"Jadi pertunangan kalian dibatalkan?" Anora bertanya sambil mengompres pipi Jenia. "Apa aku harus meminta bantuan Papa?" Gadis itu marah setelah tahu Jessy menampar pipi sahabatnya. "Dia benar-benar gila !"
"Setidak nya aku membalas dan memberi luka disudut bibirnya."
Anora mengangguk puas begitu juga Alvarendra yang menyimak sejak tadi. Bukan tidak mau membalas hanya saja Jenia memiliki kemampuan untuk membela diri dari gadis manja itu. Sekilas netra Jenia dan Alvarendra bertemu.
"Sudah." Jenia menyentuh kain yang di tempel Anora ke pipinya.
"Kamu makan dulu, Al aku pinjam dapur kafe mu." Gadis itu meninggalkan Jenia dan Alvarendra.
"Jadi ?"
Jenia mencari rasa nyaman dari duduknya. Gadis itu menghela nafas kasar sebelum menjawab. "Semua sudah selesai, tuan Eglar masih membantu biaya perawatan Ibu. Aku akan mencoba sekali lagi."
Alvarendra mengangguk kecil. "Katakan apa saja yang kamu butuhkan jangan bekerja sendiri. Masalah perawatan tante Fida aku sudah memikirkannya supaya kamu tidak berurusan lagi dengannya."
"Apa itu?"
"Aku akan mengambil pinjaman."
"Jangan !" Tolak Jenia. "Mengambil pinjaman tidak baik untuk masa depan usaha mu karena pinjaman itu membutuhkan jangka panjang pembayarannya kita tidak tahu kondisi usahamu beberapa tahun lagi." Jelasnya agar temannya itu tidak tersinggung. "Kalau aku berhasil maka aku sendiri yang meminta Tuan Eglar berhenti membantu ku, dengan begitu aku bisa melangkah tanpa pengaturan orang lain."
"Baiklah kalau itu kamu mau, kita coba sekali lagi." Alvarendra menyetujui setelah memikirkannya kembali.
"Kalian membicarakan apa serius sekali." Anora datang membawa beberapa makanan yang sudah dimasaknya.
"Ibu." Jenia menjawab sambil mengambil beberapa makanan itu.
"Apa tuan Eglar memutuskan bantuannya juga?" Anora menatap menunggu jawaban. "Apa aku minta bantuan Papa."
Jenia menelan makanan nya lalu tersenyum tipis. "Tidak perlu, tuan Eglar masih membantu."
...----------------...
Di meja makan berukuran besar tertata banyak makanan dan salah satunya makanan lunak. Disana sudah duduk Elio, Galen dan juga Tuan Eglar bersama Reno serta Joshua. Mereka makan siang bersama karena memiliki sedikit waktu disela pekerjaan. Suasana cukup hening tidak ada yang memulai pembicaraan, semuanya menikmati makan siang yang sedikit berbeda. Elio terlihat seperti lima tahun lalu menikmati makannya meski pun lunak. Pemuda itu sangat santai dengan gurat wajah yang senang. Disini tuan Eglar bernafas lega keputusannya membatalkan pertunangan Elio dan Jenia adalah langkah tepat terbukti putranya begitu nyaman menikmati makanannya.
Makan siang itu sudah selesai, Tuan Eglar kembali ke kantor bersama Reno sementara Joshua mengurus beberapa hal yang tertunda dalam pekerjaannya. Ya, Pria itu belajar banyak agar bisa mendampingi Elio nanti ketika terjun mengurus bisnis.
"Terimakasih makan siangnya, aku pulang dulu."
"Disini saja."
Permintaan Elio itu cukup mencengangkan faktanya selama ini pemuda itu tidak pernah meminta di temani. Ia menikmati kesendiriannya bersama Alkohol.
"Kamu mau aku menemani mu?" Galen mengurungkan niatnya untuk bangkit dari sofa.
"Hm." Elio menyandarkan tubuh di dinding kasurnya. "Tentang Jenia, apa yang harus aku lakukan?" Pertama kali nama itu lahir dari bibir pria itu cukup canggung saat menyebutnya.
"Apalagi ? Pertunangan kalian sudah dibatalkan."
"A-aku merasa bersalah." Elio terbata mengakui perasaan tidak nyamannya.
"Apa yang membuatmu merasa bersalah?" Galen bertanya karena tidak memahami. "Kamu tidak menyukainya."
Elio terdiam, benar. Dia tidak menyukai Jenia lalu kenapa merasa bersalah? Apa karena sikapnya? Atau hinaan dan kata-kata kasarnya? Sejenak pria itu tidak bisa berkata mencoba memahami perasaan tidak enaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments