"Benar kamu memang bukan putra ku, bagaimana pun juga aku telah memberikan segalanya untuk mu. Jadi, bersikaplah seolah-olah kamu adalah anak ku!"
Vino tidak menjawab apapun pertanyaan David, ia keluar dari ruangan itu dan mencari keberadaan Zila. Di bukanya hampir semua pintu yang ada di dalam rumah itu, Vino menemukan Zila sedang berada di dalam sebuah kamar tidur bersama beberapa orang pelayan wanita yang menemaninya.
Vino mendekatinya dan menarik tangannya, membawa Zila segera pergi dari kediaman utama Orlando. Zila yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa menurut saja saat Vino membawanya keluar dari rumah itu. Perlahan pegangan tangan Vino Zila lepaskan, sehingga Vino tersadar ia telah menggenggam tangan itu begitu lama. Vino khawatir sehingga membuatnya tidak bisa membiarkan Zila sedetikpun jauh darinya.
"Apa seseorang menyakitimu di dalam?" Kata itu yang pertama kali Vino ucapkan kepada Zila.
"Tidak, tidak seorang pun menyakiti ku." Jawab Zila sambil menggelengkan kepalanya.
"Segera hubungi aku jika lain kali ada seseorang yang tidak kamu kenal datang dan meminta untuk ikut. Ada hal yang tidak kamu ketahui dan aku tidak mau kamu terlibat."
Perkataan Vino membuat Zila tersenyum getir, ia melihat laki-laki itu. Zila memang sudah merasa kalau dirinya sudah terlibat.
"Aku bahkan terlibat saat pertama kali Anda memaksa untuk menikah, bagaimana bisa sekarang Anda berkata seperti itu?"
Zila tahu Vino tidak akan menjawab pertanyaannya. Zila pun kemudian mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil. Sedangkan mobil terus berjalan membelah jalanan.
Zila dengan sejuta pertanyaan di hatinya, ia mencoba menerka-nerka setiap kejadian yang terjadi antara dirinya dengan Vino. Semua seperti kebetulan yang sempurna. Zila akhirnya terlelap di saat perjalanan pulang ke Villa. Ia terbuai indah dalam tidurnya.
Zila tidak menyadari Vino telah menggendongnya masuk ke dalam kamar. Di tidurkannya Zila dengan sangat pelan dan nyaman di atas ranjang. Ia telah mencoba untuk tidak tergoda tapi bentuk lekuk tubuh Zila yang selalu mengganggu pikirannya selama ini. Vino tidak tahan untuk tidak melakukannya sore itu.
Seperti di buai mimpi yang indah, Zila merasakan seseorang telah menyentuh dirinya, menikmatinya, hingga ia benar-benar sadar kalau itu bukanlah mimpi. Zila terbangun dan benar saja, Vino berada tepat di atasnya. Ia sebisa mungkin menolak.
"Menurutlah." Sebuah perintah yang Zila dengar dari mulut Vino membuat Zila seolah diam.
"Perjanjian kita masih berlaku kan?"
Ia membiarkan Vino melakukan dengan sesuka hatinya, hatinya menolak. Tapi, tubuhnya tidak bisa berbohong dengan semua rasa yang telah Vino berikan kepadanya sore itu.
Puas dengan semua yang telah ia lakukan kepada Zila, Vino lalu meninggalkan tubuh ramping itu di atas ranjang. Sisa nikmat masih menjalar di seluruh tubuhnya. Vino masuk ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya. Ia telah melakukannya lagi, ia tahu kalau Zila menginginkannya tapi bukan dengan dirinya, ia membayangkan seseorang yang ia cintai di masa lalu.
Kenan, nama itu masih melekat di dalam palung hati Zila. Masih tersusun rapi dalam memorinya semua kenangan dengannya. Vino, ia tahu akan hal itu. Haruskah ia jujur kepadanya tentang sebuah kebenaran? Ia takut kejujurannya justru tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Ia takut akan menjadi bodoh dan kehilangan untuk yang kedua kalinya.
Zila menghapus sisa air mata di pipinya, ia pura-pura tertidur saat melihat Vino keluar dari kamar mandi. Entahlah, ia masih berharap pernikahan dengan Vino segera berakhir atau tidak. Zila belum tahu apa yang di inginkan hatinya saat ini. Vino sepertinya sungguh-sungguh dengan perasaannya. Vino bahkan memperlakukan dirinya lebih baik dari seorang ratu.
Kenan sepertinya tidak ikhlas membiarkannya jatuh cinta dengan laki-laki lain. Bayang-bayangnya terus menghantui, harusnya itu tidak perlu terjadi bukan? Masa lalu ya sudahlah biarkan saja pergi membawa kenangan. Ada masa depan yang harus Zila jalankan sekarang. Zila masih terbelenggu dengan bayangan semu masa lalunya.
Vino mendekatinya dan menaiki ranjang, ia tertidur di sampingnya. Zila yang belum sepenuhnya tidur, ia merasakan jantungnya mulai tidak seperti biasanya. Di dekat Vino ia merasakan jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Sebelumnya ia belum pernah merasakan ini, Zila berusaha mengontrol nafasnya, ia membuang semua bayangan yang baru saja terjadi antara dirinya dengan Vino.
Semua kejadian itu seperti terekam jelas di memorinya, Zila berusaha untuk tidak mengingatnya. Semakin ia mengingat semakin terasa jantungnya berdebar-debar. Zila tidak bisa tidur dengan tenang oleh perasaannya sendiri. Sementara di sampingnya, Vino mulai tidur dengan suara nafas yang pelan teratur, Zila mendengarnya. Zila tahu Vino telah tertidur kali ini.
Zila pun mulai bernafas lega, ia mencoba memejamkan matanya. Ia harus segera tidur agar malam yang menegangkan itu segera berakhir. Pagi akan segera datang dan Zila akan terbangun dari ranjang yang besar tapi terasa sangat sempit itu.
Vino mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk berwarna biru saat keluar dari kamar mandi, pandangannya ke Zila yang sejak tadi sudah bersiap-siap untuk ke toko bunga. Zila telah rapi dengan dres selutut berlengan. Rambutnya di gerai dan ia begitu terlihat anggun saat menyiapkan baju kerja untuk Vino. Zila tidak bisa tidur nyenyak sehingga bangun terlalu pagi. Ia pun segera mandi dan bersiap-siap sebelum Vino terbangun. Ia tidak tahu kalau saat ini Vino hampir tidak berkedip saat memandangnya.
"Rambutmu terlalu cantik jika di biarkan seperti ini." Zila kaget saat tiba-tiba Vino menyentuh rambutnya lembut. Diambilnya ikat rambut di sampingnya, Zila bahkan tidak percaya kalau Vino mengikat rambutnya dan jarak antara mereka kali ini terlalu dekat. Zila bisa merasakan jantungnya seperti tadi malam saat Vino berbaring di sampingnya.
"Kamu hanya boleh membukanya saat di rumah, aku tidak ingin laki-laki lain melihat kamu secantik tadi."
Dari mana datangnya malu saat Vino mengatakan kalau Zila terlihat cantik saat mengerai rambutnya. Benarkah? Iya, Zila tersipu dengan kalimat sederhana dari Vino. Ia merasa telah di rayu, entah kenapa dia mulai suka meskipun ia tahu kalau sedang di rayu oleh Vino.
Diam, Zila tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya diam tanpa berani menatap wajah Vino yang sedang ada di hadapannya. Zila mengalihkan pandangannya saat Vino akan menggunakan pakaiannya. Zila pura-pura sibuk dengan urusannya sendiri.
Zila tidak bisa diam saja saat Vino mengikat dasinya, Zila membantunya dan perlahan wajah Vino mendekati wajah manis Zila. Tanpa menolak, Vino telah memberikan ciuman di bibir Zila lembut. Zila tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya walaupun ia hanya bisa diam dan protes. Mereka berdua tertawa suasana dengan pikiran masing-masing.
Tok .. tok.. tok.
Ketukan pintu membuat mereka sadar bahwa telah terlalu lama berpandangan. Zila kemudian melepaskan tangan Vino dan segera membuka pintu kamar. Bi Sumi berdiri di sana.
"Nyonya muda, Tuan muda telah di tunggu oleh asisten Alan di bawah."
"Em, kami akan segera turun Bi."
"Baik Nyonya." Bi Sumi kembali dengan menundukkan kepalanya kepada Zila.
"Kenapa dia datang sepagi ini?" Vino bertanya pada Zila tapi Zila tidak memberikannya jawaban. Mereka pun segera turun dan menemui Alan.
Alan terlihat sedang duduk menunggunya di ruang tamu, tatapan Vino yang seolah ingin membunuh Alan saat itu juga. Beraninya asisten sialan ini mengganggu waktu berduaannya dengan Zila. Apakah ia sudah lelah bekerja? Iya, Alan memang datang di waktu kurang tepat, kali ini ia akan benar-benar menggadaikan jas dan dasinya untuk bertahan hidup.
"Maaf Tuan, ada hal penting yang sedang terjadi di perusahaan yang harus segera Tuan tahu."
"Kita bicara di kantor." Vino melirik Zila yang ada di sampingnya.
"Baik Tuan." Alan mengerti kalau Vino tidak ingin Zila mendengar pembicaraan mereka. Pasti ini masalah kemarin saat Vino secara sepihak membawa Zila pergi dari kediaman utama Orlando.
Dengan gaya santainya Vino berdiri sambil menyesap sesekali rokok yang ada di tangannya. Ia mendengarkan beberapa berita dari Alan yang sepertinya masalah sedikit serius dari perusahaan. Vino kemudian mematikan sisa rokok yang ia pegang di masukkannya puntung rokok itu ke dalam asbak. Vino kemudian mengatur nafasnya untuk berbicara dengan Alan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments