Penemuan Jasad [Sembilan Belas]

"A-apa ada orang di sana?" Kamalla mengarahkan cahaya ponselnya ke setiap jengkal lemari itu.

Tak ada jawaban dari saja. Lemari itu masih terus berguncang, bahkan lebih hebat dari pada sebelumnya. Gadis itu mulai melangkah mundur karena merasa ada yang tidak beres. Namun langkahnya terhenti bersamaan dengan napasnya ketika ada sebuah tangan hitam dengan kuku-kuku panjang keluar dari balik lemari dan menggapai puncak lemari itu.

Tubuh Kamalla seketika membeku di tempat, wajahnya sama sekali tak bisa dia palingkan. Dia terus menatap tangan yang merayap itu. Perlahan dari sana muncul sosok perempuan begaun putih lusuh dengan rambut gimbal yang sangat panjang. Sosok itu kini merangkak di atas lemari lalu menghadap tepat ke arah Kamalla.

"Astagfirullah," Kamalla mulai komat-kamit membaca doa yang dia baca ketika sosok itu menyeringai dan memamerkan lidahnya yang panjang berwarna hitam.

Ditengah rasa takut yang sudah meliputi Kamalla, tiba-tiba sosok hantu Pak Tua itu muncul tepat di depan lemari itu sambil menangis.

"Tolong saya," Pak Tua itu mengiba pada Kamalla.

Tubuh Kamalla mulai gemetar. Seumur hidupnya, dia tidak pernah merasa setakut ini.

"Tolong!" Pak Tua itu menarik pisau yang sedari tadi bersarang di lehernya, membuat darah segar keluar berceceran di lantai. Sedetik kemudian, hantu Pak Tua itu melempar pisau yang digenggamnya ke arah Kamalla.

Beruntungnya, Kamalla dapat menghindar dengan melompat dan membiarkan tubuhnya jatuh tertelungkup di atas lantai meskipun pada akhirnya mata pisau itu berhasil membuat sayatan kecil di paha kanannya.

"Apa mau kalian sebenarnya?" Kamalla bangkit sambil sedikit tertatih menahan sakit di pahanya.

Sosok perempuan menyeramkan itu meraung seolah menjawab pertanyaan Kamalla. Seiring dengan raungannya itu, tiba-tiba angin yang entah dari mana asalnya mulai berhembus dengan sangat kencang di seisi rumah itu. Kamalla mulai menutupi wajahnya lantaran tak sanggup menahan debu yang mulai bertebaran.

BRAK!

Kedua kaca dari lemari itu hancur berkeping-keping bersamaan dengan angin yang perlahan mereda. Beberapa serpihan kaca itu berhasil melukai lengan dan wajah Kamalla. Perlahan gadis itu menurunkan lengan yang menutupi wajahnya untuk memastikan apa yang sudah terjadi, namun kedua sosok itu sudah menghilang. Kamalla dapat bernapas dengan lega sekarang.

Ternyata rasa lega itu tak berlangsung lama ketika tiba-tiba angin itu muncul lagi bersamaan dengan suara tawa yang melengking dari sosok perempuan itu.

"Aarrrgh!" teriak Kamalla ketika sebuah tangan menarik satu kakinya sampai dia menghantam lantai. Sosok perempuan itu menyeret Kamalla menuju anak tangga.

"Malla!" Bara tiba-tiba muncul dari balik pintu carport. Dengan sigap Bara berlari dan melompat sampai berhasil menggapai kedua tangan Kamalla.

Sosok perempuan itu kembali meraung cukup keras seperti tak terima sampai akhirnya sosok itu lenyap dari hadapan mereka. Seketika itu juga hembusan angin berangsur mereda, menyisakan suara derit pisau milik hantu Pak Tua yang berputar di atas lantai.

"Kamu nggak apa-apa La?" Bara tampak khawatir sambil memapah tubuh gadis itu. Kamalla hanya menggelengkan kepalanya perlahan.

Keduanya kini dialihkan oleh suara pisau yang putarannya kian melambat. Ketika putarannya berhenti, ujung mata pisau itu mengarah tepat ke arah lemari kaca yang sudah kacau berantakan.

"Dia di sana, Pak Tua itu ada di sana Bara!" dengan napas yang masih tersengal Kamalla meyakinkan laki-laki di hadapannya.

...****************...

Atas persetujuan keluarga Hanza, malam itu pihak kepolisian dan beberapa petugas medis didatangkan ke kediaman lamanya. Tentu saja hal tersebut memancing banyak warga dan awak media untuk berbondong-bondong menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi di rumah itu. Petugas kepolisian berhasil mengevakuasi dua kerangka manusia--diduga sebagai pasangan suami istri--dari bawah lantai yang tertutup lemari pigura.

Meskipun jasad yang diduga milik dari hantu Pak Tua itu telah ditemukan, namun alasan kematiannya masih belum terungkap. Hal tersebut akan menjadi tugas dari pihak kepolisian untuk mengusut lebih lanjut.

"Meskipun sejujurnya Ibu sangat khawatir, tapi Ibu bangga sama kamu," Rukmi meletakkan kotak P3K di meja teras usai mengobati luka sisa serpihan kaca dan menutup luka di paha Kamalla dengan perban. "Ibu juga mau ucapin banyak terima kasih ya sama Nak Bara. Makasih karena sekali lagi kamu sudah nolong anak Ibu."

"Saya cuma kebetulan lewat aja kok, Tante."

"Nggak sekalian lo bilang mampir lagi!?" ejek Kamalla.

Bara hanya tertawa mendengar itu. Wajahnya yang tampan sesekali terkena paparan sinar dari lampur rotary milik mobil polisi di ujung sana

"Tolong jaga Kamalla ya Nak," ujar Rukmi seolah tak ada lagi hari esok untuknya.

"Siap! Tanpa perlu diperintah, saya pasti akan jagain Kamalla," Bara melirik gadis di sebelahnya. Kamalla hanya mengulum senyumnya.

"Malla," panggil Bara ketika sang Ibu masuk ke dalam rumah.

"Apa?"

Bara menunjuk sudut bibirnya dengan manja.

"Baru dibilang gitu sama Ibu, udah kurang ajar lo ya!?" Kamalla menatap nanar ke arah Bara.

"Obatin. Kamu lupa tadi siang saya habis ditonjok mantanmu?"

Wajah Kamalla mendadak memerah lantaran salah menduga.

"Tahu dari mana kalau dia mantan gue?"

Bara diam sejenak kemudian mengatakan, "Insting."

"Terus, kenapa lo ngilang seharian? Telepon gue nggak diangkat."

"Kesal," keluh Bara, kemudian dia kembali menunjuk sudut bibirnya dan mendekat ke arah Kamalla. "Kamu lebih perduli sama dia."

"Habis gue kasihan sama Radhit. Hampir aja anak orang lo buat mati," Kamalla mulai menotolkan kain kasa yang sudah dibaluri obat merah di sudut bibir Bara.

"Jadi sama saya nggak kasihan?"

Gadis itu menekan kasa ke sudut bibir Bara yang berhasil membuatnya meringis.

"Sakit," rengek Bara.

"Kalau gue nggak perduli sama lo, buat apa gue terus-terusan hubungin lo?"

Bara tak dapat menutupi wajahnya yang tersipu. Dia hanya mengulum senyumnya perlahan sambil mengalihkan pandangan ke arah depan.

"Makan-makan dong kita?" celetuk Bara.

"Hah?"

"Biasanya kalau ada yang jadian, bakalan ada traktiran dan semacamnya."

Kamalla memutar kedua bola matanya karena baru mengerti maksud perkataan Bara.

...****************...

Pagi harinya, Kamalla yang sebetulnya diizinkan untuk tidak masuk sekolah terpaksa bangun lebih pagi lantaran dering notifikasi dari ponselnya tak berhenti berbunyi. Dengan mata yang masih berat, Kamalla membuka ponselnya. Banyak sekali notifikasi dari Tiktok dan Whatsapp miliknya.

'La, cek tiktok buruan. Lo fyp tuuhh' isi pesan dari Jenny.

'Wihhh malla keren'

'Jadi agen pencari fakta dia sekarang'

'Keren la, salut gue'

'kok berani sih @Agni Kamalla?'

Setelah membuka grup Whatsapp kelas yang berisi beberapa pertanyaan dan pujian dari teman-temannya, Kamalla membuka akun Tiktok miliknya yang tak kalah ramai. Postingan dari salah satu akun berita yang cukup terkenal itu dibanjiri ribuan komentar dari netizen.

"Gue jelek banget disitu," Kamalla meringis malu lantaran melihat cuplikan videonya ketika dia dipapah oleh Bara keluar dari rumah itu.

Dari beberapa spekulasi dan komentar warga Tiktok, Kamalla jadi sedikit tahu misteri dibalik kematian Pak Tua itu. Sepasang suami istri itu diduga telah dibunuh dan dikubur dengan cara tak layak oleh anak kandungnya sendiri. Motif pembunuhan itu masih belum dapat dipastikan karena sang anak belum ditemukan sampai detik ini.

Meskipun pendapat dan informasi dari media sosial tidak bisa sepenuhnya dipercaya, namun Kamalla bisa bernapas lega karena jasad Pak Tua dan istrinya kini dapat dimakamkan dengan layak.

Setelah keluar dari kamar, gadis itu mendapati Bara yang masih tertidur pulas di kursi ruang tamu. Rukmi yang memaksa Bara untuk menginap malam itu.

Cahaya matahari pagi yang merangsek dari celah tirai jendela tepat mengenai wajah laki-laki itu. Membuat kulit wajahnya yang sawo matang terlihat berkilau. Pemandangan itu membuat Kamalla tak bisa melepas tatapannya dari wajah Bara selama beberapa detik.

"Nggak sekolah?" tanya Bara tiba-tiba.

Kamalla mengerjapkan matanya panik lalu berjalan dengan kaki sedikit pincang menuju jendela.

"Nggak," Kamalla menyibak tirai itu dan membiarkan cahaya matahari yang sedari tadi mengintip untuk masuk ke dalam rumahnya. "Lo sendiri nggak kerja?"

"Jam berapa ini?"

"Setengah tujuh."

"Tante belum bangun?" Bara bangkit dari posisinya sambil menyipitkan kedua matanya untuk membiasakan cahaya matahari pagi itu.

"Sebelum ayam berkokok, Ibu gue udah duluan bangun dan pergi ke pasar. Paling sebentar lagi juga pulang."

Gadis itu mulai membuka pintu rumah. Dengan langkah penuh hati-hati, dia duduk di teras dan memandang ke arah rumah kosong yang sudah terpasang garis polisi.

"Sebelum pulang, sarapan dulu. Biasanya Ibu beli jajanan pasar."

Bara menguap di abang pintu sambil menggaruk tengkuknya. "Kamu nekad juga ternyata."

"Kenapa?"

"Padahal saya udah bilang jangan cari tahu soal Pak Tua itu," ujar Bara sambil bersandar di kusen pintu. "Kamu malah nekad masuk ke sana sendiri."

"Emangnya ada apa sama Pak Tua itu?"

"Jawabannya ada pada hantu perempuan yang narik kamu semalam," Bara menyilangkan kedua tangannya di dada. "Sosok itu yang bikin hantu Pak Tua terus neror kamu untuk minta bantuan. Hantu perempuan itu nggak suka kalau kita ikut campur, makanya semalam dia murka. Untung kamu masih bisa selamat."

"Jadi hantu Pak Tua itu cuma diperalat?"

Bara mengangguk. "Oh iya. Katanya kamu mau kasih tahu saya pentunjuk. Petunjuk apa?"

"Tuh 'kan gue sampai lupa."

Belum sempat Kamalla beranjak dari duduknya untuk mengambil sesuatu yang akan dia tunjukkan kepada Bara, sang Ibu sudah keburu datang dari pasar.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!