Saat Vino kembali ia melihat Zila masih bermain ponselnya, Vino tidak suka di abaikan lalu mengambil paksa ponsel itu.
Vino menemukan notifikasi pesan dari seseorang yang baru saja Zila memberikan balasannya. Pesan dari seorang laki-laki yang ia lihat bersamanya tadi siang di dalam toko. Vino tahu itu, karena Vino membaca isi pesan yang ia kirim.
"Siapa dia?"
"Seorang customer yang menyukai bunga dan pelayanan di toko bunga. Ia hanya mengucapkan terima kasih pada ku."
Prankkk!
Ponsel itu telah hancur di lantai. Mata Zila terbelalak melihat Vino membanting ponsel itu tanpa pikir panjang. Apa ada salah dengan apa yang ia ucapkan? Tidak ada kebohongan apapun yang ia katakan. Lalu kenapa ia bisa semarah itu?
"Beli ponsel yang baru dan jangan pernah mengabaikan ku saat sedang berada di dekatmu."
Vino mendekat dan membuat Zila beringsut mundur. Ia menatap mata Vino yang saat ini terlihat menahan amarahnya.
Entah kenapa Zila merasakan bahwa Vino sedang cemburu sekarang. Zila tidak bisa menjelaskan apapun saat ini, ia berkata benar dan tidak ada yang perlu di jelaskan. Vino yang semakin menjelaskan wajahnya kepada Zila yang membuat Zila ingin bersembunyi menghindari tatapan Vino yang membuat dirinya tidak bisa bernafas dengan bebas.
Seketika Vino berhenti dan hendak meninggalkan Zila. Masih dalam keadaan emosi yang mampu ia kontrol. Ia takut tidak bisa menahan dirinya jika lama-lama di hadapan Zila.
"Mari bercerai." Perkataan Zila yang saat itu membuat darah di dalam tubuh Vino terasa jelas mengalir dan memacu emosinya. Ia sakit saat wanita yang ingin ia miliki seutuhnya itu justru mengajak untuk berpisah. Zila tidak tahan lagi untuk hidup satu atap dengan Vino yang seakan membuat hidupnya begitu terikat.
Langkah Vino terhenti saat Zila mengatakan kalimat cerai kepadanya. Jelas! Vino telah memberikannya sebuah pilihan jika ingin bercerai. Tapi, Zila sepertinya tidak pernah gentar dengan syarat apapun asalkan Vino mau bercerai dengannya.
Vino mengurungkan niatnya untuk pergi, ia kembali mendekati Zila.
"Apa kamu sudah siap dengan syaratnya?"
Sambil mengangkat dagu Zila, Vino bertanya kepadanya. Sebuah anggukan kecil Zila mengartikan bahwa ia sudah siap untuk syarat yang telah Vino berikan kepadanya. Vino membuka kaos hitam yang saat itu ia kenakan. Perlahan tubuhnya mulai menaiki ranjang dan mencium paksa Zila. Amarah bercampur dengan hasratnya untuk memiliki tubuh indah wanita yang kini telah di jadikan sebagai istrinya itu. Saat emosinya tidak mampu ia bendung tidak ada jalan selain menuruti keinginan dari wanitanya.
Vino akan menuruti semua keinginannya sekali pun dirinya belum yakin apakah setelah ini ia mampu mengabulkan permintaan Zila atau tidak. Sebuah syarat yang ia berikan hanya untuk membuat Zila patuh kepadanya. Namun, Zila justru menginginkan hal itu.
Vino tidak mampu menolak keinginan Zila walaupun sebenarnya Vino tahu itu adalah sebuah keterpaksaan yang Zila inginkan sebenarnya adalah perpisahan. Dengan nafas yang terengah-engah Vino menikmati setiap inci dari tubuh istrinya. Tidak ada kelembutan yang ada hanya ingin memiliki seutuhnya tubuh itu. Vino melihat air mata Zila mengalir di pipinya. Ia seakan tidak peduli, dirinya terlanjur terbakar hasrat yang membara. Malam itu, diantara dinginnya suasana malam yang siap merobek tulang tanpa selimut.
Vino telah merenggut sesuatu yang berharga dalam diri Zila. Dengan terpaksa ia menyerahkannya karena ia tidak mampu hidup dengan laki-laki yang tidak pernah ia cintai. Bagaimanapun Zila tidak mau hidup seumur hidupnya seperti itu. Bercerai darinya adalah yang terbaik. Lebih cepat lebih baik. Setelah mendapatkannya dari Zila Vino meninggalkannya dalam tangisannya yang membuat seluruh denyut nadi seakan berhenti. Sejujurnya ia terluka saat melihat Zila menangis.
Diam seribu bahasa, Vino memikirkan langkah selanjutnya untuk meluluhkan Zila, seakan kekuasaan dan kedudukan laki-laki itu tidak membuat hati Zila menjadi hangat dan menerima Vino dengan suka cita sebagai suaminya. Zila tidak sama dengan wanita-wanita lain, hal itu justru membuat Vino semakin ingin memiliki jiwa dan raganya.
Apa daya Vino, ia mampu membeli apapun dengan jenis wanita seperti apapun dengan uangnya. Bahkan Vino pernah berpikir bahwa ia bisa membuat wanita-wanita jatuh cinta dengan yang semua ia miliki. Tapi, saat ia jatuh cinta dan menginginkannya sebagai miliknya, uang justru tidak berguna dan tidak ada artinya. Hati Zila seperti batu ia tetap bertahan pada cinta pertamanya tanpa mau memberikan celah untuk orang lain masuk.
Vino meneguk kembali kopi panas yang ada di atas meja, sesekali ia menyesap rokoknya. Dalam keadaan sadar atau tidak Zila tetap mendominasi pikirannya. Aneh, ia ingin merenung untuk melupakan kejadian di kamar dengan Zila beberapa jam lalu, ia justru ingin mengulanginya.
Ia berada di sebuah ruangan khusus yang di mana hanya ia dan secangkir kopi panas pikirannya membuat ia semakin gila. Vino semakin tidak bisa mengendalikan dirinya, ia telah mencoba menjauh dan membuang pikirannya tentang Zila. Tapi semua sia-sia. Ia justru semakin merindukan wanita itu.
Tanpa sadar langkahnya justru kembali membawanya kepada Zila yang sudah tertidur di kamarnya. Membuka pintu dan mendekatinya. Zila menyadari kehadirannya. Saat ia akan terbangun Vino telah menindih tubuh mungilnya.
Ia marah tapi ia mencintai Zila dengan tulus. Ia marah karena perasaannya yang tidak terbalaskan tapi ia cinta. Dan hanya Zila yang mampu menghidupkan gairahnya. Setelah bertahun-tahun lamanya Vino tidak lagi menginginkan hal itu dengan wanita cantik manapun. Zila datang dan mengubah sebagian hidup seorang CEO yang sangat angkuh dan sombong itu. Vino tidak pernah berbicara dengan wanita dengan lemah lembut, ia tidak tahu bagaimana caranya membuat senang wanita. Ia hanya ingin tahu bahwa dirinya tidak tertarik dengan wanita manapun saat itu. Berbaik hati dengan wanita yang sudah pasti menaruh hati padanya akan membuat dirinya susah sendiri. Wanita itu makhluk aneh pikir Vino. Itu sebelum Zila membuat dunianya terbalik.
Malam itu Vino dan Zila tidur di tempat tidur yang sama, Zila tahu saat ia memutuskan untuk segera bercerai ia harus menerima syarat dari Vino. Malam ini ia telah berulang kali melakukannya dan itu ia siap untuk melahirkan seorang anak untuk Vino. Setelah itu walaupun belum pasti Vino akan menceraikannya, setidaknya ia telah berjanji untuk mempertimbangkannya. Zila berpikir jika pernikahannya ini sementara maka ia tidak perlu harus memberitahukan keluarganya di kampung. Zila akan pulang pada saatnya.
Pagi telah tiba, Vino masih dalam balutan selimutnya. Suara alarm terus berbunyi tapi Vino seperti enggan untuk bangun. Zila yang terlebih dahulu bangun sudah bersiap untuk pergi ke toko. Rasa perih sisa tadi malam masih terasa. Tapi, Zila tidak mau berada seharian di atas ranjang. Vino sepertinya masih menikmati sisa pertempuran yang berulang kali terjadi tadi malam. Vino tidak pernah seperti ini sebelumnya.
"Jangan meninggalkan aku sendiri tanpa kamu di sini."
Suara Vino terdengar parau khas bangun tidur. Zila tidak jadi melangkah keluar. Zila berbalik dan menatap Vino dari kejauhan.
"Apa hari ini anda tidak akan kerja?"
"Sepuluh menit lagi!"
Zila terpaksa menunggu sepuluh menit lagi dan kemudian membangunkannya.
"Jangan cerewet di pagi hari, aku tidak tahan untuk tidak melakukannya jika mendengar kamu mengoceh seperti semalam."
Mana ada dirinya mengoceh, jelas saja kalau Vino lah yang memulai perkara. Dia membanting ponsel Zila dan membuat emosi. Zila yang kesal dengan sikapnya akhirnya tidak terkontrol ucapannya. Zila ingin segera berpisah karena tidak terbiasa hidup dengan laki-laki arogan.
Kenapa sekarang justru Zila yang di bilang cerewet. Padahal dirinya yang terlalu over protektif terhadap Zila.
"Siapkan baju untuk ku." Perintah Vino kepada Zila dan berjalan ke pintu kamar mandi.
Zila sebenarnya tidak mau melakukan tugasnya sebagai istri agar Vino tidak terbiasa di layani olehnya. Itu artinya ia tidak harus merasa kalau ia harus melayani seorang suami. Vino telah memintanya ia terpaksa melakukan apapun yang sudah menjadi perintah Vino.
Setelah Vino selesai menggunakan pakaiannya. Zila tanpa di perintahkan langsung memakaikan dasinya. Iya sudah terbiasa sekarang mengikatkan sebuah dasi di leher baju suaminya. Sebelum Zila sempat melepaskan tangannya Vino dengan cepat-cepat memberikan menciumnya.
***
~Happy Readings🥰
Selamat membaca yah😊 Semoga kalian suka dengan tulisan ku😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments