.

Hal itu segera ia lakukan, sebelum pukulan yang telah kehilangan mangsa menjadi sia-sia Dewi Gabriel berinisiatif dengan cepat mengubah kekuatan fisik tersebut menjadi arus energi sihir sebagai satu-satunya langkah menangani situasi.

[ANGEL SHIELD]

Namun selisih waktu rapalan sihir Dewi Gabriel berbanding tipis dengan hadirnya serangan milik Izaya, perbedaan tersebut di rasakan melalui matanya yang memperlihatkan kemungkinan waktu kurang dari satu detik.

*DOOOOMMMMM...!!!*

Perselisihan waktu tidak berlaku lagi di saat Izaya secara singkat lebih unggul menciptakan kehancuran sebelum Dewi Gabriel benar-benar melakukan tindakannya.

Itu adalah sebuah kekuatan mutlak yang melahirkan lubang terdalam, jika memikirkan jangka waktu yang di miliki Dewi Gabriel sangat berkemungkinan ia mendekati kemustahilan untuk menghindarinya. Terlebih lagi dampak yang di timbulkan setara dengan besarnya meteor sehingga tidak ada ruang sebagai jalan keluar.

Sulit memastikan bahwa Dewi Gabriel berhasil selamat dengan kemungkinan tersebut, semua itu terjadi bagaikan kedipan mata yang berakhir hanya memperlihatkan hasil kerusakan.

Dalam tengah puing-puing kekacauan sedikit yang tertampil sebagai suatu "kondisi" tanpa ada tanda-tanda kemunculan dari Dewi Gabriel. Namun terdapat bayangan manusia di antara pasir yang menutupi pandangan, perlahan semakin lama semakin memperjelas bahwa sosok itu adalah Izaya dengan posisi membungkuk dan tangan yang terhantam ke tanah.

"Ya ampun, dasar mata merepotkan. Padahal aku seserius ini, jika kau berhasil menghindari pukulanku artinya matamu secepat diriku, benar begitu Dewi Gabriel?"

Izaya melirikan matanya ke arah belakang, sedikit keluar dari lingkup serangan ia melihat Dewi Gabriel berdiri tegak sambil memegangi tangan kanannya yang sedang beregenerasi.

"Bodoh, justru kau yang tidak memikirkan kemungkinan ini. Jangan menganggap remeh jika sudah membahas sihir, karena aku jauh lebih berpengalaman darimu."

Dewi Gabriel menatap sinis Izaya dengan perasaan kebencian.

"Sihir? Sesingkat itu? Sedikit tidak masuk akal dengan waktu kurang seperdetik, apa lagi luka yang kau terima tidak sepadan dengan pukulan yang kulancarkan. Yah itu tidak menutup fakta bahwa kau lebih unggul dariku. Perkataanmu seolah sedang menahan diri apakah kau masih membutuhkan alasan untuk tidak menyembunyikan kekuatan lain?"

Sembari bicara, Izaya mulai menegakan kembali raganya tanpa membalikan badan ke arah Dewi Gabriel.

"Ya, menyadari kau bukanlah lawan biasa yang bisa kuhadapi selalu dengan kekuatan fisik, maka aku lebih memilih mendewakan sihirku sebagai keutamaan dan sebagai alasan aku tidak ingin kau menyadarinya. Tetapi ... Jika kau menginginkan sesuatu yang mengejutkan ... Akan kuperlihatkan."

Sesaat suasana menjadi hening ketika Izaya mengira akan ada sesuatu yang terjadi dengan perkataan Dewi Gabriel. Beberapa detik berlalu dan tidak ada reaksi apapun di antara mereka, namun terdapat keganjilan yang Izaya sadari dimana percikan darah mengalir deras di atas permukaan tanah.

"He?"

Mengikuti asal muasal darah tersebut Izaya menemui dirinya telah menerima luka di bagian lengan kirinya tanpa tercipta suatu kondisi terlebih dahulu yang memungkinkan ia dapat mengetahuinya, seolah itu terjadi secara instant.

"(Leganku terpotong ya.)"

Gumam Izaya dengan reaksi serius, ia sempat merasakan adanya firasat buruk ketika memperhatikan Dewi Gabriel yang jauh lebih responsif.

[REGE--]

*Blar!*

Tak sempat Izaya meregenerasi lukanya, hal yang sama terulang kembali namun kali ini menimpa lengan bagian kanan, dan satu-satunya yang menjadi masalah bagi Izaya adalah ketidak jelasan sumber dari mana datangnya serangan tersebut.

"Hey Hey serius nih?"

Izaya tersenyum walau air keringat terpapar jelas di wajahnya.

"Sekarang siapa yang terlihat naif? Ini kesalahanmu karena membuatku berada di versi diriku yang dulu."

Dewi Gabriel tak segan menempatkan tatap dingin serta perkataan yang bertujuan meremehkan Izaya karena berhasil menciptakan keadaan buruk bagi lawannya.

"Dari kecepatanku yang berhasil kau imbangi sekarang muncul sesuatu yang sangat merepotkan, sepertinya ini akan menjadi lebih sulit melebihi dugaanku terlebih aku yang tidak memiliki keabadian sama sepertimu. Dari pengalamanku kasus serupa sering terjadi dengan mengorbankan hal yang paling berharga, tetapi dunia ini menawarkan lebih dari nyawa itu sendiri, dan aku sungguh bersyukur dengan diriku saat ini tanpa perlu khawatir kehilangan jati diriku yang dulu."

Tidak ada perasaan lain yang tercermin di setiap perkataan Izaya selain ketenangan.

"Apa yang coba kau gumamkan."

Sebaliknya hal itu mendatangkan kekesalan bagi Dewi Gabriel.

"Jika sejak awal kau tau seperti ini seharusnya kau segera membunuhku, walau sebagai musuh ... Jujur saja aku sedikit membenci wanita seperti itu."

Tanpa memutar balikan badan Izaya hanya mempertajam lirikan pandangan matanya terhadap Dewi Gabriel.

"Apa kau sudah melupakan kesepakatan kita? Jika kau terpuruk di hadapanku jangan pikir kau akan mendapatkan kematian dengan tenang."

Dewi Gabriel lebih mempertegas nada bicaranya ketika dirinya merasa sedang di permainkan.

"Hah!? Terpuruk? Jangan membuatku tertawa."

Justru Izaya menyangkal keras pernyataan dari Dewi Gabriel dengan sedikit menunjukan gelak tawa di ekspresinya dan menganggapnya sebagai lelucon.

Bertepatan luka Izaya semakin melebar sebuah respon dari tubuh menggerakan niatnya untuk bergerak menghadap kepada Dewi Gabriel yang menjaga jarak cukup dekat.

Keputusan untuk tidak memulihkan diri adalah satu-satunya pilihan yang tepat di saat Dewi Gabriel menguasai jalan pertarungan tanpa membiarkan lawan memiliki kesempatan yang hanya akan menghasilkan ke sia-siaan.

"Huh?"

Melihat tindakan Izaya semakin memperkuat kewaspadaan Dewi Gabriel untuk terus mengunci pandangannya.

"Jika kau ingin melihat bagaimana cara seorang pembunuh melakukan tugasnya maka kau akan mengerti bagaimana jalan pemikiran mereka."

Ketika Izaya kembali memperhatikan Dewi Gabriel hal yang terlintas sebagai kesan pertama setelah ke anehan yang menimpa dirinya adalah, tatapan dengan penuh hasrat membunuh dan senyuman tipis tanpa emosi.

"Pembunuh ... Pembunuh, lagi dan lagi, jangan seolah kau berada di puncak rantai kehidupan semua itu omong kosong, bagaimana pun mulai sekarang ... Kuharap kau tidak meremehkan keseriusanku."

Dewi Gabriel semakin erat menggepalkan tangan kanannya sebagai pengekspesian kekesalan melihat Izaya yang sama sekali tidak menunjukan rasa takut.

"Hee ... Menarik. Mari kita lihat."

*Swoosshhh!!*

Dengan begitu cepat Izaya mengambil tindakan dengan berlari ke arah sisi kanan Dewi Gabriel, namun pergerakan yang Izaya lakukan kali ini sedikit lebih lamban dari sebelumnya.

"(Sisi kanan ya, tapi ini berbeda dari yang kukira.)"

Tanpa bergerak Dewi Gabriel mampu dengan mudah mengetahui langkah apa yang selanjutnya Izaya lakukan maupun secepat apa masa depan terjadi, semua itu bagaikan loncatan waktu di hadapan mata mistis yang terus memantau Izaya.

Proses mata yang dapat mengamati masa depan memperlihatkan satu tingkat lebih unggul dalam penyesuaian waktu terhadap langkahan Izaya, dan sekecil apapun perbandingan waktu mereka akan sangat berpengaruh sekaligus menentukan nasib mereka berdua.

Dewi Gabriel memahami betul kecepatan Izaya tidak dapat ia remehkan dengan mudahnya terlebih kecepatan tersebut murni tanpa campur tangan sihir, begitu juga sihir yang sama sekali belum menunjukan batasan kapasitas energi, untuk seukuran manusia hal itu sangat tidak masuk akal bagi Dewi Gabriel. Walau adanya fakta tersebut ia tetap takkan membiarkan Izaya berada selevel dengan dirinya.

Mengikuti penglihatan mata, tangan kanan Dewi Gabriel turut bergerak secara singkat begitu cepat terayunkan ke arah samping.

*Blarrr!!*

Bersamaan menerima hantaman dari kehadiran kaki kanan Izaya, seolah itu bukanlah hal mengejutkan lagi. Tindakan Dewi Gabriel yang menerima serangan tersebut adalah bentuk pengelakan diri berupa pertahanan.

Gempuran tersebut terjadi tak mengenal waktu, mereka melakukan serentak secara konsisten dengan waktu yang cukup pendek.

"Percuma."

*Blar!*

Sekali lagi bercikan darah mendarahi salah satu bagian tubuh Izaya dimana ia harus kehilangan kedua kakinya dengan alasan yang sama.

Sebelum Izaya benar-benar kehilangan keseimbangan ia sempat mengeluarkan sebuah pedang panjang di tangan kiri yang tersisa. Tindakan tersebut hampir di sadari oleh Dewi Gabriel walau tanpa adanya pengucapan rapalan sihir, instingnya begitu tajam untuk mengetahui segala sesuatu di sekitarnya.

Dan benar saja dalam kondisi pandangan tertutupi oleh darah Izaya, sedikit celah memperlihatkan Dewi Gabriel yang spontan mengubah arah lirikan matanya mengarah ke tangan Izaya.

"(Sialan, rupanya bertarung dengan Dewa di dunia ini tanpa campur tangan sihir dan bermodalkan pengalaman di dunia sebelumnya sedikit menyebalkan ya.)"

Menyadari reaksi Dewi Gabriel membangkitkan perasaan antusias Izaya di saat-saat momen paling menegangkan, karena bersampingan dengan hal itu terdapat konsekuensi yang akan di dapat ketika pandangan mata tersebut telah mengetahui targetnya.

Segeranya sebelum hal yang sama terulang kembali Izaya dengan sergap mengayunkan pedang tersebut mengarah ke arah pundak Dewi Gabriel sejalan ia menahan tendangan Izaya, dan mengerahkan segenap tenaga untuk menciptakan akselerasi kecepatan yang melebihi masa depan demi melampaui kemampuan mata tersebut.

*Zhappp!!*

Pada akhirnya keberhasilan di dapatkan Izaya, ia berhasil menusuk bahu Dewi Gabriel dengan dampak yang sangat dalam.

*Blarr!*

Namun sebagai balasannya Izaya harus mengikhlaskan seluruh bagian penting tubuhnya dalam waktu bersamaan.

"Bajingan apa yang kau harapkan dengan pendang lembek seperti i-"

Perkataan Dewi Gabriel terhenti ketika mata memperlihatkan masa depan telah berubah saat ia memegangi pedang tersebut.

[EXSPLOSION]

*DOOOOOOMMMM....!!!*

Rapalan sihir Izaya ucapkan sebelum kondisi memaksanya terbaring, ia perutunkan untuk Dewi Gabriel yang secara langsung menciptakan ledakan super dahsyat yang hanya di rasakan oleh dirinya.

Radiasi yang di pancarkan setara dengan besarnya nuklir namun bila di perhatikan dari hasil dampaknya, cenderung memiliki ruang yang sempit sehingga memungkinkan kerusakan hanya mampu di rasakan oleh satu orang.

Selain itu ledakan tersebut nyaris menciptakan fenomena alam seperti gempa hingga melahirkan terpaan angin dengan skala besar.

Tak kunjung sampai di sana, semua ekosistem yang berada di luar kerajaan turut merasakan pengaruh ledakan dan membuat berbagai monster berlarian karena merasa terancam.

"Kau ... "

Di tengah kobaran api menampilkan sebagian keadaan diri Dewi Gabriel yang hangus terbakar.

"BAJINGANNNNN..!!"

Teriakan tersebut menggelora dengan kerasnya yang tertunjukan sebagai perasaan emosi, rasa kesal serta kebencian membuat energi sihirnya mengalir dengan deras dan mempengaruhi regenerasi keabadian yang di milikinya menjadi jauh lebih cepat.

Masih belum selesai, dalam satu waktu seluruh kekacauan yang menimpa Dewi Gabriel semuanya terserap dalam genggaman lalu dengan mudah menghancurkannya.

Beberapa saat kemudian sekali lagi Dewi Gabriel hadir kembali dengan tatapan kebencian dan gigi menggertak yang semakin memperjelas keganasannya.

Ketika perhatian Dewi Gabriel terpusat ke arah Izaya tanpa di sadari momen tersebut telah memberikannya waktu untuk meregenerasi tubuhnya kembali.

"Hoi-Hoi apakah kau serius menunjukan pakaianmu seperti itu? Aku hampir bisa melihat kewanitaanmu loh. Yah kesampingkan hal yang tidak kau pedulikan, sebenarnya niatku ingin menggunakan trik lain untuk memutarbalikan keadaan tanpa adanya unsur magis, namun sayangnya keadaan tidak memberiku kesempatan untuk melakukannya. Jadi maaf saja bila itu menimpa dirimu."

Walau Izaya memahami benar suasana hati yang di rasakan Dewi Gabriel saat ini, ia tetap tidak ragu untuk menampilkan kepercayaan diri yang tersirat di ekspresinya.

Di samping itu cincin Riris yang sempat menghilang hadir kembali secara instant di jari yang sama.

"Kau ... Tidak normal, bagaimana bisa seorang manusia membuat sebuah objek yang hanya berisikan energi sihir dari sesuatu yang tidak terucapkan. Pedang yang kau lancarkan, aku bisa merasakannya bahwa itu hanyalah sekedar pedang biasa, tetapi setelah aku memegangnya ... Aku menyadari itu mengandung banyak gumpalan energi sihir, sulit di percaya pedang yang tercipta tanpa rapalan hanyalah sekedar rongsokan belaka namun kau mengubah fakta tersebut dengan menanamkannya energi sihir tanpa terikat konsep(rapalan). Tapi masih masuk akal bila kau memiliki energi sihir yang setara dengan dunia sebrang, kuyakin apa yang kau lakukan sebelumnya sama seperti melepaskan energi sihir tanpa keterikatan yang begitu banyak menguras energi. Percayalah suatu saat bajingan sepertimu akan menerima hukuman dari sistem."

Dewi Gabriel mempertajam sorotan matanya terhadap Izaya dan mencoba untuk lebih meredahkan amarahnya.

"Hm, memang tidak ada yang lebih bijak dari seorang Dewa. Aku jadi ingin menahanmu, ya kau benar ... Aku mengetahui cara kerja sihir berkat bawahanku dan dari hal itu aku menyadari banyak hal beserta konsekuensinya. Mengeluarkan energi sihir dari dalam tubuh sama halnya menarik nyawa dari raga yang jelas sangat mustahil, namun apa jadinya bila nyawa sendirilah yang keluar karena menerima banyak sejumlah energi negatif. Penjelasanku mungkin bisa kau sengkal, karena perumpamaan ini hanya dari persepsi sudut pandang diriku yang dulu. Singkatnya aku memaksa energi sihirku untuk keluar dengan cara mengeluarkan banyak sejumlah energi sihir, dan itu tidak dapat di lakukan secara langsung, butuh sebuah objek dari energi sihirku sendiri agar dapat terhubung dan saling menerima, karena sifat energi sihir ... Adalah personal, tapi jujur saja aku tidak ingin melakukannya lagi kau tau, cara seperti itu sedikit merepotkan bagaimanapun jika energi sihir keluar dari tubuh tanpa adanya rapalan atau dengan cara seperti tadi, sama saja mengubahnya menjadi angin lalu. Yah kuyakin kau lebih memahaminya dari pada diriku, dan lebih dari itu tujuanku sebenarnya adalah mengetahui rahasia kekuatanmu. Yang baru saja kupahami."

Pada kalimat terakhir Izaya, mendadak ia merubah raut wajahnya, dari mata yang sedikit terbuka dengan mulut tersenyum lebar seolah memberi kesan menganggap remeh lawannya, membuat Dewi Gabriel yang sedang memperhatikannya menambahkan rasa kebenciannya.

Sekali lagi pandangan mereka saling terpaku satu sama lain dengan keadaan prima.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!