Situasi yang memanas kini terasa dingin setelah tuan Eglar mengusir Jessy dari tempat itu, Elio menatap tajam ke arah Jenia yang membisu sejak tadi, begitu pun dengan Alvarendra pria itu menatap datar dengan sosok di hadapannya.
“Lio, sekali ini saja turuti Papamu.” Tuan Barata bersuara menengahi ketegangan ayah dan anak itu.
“Jenia, Alvarendra. Maaf kalian harus melihat ini semua.” Nyonya Selin merasa tidak enak hati.
Jenia tersenyum. “Saya mengerti, tuan muda mungkin belum menerima perjodohan ini.”
“Kamu mengerti tapi tidak menolaknya !” Elio sedikit membentak.
“Jaga nada bicaramu, Lio !” Sorot mata tuan Eglar semakin tajam. “Jenia juga berkuliah satu tahun di bawah kamu dan Galen.” Lanjutnya tenang. “ Malam ini kalian bertunangan.”
Elio mendengus sementara Galen masih menatap dalam ke arah Jenia yang irit bicara. Gadis itu memilih diam bicara seperlunya saja. Sementara Alvarendra tersenyum tipis menyaksikan drama dihadapannya.
“Lio, tante sayang sama kamu, jadi menurutlah sama Papamu. Pertunangan ini bukan untuk menyakitimu tapi membuatmu belajar bertanggung jawab di masa depan. Suatu hari nanti kalau kalian berjodoh dan menikah, kamu harus jadi kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menghidupi istri dan anak-anakmu. Sudah lima tahun kamu membiarkan kebebasan tanpa arti menguasai hidupmu, tidak ada hal yang positif kamu lakukan. Mungkin kamu benar bisa berubah seperti yang papamu inginkan kuliah yang benar dan mengurus perusahaan bersama tapi kembali lagi apa kamu punya rencana masa depan?” Nyonya Selin bicara lembut.
Semua orang terdiam termasuk Galen memusat perhatiannya pada sang Ibu. Ah, Galen ingin memiliki pasangan sebaik ibunya. “Cari jodoh untukku sebaik Mama.” Ucap pemuda itu tersenyum lembut.
“Kamu ini.” Nyonya Selin terkekeh.
“Baiklah, kita tukar cincin dulu. Alvarendra, Bara. Kalian saksi kalau Elio, putraku telah bertunangan dengan Jenia.” Tuan Eglar menaruh kotak cincin di atas meja. “Ayo Lio.” Sambungnya.
Dengan berat hati pria itu mengambil sebingkai cincin lalu menatap Jenia. “Kemarikan tanganmu.” Ucapnya dingin.
Jenia mengulurkan tangannya dan membiarkan Elio memasang cincin di jari manisnya. Gadis itu merasakan tangan calon tunangannya cukup kasar menggenggam. Sementara Elio merasa sedikit lega meluapkan amarah dengan menggenggam erat tangan Jenia.
“Giliranmu.” Nonya Selin tanpa henti menatap penuh kasih sayang.
Jenia meraih cincin yang tersisa lalu memasangnya tanpa suara hanya memperlihatkan senyum yang menawan. Sesaat manik mata Elio terpaku, sungguh senyum itu sangat tulus. Gemuruh tepuk tangan menarik atensi laki-laki itu.
“Cantikan.” Galen berbisik menggoda.
Elio diam tanpa menanggapi, manik matanya bergulir ke arah Alvarendra ternyata pria itu juga menatapnya sembari menaikan alis kiri seolah bertanya, ada apa. Elio memalingkan wajah sementara Alvarendra terkekeh lucu.
“Jadi apa hubungan Jenia dan Alvarendra?” Nonya Selin bertanya karena belum mengetahui.
“Saya wali Jenia saat ini, kakak laki-laki beda orang tua.” Kelakar Alvarendra sambil tersenyum.
“Kamu pemilik kafe tempat Jenia bekerja?” Galen tidak bisa menahan rasa penasarannya.
“Iya benar, kafe itu milikku tapi Jenia juga yang turun tangan mengurusnya ketika aku sibuk mengurus cabang di lain tempat.”
“Alvarendra sudah mandiri sejak lima tahun lalu.” Sahut tuan Eglar bangga.
Jauh di lubuk hati Elio merasa iri ketika papanya membanggakan orang lain dengan senyum yang lebar. Acara singkat itu dilanjutkan makan malam bersama. Sesuai permintaan Jenia, pertunangan dilaksanakan sederhana dan singkat. Gadis itu tidak mau orang-orang mempertanyakan kemana ibunya, yang bisa membuat orang mengucilkan sang ibu.
...----------------...
Malam semakin larut Jenia baru saja pulang di antar Alvarendra. Gadis itu selesai membersihkan tubuh, sepasang iris matanya terpaku pada benda melingkar cantik di jari. Pertunangan, itu layak disebut pada pasangan yang saling mencintai. Sedangkan dirinya dan Elio jauh dari kata itu, ia bisa melihat jika si tuan muda menyimpan benci padanya.
“Baiklah, kita jalani saja dulu.” Tanpa banyak berpikir lagi gadis itu gegas membaringkan tubuh dan tidur.
Disini Jenia mulai terlelap, maka beda lagi di dalam sebuah kamar mewah dilengkapi fasilitas lengkap. Elio menatap pantulan dirinya di kaca, pemuda itu baru saja selesai membersihkan tubuh. Lalu pandangannya jatuh pada cincin di jari. Sungguh Elio membencinya, membenci semua yang terjadi malam ini. Pemuda itu melepaskan cincin pertunangannya lalu meletakkan di atas wastafel kamar mandi seakan itu bukan benda berharga.
“Kita lihat seberapa lama, kamu bertahan dengan hubungan konyol ini.”
...----------------...
Jessy menghabiskan beberapa kaleng bir, gadis itu sangat kesal karena diusir dari pertemuan keluarga Eglar. Jessy sangat membenci Jenia karena menyetujui pertunangan itu.
“Berhenti Jessy.” Galen menarik kaleng minuman dari gadis itu.
“Berikan Gal.”
“Sudah cukup, pulang atau kamu tidur di kantormu.” Galen meminta salah satu pegawai disana membereskan meja. “Elio bukan milikmu sejak awal, semua hanya pura-pura lalu kenapa kamu frustasi sekali.”
“Aku mencintainya, Galen!” Tanpa menutupi perasaannya Jessy mengakui. “Aku mencintai Elio sudah lama, disaat dia terpuruk kehilangan mamanya. Aku yang menemaninya, ta—tapi kenapa gadis itu yang menjadi masa depannya.” Sambung Jessy sesegukan. “Aku mengusulkan rencana itu karena ingin selalu disampingnya meskipun pura-pura. Aku berharap dari kepura-puraan bisa menjadi nyata. Aku bukan gadis yang baik tapi aku memiliki perasaan. Elio tidak pernah melihatku sebagai wanita.”
Galen membiarkan Jessy meluapkan perasaannya. Mencintai sendiri itu memang menyakitkan tapi mau bagaimana lagi Tuan Eglar tidak membiarkan Elio memiliki pasangan berlatar belakang seperti Jessy. Mungkin gadis itu putri pengusaha kaya tapi bidang bisnis mereka berbeda. Terlebih Deon Atmaja, bukan orang yang mudah ditangani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments