Natala terdiam sepanjang perjalanan pulang. Ketika langit berubah warna menjadi oranye disitu Natala bergelut dengan pikirannya sendiri. Pekerjaan di kantor sudah selesai tapi otak Natala belum selesai untuk memikirkan setiap masalah yang ada. Tawaran dari Alvar beberapa hari lalu belum mendapat jawaban dari Natala bahkan sampai sekarang.
Setiap hari gadis itu melihat Alvar ada di kantor tapi setiap hari juga rasanya Natala ingin pergi dari dunia sesegera mungkin. Segala hal tentang Alvar membuat Natala menjadi takut. Maksud Natala mereka baru saja bertemu bahkan belum saling mengenal dengan baik tapi mengapa Alvar sudah sangat lancang ingin menikah dengannya? Sedangan Arsen sampai sekarang saja belum bisa menjalin hubungan lebih dari sekedar teman pada Natala.
Natala sampai ke rumahnya setelah sopir taksi itu menurunkannya. Dia masuk ke dalam dan langsung disambut oleh wajah pucat seorang wanita dengan rambut terikat tersenyum ke arahnya.
"Ibu, kenapa keluar?" Natala menghampiri ibunya duduk di sebelah wanita itu.
"Kamu pulang cepat, tumben," ucap Ibunya.
"Kebetulan lagi nggak banyak kerjaan, Bu, makanya bisa pulang cepat." Natala menaruh tasnya di paku. Gadis dengan kemeja putih dan rok hitam sepaha itu menuangkan air ke gelas untuk dia minum.
"Ibu sudah makan?" tanya Natala berdiri dari duduknya.
"Belum, Nak. Ibu capek banget jadi nggak sempat masak. Nggak papa, kan?"
"Ya nggak papa, Bu. Nata aja yang masak." Natala berjalan ke arah dapur. Dengan pakaian yang belum diganti Natala memakai celemek dan mulai memasak.
Sedangkan Ibunya mencoba untuk berdiri dan menghampiri putrinya. Wanita itu berdiri di ambang pintu dengan menumpu tangannya di pintu. Dia tersenyum melihat anak gadisnya yang sekarang ini sudah sangat dewasa.
Dia hanya memiliki Natala seorang, suaminya sudah tiada sejak lima tahun lalu dan sekarang dia tinggal bersama Natala. Dia tidak pernah takut jikalau Natala meninggalkannya, itu berarti Natala sudah mendapatkan pasangan dan hidup yang lebih baik. Tapi dia sangat takut kalau dia yang meninggalkan Natala lebih dulu. Tubuhnya yang sudah renta dan sakit-sakitan membuatnya selalu berpikir bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Namun anaknya itu belum mendapat pasangan sampai sekarang.
"Ibu kok disitu. Ini makanannya sudah siap. Yuk makan sama Nata." Natala menaruh semangkok sayur di meja dan membawa Ibunya untuk duduk di kursi meja makan.
"Ibu makan duluan ya, Nata mau mandi dulu," ucap Natala pergi dari sana.
Gadis itu masuk ke kamar menutup pintu. Dia berdiri di balik pintu dan menghela napas berat. Belakangan ini kepalanya sangat berisik. Kondisi kesehatan Ibunya yang kian memburuk menambah keributan di kepala Natala.
"Gue harus gimana ya supaya Ibu bisa sembuh?" Natala menjambak sebagian rambutnya, menatap diri sendiri lewat pantulan cermin.
Natala memang menjabat sebagai manager dan tentu saja Natala memiliki cukup banyak uang. Dia mengorbankan seluruh uangnya untuk pengobatan ibunya yang terkena kanker ovarium stadium empat. Hidup Natala dia serahkan semuanya untuk ibunya setelah ayahnya tiada. Natala sendirian. Dia tidak punya siapa-siapa selain Ibu. Tapi belakangan ini Ibunya sering sekali membicarakan tentang kematian dan perpisahan.
Pak Alvar:
Sudah empat hari Natala, mengapa kamu tidak kunjung menjawab tawaran saya?
Apakah kamu tidak mau menikah dengan saya?
Di tengah kebingungan Natala akan hidupnya, pesan dari Alvar menambah beban Natala. Dia tidak tahu harus bagaimana memberi respon yang baik pada atasannya itu. Terkadang Natala ingin memaki lelaki itu karena sudah mengganggu hidupnya.
"Ah sudahlah. Pusing kepala gue. Mending gue mandi." Natala mengambil handuk putih yang tergantung. Dia masuk ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri.
Di sini Alvar tak melepas ponselnya dari genggaman. Dia membiarkan ponselnya menyala dan memperlihatkan roomchat antara dia dan Natala. Pesan darinya belum Natala balas sampai sekarang.
"Bisa-bisanya dia buat saya menunggunya. Padahal sejak dulu, perempuan yang menunggu saya tidak pernah saya yang menunggunya."
"Menurut saya apakah Bapak tidak berlebihan menawarkan hal itu pada Natala? Posisinya Bapak dan Natala baru saja mengenal." Sekretaris Alvar memberikan tanggapannya.
Alvar berbalik badan. Di kamar yang luas dia bersama sekretarisnya sama-sama menunggu jawaban dari Natala.
"Saya sudah lama mengenal Natala, dia saja yang baru mengenal saya," balas Alvar.
"Tapi Pak, apa menurut Bapak Natala mau menikah dengan Bapak?" tanya sekretarisnya sekali lagi. Pertanyaan yang sama tapi Alvar tidak pernah menjawab.
"Ya. Saya yakin dia akan mau menikah dengan saya."
Dan kali ini Alvar menjawab pertanyaan sekretarisnya dengan penuh keyakinan.
...***...
Malam hari di mana langit gelap menghiasi, bulan dan bintang menemani memberikan cahaya untuk menerangi makhluk yang hidup di bumi.
Natala duduk di kursi kamarnya, memandangi langit malam yang menakjubkan lewat jendela kamar. Gadis dengan kaos putih bergambar kucing dan celana pendek selutut mengalihkan seluruh atensi pada keindahan langit. Hingga suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya.
"Masuk Bu!" seru Natala.
Ibu masuk ke kamar putrinya. Dia tersenyum, Natala menggeser kursi satu lagi agar Ibunya bisa duduk di sana.
"Kenapa, Nak? Kok kamu bengong?" tanya Ibunya.
"Nggak papa, cuma langitnya indah aja. Nata suka."
Wanita tua itu tersenyum, dia menggenggam tangan putrinya, mengelusnya perlahan melunturkan keributan di kepala Natala perlahan.
"Kamu nggak berniat untuk punya pasangan, Nat?"
"Kan Ibu mulai lagi. Kenapa Ibu selalu nanyain hal itu?"
"Nata, kamu sudah dewasa dan sudah sepatutnya kamu itu punya pasangan, Nak. Kamu nggak bisa hidup sendiri," jawab Ibunya.
"Nata nggak sendiri, Ibu. Nata punya Ibu."
"Ibu nggak selamanya sama kamu, Nat. Ibu juga punya batas umur."
"Ibu akan selamanya sama Nata. Dan cuma itu yang Nata mau tau." Nata melepaskan tangan Ibunya dari tangannya.
"Nata, kamu pernah nanya sama Ibu kan keinginan Ibu itu apa?"
Natala menoleh ke Ibunya. "Apa?"
"Melihat kamu menikah, Nak. Umur Ibu mungkin nggak akan lama lagi, tapi Ibu takut. Ibu nggak takut akan kematian tapi Ibu takut saat Ibu mati kamu masih sendiri. Ibu takut kamu nggak punya pendamping. Ibu nggak bisa ngelihat anak Ibu hidup sendirian di dunia ini. Ibu mau Nata nikah. Ibu mau, Nata bahagia saat Ibu udah nggak ada."
"Terserah sama siapa, yang penting dia yang terbaik. Orang yang akan bahagian putri Ibu. Ibu nggak peduli mau pekerjaannya apa dan berapa penghasilannya, Ibu cuma mau kamu nggak sendiri, Nat. Ibu nggak bisa lihat Nata sendiri, kalau bisa ketika Ibu pergi nanti kamu nangisnya nggak sendirian, kamu punya pundak untuk bersandar dan berbagi kesedihan pasca kehilangan Ibu."
Nata tak kuasa untuk menahan tangisnya. Dia masuk ke pelukan sang Ibu. Nata tidak suka topik ini. Dia benci segala hal mengenai kematian dan perpisahan. Nata benci. Tapi yang dikatakan Ibunya adalah sebuah kebenaran. Manusia tidak abadi. Semuanya punya batas waktu termasuk Ibu.
Natala merenungi perkataan Ibunya selama beberapa jam. Bahkan ketika jarum jam menunjukkan tengah malam Natala belum bisa tertidur juga. Dia mengambil ponsel menekan beberapa digit nomor dan meletakkan ponsel itu ke telinga. Berharap orang yang dia tuju akan menjawab panggilannya.
Orang yang Natala telepon tersenyum di kamarnya. Dia menjawab panggilan Natala dengan senyum lebar di wajah.
"Saya mau menikah dengan Bapak. Terserah bagaimana dan kapan tapi kalau bisa, saya ingin secepatnya."
"Mengapa kamu terburu-buru? Apa kamu sudah tidak tahan untuk hidup bersama saya?" balas Alvar di kamarnya.
"Tidak. Saya punya alasan meminta waktu yang cepat."
"Apa itu?"
"Rahasia, Pak. Tidak semua orang boleh tahu."
Alvar terkekeh kecil hingga terdengar di telinga Natala. "Nyatanya saya tahu banyak rahasia kamu, Natala."
Natala mengerutkan keningnya. Kenapa semakin lama atasannya ini semakin misterius.
"Karena Ibumu yang sekarat, bukan?"
Natala terkejut bukan main mendengar itu.
Alvar kembali terkekeh karena dia tidak mendapat respon apa-apa dari Natala. Sudah dipastikan gadis itu sangat terkejut sekarang.
"Sudah saya katakan, Natala. Saya tahu banyak rahasia kamu. Dan kamu akan semakin terkejut ketika tahu bahwa saya mengetahui rahasia terbesar hidupmu."
Alvar mematikan panggilannya sepihak. Dia tersenyum puas di kamarnya. Langkah pertama selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments