Jenia merasakan terang menembus tirai kamarnya, gadis itu gegas bangkit dari tempat tidur. Sedikit tergesa-gesa ia membersihkan tubuhnya. Sejenak matanya terpaku pada benda yang melingkar di jari manisnya. Jenia sadar, kini dirinya tidak sendiri lagi meskipun pertunangan itu dilakukan dengan terpaksa.
Setelah semuanya siap Jenia langsung melaju ke kampus karena jadwal pagi. Tanpa di duga dalam jalan satu arah, Jenia berhenti di lampu merah bertepatan dengan motor sport juga berhenti di sana. Sudah aslinya bersikap acuh Jenia tidak memperhatikan sekitar.
"Lio, ini gadis pelayan itu, 'kan?"
Semua mata menatap ke arah seorang gadis yang duduk manis dan memeluk pria di atas motor sport. Hanya Jenia yang abai dengan suara nyaring gadis itu.
"Biarkan saja." Elio acuh melirik sekilas.
"Dengan statusnya itu, bermimpi menjadi istrimu !" Jessy mencibir pedas tanpa perduli tatapan orang-orang. "Hei gadis pelayan !" Hardiknya ke arah Jenia. Sayang lampu berubah hijau dan meninggalkan kekesalan di hati Jessy karena Jenia melajukan motor tanpa menoleh.
Sementara orang yang dimaksud tersenyum tipis melirik ke kaca spion. "Gadis sepertimu tidak bisa mempengaruhiku." ucapnya pelan disertai tatapan datar. "Sorry aku terlambat." Jenia melepaskan helm setiba di parkiran kampusnya.
"Kamu begadang ?" Anora Putri. Sahabat satu-satunya Jenia.
"Tidak juga."
"Ayo masuk." Gadis itu bergelayut manja. "Aku lupa memberitahumu, Papaku memenangkan tender. Malam ini untuk merayakan itu kami mengadakan barbeque, kamu ke rumah ya."
"Aku masuk malam."
"Sebentar saja Jen, setelah itu kamu bisa masuk." Bujuk Anora menatap penuh permohonan. "Aku kesepian nanti."
"Apa banyak orang?"
"Tidak juga cuma beberapa rekan bisnis Papaku." Anora melemparkan senyum dengan beberapa orang yang berpapasan.
"Tadi malam aku juga tidak masuk, kasian Zara menghandle sendiri." Jenia berusaha menolak.
"Aku yang bicara sama Alvarendra."
"Akan kupikirkan nanti, Alvarendra sedang sibuk sekarang." Jenia meletakan tasnya di atas meja.
"Pria masa depanku itu." Anora tersenyum dengan rona merah tercetak jelas. Gadis itu menyukai Alvarendra, lelaki dewasa dan mandiri.
...----------------...
Elio mengikuti mata kuliah dengan benar sesuai janjinya akan selesai tepat waktu. Masalah perjodohan, Elio tidak ambil pusing lagi. Sejak melepaskan cincin yang disematkan Jenia, ia merasa tidak memiliki hubungan apapun dengan gadis itu.
"Kafe depan?" Galen menyampirkan tas di bahu.
"Iya." Elio ikut berdiri ."Jess, kamu ikut ?" tanya nya pada kekasih palsunya itu.
"Kemana?"
"Kafe depan." Elio melangkah lebih dulu.
"Lio, sudahi hubungan palsu mu dengan Jessy. Jangan memberi harapan untuknya, Dia juga memiliki perasaan." Saran Galen yang menyaksikan Jessy semalam.
"Kalian membicarakan apa?" Jessy menyusul dan melangkah sejajar.
"Tidak ada." Galen sedikit menjauh karen Jessy melangkah di tengah-tengah.
"Malam ini kalian ke Club?"
"Tidak, malam ini ada undangan makan malam di rumah Tuan Siwen." Sahut Galen.
"Benar, aku lupa." Jessy tersenyum.
Tiga orang itu tiba di kafe bertepatan dengan Jenia dan juga Anora. Jessy menatap sinis sementara Elio dan Galen berbeda ekspresi. Kafe yang sudah diisi warga kampus itu terlihat ramai. Semua orang memesan apa yang di inginkan.
Jenia melangkah masuk ke dalam sebuah ruang yang berdinding kaca, disana ada Alvarendra sedang memeriksa pendapatan hari kemarin. "Kamu sudah makan."
Alvarendra mengangkat kepalanya. "Sebentar lagi, ayo makan di luar."
"Ayo, ada Anora juga diluar."
"Gadis itu, dia pasti menggangguku nanti." Gerutu Alvarendra.
Jenia hanya tersenyum, setelah merapikan meja. Mereka langsung keluar menemui Anora yang menunggu di salah satu meja.
"Hei pelayan, ambil pesananku disana !" Semua mata melihat ke arah suara, Jessy menatap angkuh ke arah Jenia. "Kamu pelayan disini kan?" Lanjutnya tersenyum remeh.
Jenia diam tidak menjawab. Sementara Anora dan Alvarendra menatap kesal. Terlebih pria yang menjadi tunangan Jenia itu hanya memperhatikan.
"Ayo." Anora mengajak meninggalkan tempat itu.
"Hei, Kamu tidak mendengar ku ?!" Jessy berdiri dari tempatnya duduk karena kesal di abaikan. "Kamu pelayan disini kan, Jenia "!
"Jenia masuk malam !" Sahut Anora geram. "Tunggu saja di mejamu mereka akan mengantarnya."
"Jess, jangan berlebihan." Seru Galen setelah menyelesaikan pesanannya karena menjawab telpon terlebih dulu.
"Aku tidak berlebihan, Galen ! Dia saja tidak tahu diri ?" Rasa cemburu Jessy lebih dominan tanpa perduli jika menjadi pusat perhatian.
"Jangan mempermalukan dirimu." Jenia bersuara lembut namun tegas. Sorot matanya sendu menjadi candu.
"Kamu !" Jessy kehilangan kata-kata.
"Apa seperti ini cara kalian melayani pembeli." Elio menatap tajam. Ia tidak terima mendengar jawaban Jenia
"Apa seperti ini cara pria bertunangan membela wanita bukan siapa-siapanya ?!" Sarkasme itu datang dari Alvarendra. "Jangan lupa tuan muda, pelayan ini calon istrimu dan pembeli itu hanya teman untukmu."
Ucapan itu sukses menarik atensi semua orang bahkan gumaman kecil mulai mengusik pendengaran Jessy. Sementara Elio terdiam dengan tangan terkepal, menatap dingin pada Jenia.
"Sudahlah, disini Jessy yang berulah." Galen mencoba mendinginkan suasana.
"Beritahu temanmu itu Galen, bersikap baiklah." Anora berkata dengan tegas.
"Iya, aku minta maaf atas sikap mereka." Galen tersenyum tipis.
"Dan kalian berdua hutang penjelasan padaku, kenapa Jenia bisa bertunangan dengan Elio." Anora merasa kecewa karena tidak tahu apa-apa sementara ia mengenal orang-orang itu.
Jenia tersenyum tanpa berniat mengeluarkan suara melakukan pembelaan. Gadis itu akan bersuara jika menurutnya penting.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments