Rumah Kosong [Enam]

Beberapa hari sejak kejadian Kamalla memergoki Radhit, gadis itu diserang demam hingga memaksanya untuk tidak masuk sekolah. Selama itu dia hanya menghabiskan waktunya berbaring di kamar. Selain untuk mengistirahatkan tubuhnya, tentu saja hatinya yang masih sakit.

"Panasnya sudah turun," kata Rukmi sambil meletakkan telapak tangannya di kening Kamalla. "Makan dulu ya sayang, tadi Ibu buatin kamu bubur."

"Makasih ya Bu. Nanti Malla makan," balas Kamalla dengan suara parau.

"Ya sudah," ujar Rukmi lalu meletakkan semangkuk bubur polos di atas meja rias. Wanita itu kini duduk di tepi dipan "Tadi Nak Radhit ke sini."

Mendengar itu, Kamalla beringsut dari posisinya kemudian menoleh ke arah sang Ibu.

"Tapi sudah Ibu suruh pulang," ujar wanita paruh baya itu sembari membelai rambut Kamalla. "Sampai kapan kamu mau menghindar dari Nak Radhit?"

Kamalla masih terdiam. Kedua bola matanya kembali berkaca.

"Aku ini Ibumu. Tanpa kamu cerita, Ibu tahu kalau kamu sedang ada masalah sama Nak Radhit," kata Rukmi sambil tersenyum. "Kapanpun kamu siap, temui dia. Semua masalah nggak akan selesai kalau kamu pendam sendirian Nak."

Rukmi bangkit dari duduknya kemudian berjalan meninggalkan Kamalla. Sampai suara panggilan Kamalla menghentikan langkah kakinya yang hampir sampai di ambang pintu kamar.

"Malla sayang Ibu."

Mendengar itu, Rukmi melempar senyum tulus ke arah anak semata wayangnya yang masih terbaring. "Kalau sayang Ibu, buburnya dihabisin, terus jangan lupa obatnya diminum lagi."

Kamalla tersenyum sambil mengangguk patuh dan membiarkan Ibunya berlalu.

...****************...

"Ssstt! Ssstt!"

Kamalla menghentikan suapan buburnya sesaat, kemudian menghiraukan bisikan yang dia dengar barusan. Perlahan dia mengunyah bubur yang sejatinya sudah lembut itu, sementara salah satu tangannya masih fokus men-scroll feed tiktok di handphonenya. Sampai tiba-tiba bisikan itu kembali terdengar, kali ini jelas memanggil namanya.

"Ssstt! Ssstt! Kamalla!"

Suara itu tak asing di telinganya. Rasa jengkel bercampur penasaran kini berhasil memancingnya. Kamalla meletakkan handphone dan mangkuk yang masih menyisakan bubur itu ke atas kasur kemudian berjalan keluar kamar.

"Elo!?" tanya Kamalla pada sosok Bara yang entah sejak kapan berdiri di ruang tamu. Gadis itu menoleh ke arah dapur, diujung sana terdengar suara piring yang saling beradu diiringi desiran air keran. Mungkin Ibu sedang mencuci piring, benaknya.

"Mau maling lo ya? Gue miskin!" tekan Kamalla pada laki-laki yang datang tanpa permisi itu dengan suara sedikit berbisik.

Bara sama sekali tak merespon ucapan gadis di hadapannya. Dia justru berbalik dan berjalan cepat keluar rumah. Kamalla yang tidak mengerti, hanya mematung dan mengernyitkan kedua alisnya. Sementara kedua matanya masih tak lepas dari sosok laki-laki itu.

Sadar tak mendapatkan respon dari Kamalla, laki-laki berstelan sama seperti beberapa hari lalu itu menghentikan langkahnya kemudian melambaikan tangan ke arah Kamalla seolah sedang mengajak untuk mengikuti langkahnya.

Meski masih diliputi tanda tanya, Kamalla akhirnya berjalan menyusul Bara seolah ada sesuatu yang mendorongnya untuk mengikuti laki-laki itu.

Bara kembali melanjutkan langkahnya ke arah rumah dua lantai tak berpenghuni yang berdiri kokoh di seberang rumah Kamalla. Dengan sigap Bara membuka gerbang kemudian merangsek masuk melalui pintu yang terletak di ujung carport. Hal tersebut pun dituruti Kamalla. Namun langkah Kamalla terhenti di ambang pintu ketika teriakan Jenny terdengar dari seberang jalan.

"Malla! Lo ngapain disitu?"

Kamalla masih tak menyadari apa yang barusan terjadi. Dia masih terdiam sambil memperhatikan setiap jengkal sudut muka rumah itu. Sedetik kemudian dia mengerjap seolah baru saja terbangun dari mimpi. Gadis itu lantas berjalan ke arah gerbang yang anehnya masih tersegel gembok.

"Lo udah sembuh?" tanya Jenny yang masih lengkap dengan stelan putih abu-abu itu ketika sampai di hadapan sahabatnya.

Kamalla masih sibuk mengguncang gerbang yang jelas-jelas terkunci itu. "Bantuin gue keluar Jen."

"Lah tadi gimana cara lo masuk?"

"Gue juga nggak tahu, Jen."

"Manjat!"

"Hah!?"

"Kalau lo mau nunggu sampai ada yang mergokin lo di rumah orang sih nggak apa-apa."

Kamalla berdecak sebal.

"Ayo cepat! Gue pegangin."

...****************...

"Fix kasmaran ini mah!" seru Jenny kemudian menyandarkan tubuhnya di kursi rotan. Jenny sudah mendengar semua yang dipaparkan oleh Kamalla tentang Bara, termasuk kejadian barusan.

"Ngaco lo, Jen."

"Gimana nggak kasmaran, baru kenal langsung halu ketemu orangnya," ujar Jenny bersemangat. "Sampai lupa ya kalau lagi sakit?"

"Eh ada Nak Jenny. Ibu siapin minum dulu ya Nak," ujar Rukmi memecah keseruan percakapan Kamalla dan Jenny di teras rumah.

"Nggak usah repot-repot Bu, aku nggak lama kok. Cuma mau tahu kondisi Kamalla aja."

"Ya sudah, Ibu lanjut ke belakang lagi ya."

Setelah Rukmi kembali dengan aktifitasnya di dapur, Jenny mencolek bahu Kamalla dengan gemas.

"Apa?"

"Kok bengong? Ganteng nggak?"

"Iih!"

"Kok muka lo jadi merah gitu?" ejek Jenny. Padahal rona wajah gadis di hadapannya masih terbilang biasa saja.

"Gue nggak halu, Jen. Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri kalau dia ke sana!"

"Terus sekarang mana orangnya? Nggak ada 'kan?"

Kamalla terdiam.

"Gue jadi keinget sesuatu," Kamalla menatap lurus ke arah rumah itu. "Tempo hari, lo bilang ada cowok yang nyariin gue 'kan?"

Jenny mengangguk setuju.

"Apa cowok yang lo maksud itu Bara?"

"Oh namanya Bara," ujar Jenny. "Tapi gue nggak yakin sih kalau itu cowok yang sama. Lo 'kan baru kenal sama Bara, sedangkan cowok di seberang sana tetanggaan sama lo."

"Masalahnya Jen," kata Kamalla sedikit bergumam. Pandangannya kembali mengarah pada bangunan kosong di hadapan mereka. "Nggak ada yang tinggal di sana."

"Maksud lo?"

"Rumah itu udah lama kosong."

Kedua mata Jenny mendadak terbelalak diiringi dengan bulu kuduknya yang meremang. "Kok lo baru cerita?"

"Beliii!" teriak seorang bocah laki-laki dari muka warung Kamalla. Teriakannya berhasil membuat kedua gadis itu terperajat. "Beliii!"

"Gila ya. Nyaris jantungan gue," gerutu Jenny. "Biar gue aja, La."

"Nggak usah Jen, gue aja."

"Nanti gue dipecat jadi asisten Ibu lo kalau nggak kerja," ujar Jenny sambil cengengesan.

Usai melayani pelanggan kecil itu, Jenny kembali ke kursi rotan di samping Kamalla.

"Beli apa dia?"

"Ciki dua," jawab Jenny dengan santai sambil menyerahkan selembar uang lima ribu kepada Kamalla.

"Kembalinya?"

"Nggak kembali."

"Jenny!!" seru Kamalla gemas. "Ini masih kembali tiga ribu!"

"Hitung-hitung kompensasi karena dia hampir bikin gue jantungan hehe."

Kamalla menggelengkan kepalanya. "Ngomong-ngomong, Jen."

"Hm?"

"Lo ngerasa ada yang aneh nggak sama rumah itu?"

"Setelah gue tahu kalau rumah itu kosong dan kejadian cowok misterius yang tahu-tahu masuk kesana," ujar Jenny sedikit menggebu. "Lo masih nanya ke gue rumah itu aneh apa nggak!? Horror La, bukan aneh lagi!"

"Lo inget 'kan kalau akhir-akhir ini gue sering ngerasa ada yang ganggu?"

"Iya, dan gue masih yakin itu semua ada hubunganya sama si monyet."

"Kita kesampingkan dulu soal Monik," Kamalla menatap lurus ke arah Jenny. "Gue ngerasa ada sesuatu yang ngajak gue untuk ke rumah itu, kayak nyuruh gue untuk masuk ke sana. Lo mau 'kan bantuin gue?"

"Kalau lo minta bantuan gue buat buktiin soal Monik yang ngirim 'sesuatu' ke lo, gue masih mau. Tapi kalau soal rumah itu, nggak deh La."

"Cowok misterius yang nyari gue dan sosok Bara yang gue lihat tadi, semuanya mengarah ke sana. Pasti ada sesuatu sama rumah itu."

"Terus lo mau apa?"

"Kita ke sana."

"Nggak!" seru Jenny dengan cepat. "Kita berdua cewek, kalau ada apa-apa gimana?"

"Kita nggak berdua, tapi bertiga!"

"Sama Kia?" tanya Jenny. "Yang ada tuh anak malah kesurupan."

Mendengar nama itu, napas Kamalla mendadak tercekat dan raut wajahnya berubah sendu seketika.

"Lo kenapa La? Kok kayak sedih gitu?"

Kamalla menggelengkan kepalanya dengan cepat sambil berusaha menahan tangisnya. "Gue cuma kangen Kia. Kangen lo berdua."

"Gue sampai lupa. Tadi Kia titip salam, katanya nggak bisa ke sini karena ada perlu," tutur Jenny. "Makanya lo cepat sembuh, biar bisa masuk sekolah lagi."

"Besok gue udah bisa masuk kok," kata Kamalla. Kemudian gadis itu berbisik. "Jadi Jen, malam ini kita ke rumah itu ya."

"Masih bahas rumah itu," kata Jenny sedikit kecewa. "Gue kira lo udah lupa."

"Gue penasaran, Jen. Sebenarnya ada apa sih sama rumah itu sampai gue diterror kayak kejadian tadi? Terus siapa cowok yang nyariin gue waktu itu?"

"Oke deh kali ini aja," kata Jenny akhirnya. "Terus selain gue, lo mau ajak siapa lagi?"

"Gue tahu siapa orang yang tepat," kata Kamalla akhirnya sambil kembali menatap rumah kosong itu.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!