Apa Vino begitu menyukai bunga sehingga ia dengan khusus membuat kebun bunga. Atau itu alasan Vino saat memberinya sebuah toko bunga?
Iya, Zila berpikir kalau Vino dan dirinya sama-sama jatuh cinta pada bunga. Ia mengitari kebun bunga itu dan tanpa ia sadari Vino telah melihatnya dari jendela kamar yang arahnya langsung ke tempat di mana Zila berdiri.
Tanpa berkedip Vino memperhatikan Zila yang sedang menikmati keindahan bunga-bunga yang bermekaran di sana. Setelah beberapa lama Zila di sana, ia akhirnya menyadari Vino telah melihat dirinya. Kemudian Zila pun memikirkan sesuatu yang ingin ia tanyakan kepada Vino. Zila bergegas naik ke lantai dua dan mencari sosok Vino.
Ia melihat Vino yang sedang ingin melepaskan perban untuk menggantinya. Zila pun segera mendekatinya dan membantu Vino. Dengan pelan-pelan Zila membuka dan mengganti perbannya. Zila terkejut melihat bekas luka yang sebelumnya ia pernah lihat sekilas di tangan Vino.
"Sejak kapan anda memilikinya, bekas luka ini?"
"Ah, sudah sangat lama." Vino segera menarik tangannya dan menyudahi perbannya.
"Aku akan segera ke ruang kerja ku?"
Vino seperti mencari sebuah alasan untuk menghindari kecurigaan Zila.
"Tunggu ..! Bisakah aku menanyakan sesuatu pada mu?"
"Khemm, tentu saja. Tapi, jika yang ingin kamu tanyakan adalah perihal perceraian kita. Aku belum ingin membahasnya."
"Apa anda mengenal Kenan?"
"Untuk apa bertanya soal pria yang telah mati, dia sudah tidak di dunia ini. Jadi, lupakan saja dia."
Perkataan Vino membuat hati Zila menjadi terasa teriris, perkataan itu sering ia dengar dari keluarga ataupun teman-temannya yang lain.
"Untuk apa masih memikirkan seseorang yang telah meninggal, bukankah dia sudah tidak ada lagi di dunia ini?"
Zila bahkan telah mendengar kalimat itu ribuan kali.
Tadi pagi saat Vino demam dan saat Zila mencarikan beberapa alat untuk membantunya menurunkan demamnya. Sebelum kedatangan Dokter Ryu tangan Zila tidak sengaja mengenai dompet kulit yang Vino letakkan di atas nakas. Karena terbentur dengan lantai, dari dompet itu keluar sebuah struk, bukti kirim sejumlah uang kepada seseorang yang Zila tentu sangat mengenalnya.
Apa hubungan Vino dengan orang tersebut, apakah ia mengenal baik Kenan atau mungkin kerabatnya yang dulu tidak pernah Kenan ceritakan? Mendengar perkataan Vino, ia mengurungkan niatnya untuk bertanya. Vino bahkan tahu kalau Kenan telah meninggal. Apa semua itu Vino menyuruh orang untuk mencari tahu identitas dirinya. Tentu sangat mudah bagi seorang Vino untuk melakukan hal itu.
Zila masih berdiri dan memikirkan perihal struk bukti pengiriman itu. Vino mengirim sejumlah uang kepada Bu Pangesty Saman yang biasa akrab di sapa Bu Tyas adalah seorang yang mungkin saat ini umurnya telah memasuki umur 60 tahun. Wanita yang dulunya akrab dengan orang tua Zila, iya sebelum Zila pindah ke kampung halaman paman dan bibinya ia sering menengok wanita tua itu di rumahnya.
Setelah tiga tahun kepergian orang tuanya dan itu adalah tahun terberat bagi Zila, di mana Kenan di kabarkan menjadi salah satu korban pesawat yang jatuh saat ia pergi untuk menemui ayahnya. Setelah itu Zila tidak lagi bertemu dengan Tyas karena Zila harus pindah ke rumah paman dan bibinya di kampung.
Bu Tyas adalah sahabat kedua orang tuanya, sekaligus ibu dari Kenan. Sudah lama rasanya tidak bertemu dengan dia, Zila tiba-tiba merindukan sosok Tyas, wanita dengan paras cantik yang sekarang mungkin telah menua. Ia kembali memikirkan apakah Kenan mengenalnya atau Pangesty yang tertera di struk itu Pangesty yang lain.
"Bagaimana bisa kebetulan seperti ini?" Gumam Zila.
Banyak hal yang kebetulan, Vino tiba-tiba memberikannya sebuah toko bunga yang di mana dulu ia hanya bilang kepada Kenan kalau ia punya cukup uang, maka Zila akan membuat sebuah toko bunga yang akan ia kelola sendiri nantinya. Di mana mimpi itu telah di wujudkan oleh Vino.
Bekas luka itu, bagaimana bisa Vino memiliki bekas luka yang sama dengan Kenan, aneh, semuanya membuat Zila berpikir apakah ini semua kebetulan saja. Vino, siapa sebenarnya dia?
Ia datang dengan segala keegoisannya, memaksa dan menyayangi Zila. Ia mencoba mencerna semua yang telah terjadi tapi justru semua membuatnya menjadi semakin ragu.
Zila kemudian duduk di ranjang dan melihat kembali struk itu, iya nama itu jelas sama. Haruskah Zila menemui Bu Tyas untuk bertanya hal ini? Ah, dia tidak punya keberanian untuk itu. Vino tidak akan mengizinkannya untuk pergi sejauh itu.
Setelah kepergian Vino dari toko bunga, Zila melihat lagi sebuah kertas yang dari kemarin ia simpan di dalam tasnya, pandangannya tertuju pada mobil Vino yang semakin lama semakin samar terlihat. Zila mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko.
Vino yang saat itu sedang di perjalanan ke kantor ia terus melihat layar ponselnya, ia tidak pernah bosan menatap wajah Zila yang terlihat jelas sedang memperbaiki letak dan bentuk bunga-bunga di dalam toko dari kamera pengawas. Saat Vino meletakkan ponselnya ia tiba-tiba melihat seseorang yang mencurigakan sedang berbicara dengan Zila. Di lihatnya baik-baik dengan seksama, sepertinya Vino mengenali sosok yang datang, ia pun langsung menyuruh supirnya untuk kembali ke toko.
Alan tentu saja bingung dengan sikap Tuannya, apakah yang terjadi sampai seorang Vino begitu sangat khawatir. Namun, Alan hanya menurut tanpa bertanya apapun, Alan tahu pasti sesuatu telah terjadi. Meskipun ada meeting penting hari ini, Alan tetap memilih untuk mengikuti perintah Tuannya tanpa protes.
"Percepat!" Vino menyuruh supirnya mempercepat lagi laju mobil.
Baru kali ini Alan melihat Tuannya gusar, ia tidak seperti biasanya yang terlihat tenang dalam segala situasi. Kali ini urusannya menyangkut Zila, wanita yang ia nikahi paksa itu.
Vino membuka pintu mobil dan segera berlari ke arah pintu. Tidak ada Zila di sana, seseorang tadi telah membawanya pergi.
"Sial, beraninya dia!"
Vino mengumpat seolah tahu siapa yang telah membawa Zila pergi. Ia kembali ke mobil dan kembali ke kantor. Ia telah memerintahkan Alan untuk mengirim anak buahnya mengikuti dan mencari tahu keberadaan Zila. Ia tahu David tidak mungkin menyakiti Zila. Vino hanya mengkhawatirkan Zila yang pasti akan merasa tidak nyaman saat bertemu dengan pria tua yang belum pernah ia temui sebelumnya.
Vino menyesap rokoknya, ia melihat beberapa kali ke arlojinya, seperti sedang menunggu kedatangan seseorang. Di waktu yang sama juga seseorang datang melapor kepadanya. Vino berdiri dengan salah satu tangannya di dalam saku celananya. Tangan kanannya masih memegang puntung rokok yang beberapa saat kemudian ia masukkan ke dalam asbak.
Vino melihat ke arah laki-laki dengan badan tegap di sampingnya, ia terlihat tenang dan santai. Meskipun pikirannya mungkin tidak setenang yang terlihat tapi Vino memilih untuk terlihat seperti baik-baik saja sambil terus memutar otaknya sambil mencari solusi dari laporan yang ia dapatkan.
"Sore ini, ketatkan penjagaan saat menuju ke kediaman utama."
"Baik Tuan, sesuai perintah anda."
David membawa Zila ke kediaman utama, membawanya dengan sebuah alasan yang sedikitpun tidak membuatnya tersakiti. Vino sudah mengenal David dengan segala ke angkuhannya. Ia pasti memiliki niat tertentu, Vino sudah menduga ini sejak awal.
Apapun yang David lakukan kepada Zila jika semua itu membuat Zila tersakiti Vino pasti tidak akan tinggal diam. Terlepas siapapun David, Vino tidak akan main-main jika semua menyangkut tentang Zila. Vino memerintahkan Alan dan beberapa anak buahnya datang ke kediaman utama keluarga Orlando. Sedangkan Vino ia masuk terlebih dahulu.
Vino memasuki ruangan yang di dalamnya sudah ada seorang laki-laki dengan tongkatnya sedang berdiri di depan jendela. Tanpa basa-basi Vino menghampirinya.
"Dimana dia?"
"Duduklah dulu, sepertinya hanya ini satu-satunya cara untuk membuat mu pulang."
"Sudah ku bilang, ini bukan rumah ku. Aku bukan Alvino Orlando Kaivandra putra mu, jadi berhentilah untuk pura-pura jadi Ayah ku."
David manggut-manggut seolah mengerti dengan semua yang Vino katakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments