Matahari sudah habis masanya kini dia tenggelam meninggalkan sinar jingga sebelum gelap menjadi warna semesta. Langit terbentang luas sebagai atap semesta, warna birunya kini tergantikan dengan hitam yang menggelapkan dunia. Syukurnya ada ribuan bintang dan bulan yang siap memberi sinar di kegelapan malam.
Sehingga Natala tidak terlalu takut untuk berdiri di rooftop sendirian. Perempuan dengan rambut tergerai itu, menggosokkan kedua tangannya saat dirasa hawa dingin menusuk kulit terdalam.
"Masuk aja kali ya." Natala menghela napas panjang, "Semoga kuat."
Natala mengajak kaki berbalut sendal putih masuk ke rumah besar Alvar. Sebenarnya Natala sangat menghindari setiap sudut rumah Alvar tapi saat ini posisinya Natala sedang berada di rumah Alvar, dan dia tidak memiliki alasan untuk kabur dari neraka berbentuk bangunan mewah seperti ini.
Baru saja Natala turun dari rooftop dan menginjak lantai ruang tamu, dia sudah dihadiahkan tontonan berupa Alvar memeluk Shylla. Tidak hanya pelukan, Alvar juga memberi gadis itu kecupan hangat di dahi putihnya.
"I love you so much, Shylla," ucap Alvar kembali memeluk Shylla.
Mereka berdua memakai piyama yang senada. Sama-sama berwarna hitam, dan mereka berpelukan di atas sofa. Alvar menaikkan pandangannya untuk melihat Natala yang berdiri jauh di belakangnya, tapi seakan tidak mempedulikan Natala, Alvar kembali tenggelam dalam pelukan Shylla.
"Sekarang gue benar-benar muak sama istilah dunia hanya milik mereka berdua yang lainnya ngontrak." Natala menggerutu, dia menutup mata sejenak untuk menetralkan emosi menggebu di dada.
Natala menghela napas sejenak, sebelum melangkahkan kaki pergi dari sana.
"Natala Mika Sherina!"
Teriakan Alvar menghentikan pergerakan Natala. Dia berbalik badan melihat Alvar. Alvar menyuruh Natala untuk menghampirinya dengan memberi isyarat gerakan tangan.
Natala menurut, jika saja dia tidak ingat bagaimana sakitnya tamparan Alvar mungkin dia akan membangkang kali ini.
"Buatin saya sama Shylla makan malam ya. Kamu belum masak, kan?"
Natala menggeleng.
"Bagus. Buat makanan kesukaan pacar saya," lanjut Alvar.
"Makanan kesukaan lo apa?" Natala bertanya pada Shylla dia tak lagi menatap Alvar.
"Cumi saus tiram, sama salad. Kalau bisa Kak, aku nitip buatin jus juga ya."
Natala beranjak pergi dari sana.
"Kamu nggak nanya jusnya apa?" Pertanyaan Alvar menghentikan langkah Natala yang baru bergerak tiga langkah.
Dengan berat hati gadis itu berbalik badan dan bertanya, "Jusnya rasa apa?"
"Aku mau jus alpukat ya, Kak."
Natala berbalik badan melanjutkan langkah.
"Gulanya sedikit aja sama airnya jangan kebanyakan!" lanjut Shylla membuat langkah Natala kembali berhenti.
"Ada lagi?" Natala balik badan bertanya.
"Nggak ada, Kak."
Natala kembali melanjutkan langkah.
"Oh ya, Natala!"
Natala menghela napas berat. Dia berbalik badan lagi.
"Nanti jangan terlalu pedas ya, soalnya Shylla ada masalah sama lambungnya, saya nggak mau asam lambungnya kambuh gara-gara masakan kamu yang nggak pakai hati itu," jelas Alvar.
"Iya, Pak."
Natala membalas lemas, dia berbalik badan hendak melanjutkan langkah. Namun lagi-lagi ucapan Alvar membuat gadis itu berbalik badan.
"Saya mau kamu goreng udang juga. Shylla suka sama itu, sama satu lagi. Potongkan buah apel, saya mau makan setelah makan malam."
"Ada lagi?"
"Nggak ada, Kak. Kakak bisa masak dengan tenang," jawab Shylla.
Natala melangkahkan kaki dan kali ini tidak ada panggilan atau suara lagi yang menghentikan langkahnya. Natala dibiarkan sampai ke dapur dan memasak makanan untuk orang jatuh cinta di rumah itu.
"Mau ke mana?" tanya Alvar saat Shylla berdiri.
"Aku mau bantuin Kak Nata. Kasihan dia."
Hal itu mendapat gelengan jelas dari Alvar. Dia menarik tangan Shylla membuat gadis itu kembali duduk di sofa bersebalahan dengan dirinya.
"Kamu nggak perlu repot-repot, biar dia aja yang masak. Aku nggak mau kamu kecapekan dan berakhir sakit. Kamu tau kan, betapa khawatirnya aku saat kamu sakit? Aku nggak mau kamu sakit, Shylla."
Alvar menaikkan tangannya untuk merangkul pundak Shylla. Dia membiarkan kekasih tercintanya meletakkan kepala di pundak kanan miliknya. Alvar menggenggam tangan Shylla sekaligus memberi elusan di bahu perempuan yang dia cinta.
Natala melihat itu dalam diam, tangannya diajak bergerak memasak menu yang mereka pinta tapi mata gadis itu diajak untuk melihat satu demi satu perlakuan romantis Alvar pada kekasihnya.
Entahlah, Natala merasa ada sesuatu yang kelewat perih di tubuhnya. Rasanya seperti ada koyakan besar melihat Alvar begitu leluasa bercanda dan tertawa bersama gadis yang sama sekali tak Natala kenal.
Alvar tidak boleh bersikap seperti ini pada Natala, meskipun mereka berdua tidak memiliki rasa pada satu sama lain tapi tetap saja Natala sekarang adalah istri Alvar. Seharusnya Alvar tidak boleh bermesraan dengan kekasihnya di depan Natala.
Natala menaruh semua menu di meja makan, dia sudah selesai masak. Semua permintaan mereka, mulai dari makanan sampai minuman sudah Natala hidangkan. Kini dia tinggal memanggil dua orang kekasih itu.
"Pak Alvar, Shylla! Makanannya sudah selesai!" jerit Natala.
Alvar dan Shylla bangkit dari duduk mereka. Kedua manusia berpakaian piyama senada itu berjalan ke meja makan. Alvar menyuruh Shylla duduk di sebelahnya. Bahkan Alvar juga menyajikan makanan untuk Shylla. Kentara sekali lelaki itu mencintai kekasihnya.
"Kak Nata, sudah makan?" tanya Shylla. "Makan bareng kita aja," lanjutnya.
"Boleh kan, Sayang?" Shylla menoleh pada Alvar bertanya padanya agar Alvar mengizinkan Natala makan bersama mereka.
"Boleh."
Natala tersenyum, dia duduk di depan Alvar. Mengambil makanan yang sudah dia masaka sendiri. Mereka makan dengan damai. Lebih tepatnya, Alvar dan Shylla saja yang damai. Karena disaat makan malam seperti ini pun mereka masih sempat bermesraan. Mereka saling menyuapi atau bertukar hidangan.
Ingin rasanya Natala muntah di depan mereka. Apa mereka pikir, mereka berdua terlihat keren bersikap romantis di depan Natala? Yang ada Natala merasa jijik melihatnya.
Makan malam sudah selesai. Alvar dan Shylla pergi dari meja makan. Meninggalkan Natala sendiri mencuci tumpukan piring.
"Gila banget emang Pak Alvar!"
Natala sampai di kamarnya mengumpati sikap Alvar dan kekasihnya. Natala mengambil ponsel, dia menghubungi Arsen.
"Kenapa Nat?"
"Pak Alvar gila! Masa dia bawa ceweknya ke rumah. Mana mesra banget mereka, gue kesal banget, bener!"
Natala mengoceh di telepon itu. Mengeluarkan semua kekesalan dan kemarahannya pada Alvar kepada Arsen. Arsen di seberang sana hanya mendengar fokus. Lelaki itu tidak berkomentar karena Natala tidak memberikannya kesempatan untuk menyela.
"Tenang, Nat. Kalau beneran kayak gitu besok gue tanya sama Pak Alvar. Besok Pak Alvar masuk, kan? Gue bakal ngomong face to face sama dia."
Akhirnya Arsen memiliki kesempatan untuk berbicara.
"Lo berani ngomong sama Pak Alvar kayak gitu?"
"Berani lah. Kenapa gue nggak berani."
Pintu kamar Natala terbuka. Natala kelewat terkejut sampai ponselnya terjatuh dari genggaman dan panggilannya dengan Alvar terputus secara tiba-tiba.
"Saya kira kamu sudah berubah menjadi gadis polos, Natala. Ternyata kamu masih sama kejamnya seperti 11 tahun lalu," ujar Alvar melangkah mendekati Natala.
Perasaan Natala gelisah. Dia menelan salivanya payah, dahi Natala mulai dipenuhi peluh. Saat Alvar melangkah maju, Natala melangkah mundur menjauhi Alvar.
Namun saat punggungnya menabrak dinding, di situ Natala tidak bisa bergerak ke mana-mana lagi. Alvar sudah tepat di depannya, Natala terkunci.
"Kamu mau tahu apa yang akan saya lakukan? Mau tahu salah satunya?"
Alvar mencengkram kuat pipi Natala hingga sang empu meraung kesakitan. Alvar melempar tubuh Natala kasar ke atas kasur.
Natala hendak pergi tapi Alvar menarik rambutnya kasar. Alvar menghantam kepala Natala ke dinding berkali-kali, membiarkan gadis dengan piyama putih itu menjerit kesakitan hingga di sela-sela rambutnya keluar darah.
"Yang kamu lakukan pada adik saya lebih dari ini, kan? Jadi ini belum seberapa Natala, seharusnya kamu tidak perlu menangis seperti ini."
Natala berlutut di depan Alvar, menyatukan tangannya memohon ampun pada lelaki di depannya.
"Pak saya minta maaf, saya salah."
Seakan tak peduli, Alvar menarik tangan Natala kasar. Dia menarik Natala keluar dari kamar. Posisi mereka sekarang berada di lantai dua. Alvar menuju ke jendela besar rumahnya.
Dia membuka jendela besar itu, membiarkan mata Natala menengok ke lantai dasar.
"Pak saya minta maaf. Pak jangan lakuin itu, saya minta maaf. Pak Alvar saya minta maaf!"
Alvar melempar Natala dari lantai dua. Gadis itu menjerit ketakutan sampai dia terbangun dari tidurnya dalam keadaan peluh memenuhi semua tubuh. Napas Natala tidak beraturan. Dia takut setengah mati. Mimpi buruk seperti ini membuat Natala gila.
Natala ketakutan di kamarnya dan di ruang tamu dengan lampu menyala Alvar sedang berbicara dengan seseorang lewat panggilan telepon.
"Bapak nggak akan bisa nyakitin, Nata. Karena apa? Karena Nata nggak cinta sama Bapak. Jadi, mau seberapa besarpun usaha Bapak untuk menyakiti Natala itu nggak ada apa-apanya. Karena Nata, nggak pernah cinta sama Bapak."
Arsen berbicara cukup panjang, berharap Alvar akan takut dengan setiap kata-katanya.
"Kenapa memangnya kalau dia tidak mencintai saya? Apa itu masalah?"
"Disakiti oleh orang yang kita sayangi itu sakitnya luar biasa, Pak. Dan saya bersyukur Natala tidak mencintai Bapak, maka dari itu dia tidak akan merasakan sakit yang amat dalam."
Panggilannya selesai. Menyisakan Alvar dengan wajah datar tapi pikirannya berputar memikirkan apa yang harus dia lakukan ke depannya.
Dan di kamar Natala dia menuangkan air untuk minum. Gadis itu masih berusaha menenangkan diri dari mimpi buruknya barusan.
"Kok bisa gue mimpi seram banget sih. Lagipun nggak mungkin Pak Alvar tega ngelakuin itu ke gue."
Natala meletakkan gelasnya ke nakas. Dan disitu dia melihat darah di telapak tangannya. Darah yang tidak tahu dari mana asalnya dan itu menyakitkan juga.
"Masih awal, Natala."
Alvar membuang pisa* kecil ke tempat sampah. Benda tajam yang dia gunakan untuk melukai telapak tangan Natala ketika gadis itu sedang tidur nyenyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments