Perjalanan Menegangkan [Tiga Belas]

Pagi itu suara ketukan pintu berhasil membangunkan tidur Kamalla. Gadis itu mengerjapkan kedua matanya sambil berusaha membiasakan pandangannya. Setelah matanya benar-benar terbuka, Kamalla merasakan pusing di kepalanya. Ternyata setelah kejadian bertemu Pak Tua itu, dia tertidur semalaman di lantai dapur.

"Assalamualaikum," ucap salam seorang laki-laki dari arah luar.

"Wa'alaikumssalam," balas Kamalla setelah membukakan pintu.

Laki-laki itu menautkan kedua alisnya lantaran melihat kondisi gadis di hadapannya yang begitu berantakan.

"Kenapa lo ngelihatin gue begitu?"

Bara terkekeh geli sampai akhirnya terdiam ketika menyadari tatapan tajam dari Kamalla.

"Katanya jam tujuh berangkat, tapi jam segini masih belum mandi," ujar Bara sambil menahan tawa.

Kamalla yang nyawanya belum terkumpul itu akhirnya menyadari bahwa dia masih mengenakan seragam sekolah. Ditambah lagi dengan kondisi rambutnya yang tak beraturan membuat wajahnya memerah menahan malu.

"Udah sana mandi dulu," lanjut Bara.

Tepat pukul delapan pagi, Kamalla dan Bara akhirnya bertolak menuju Semarang dengan mengendarai motor milik Bara. Namun belum genap tiga puluh menit, Bara menghentikan laju motornya.

"Kenapa berhenti?" tanya Kamalla.

"Bannya bocor. Emangnya nggak kerasa?"

"Nggak," jawab Kamalla seraya turun dari dari boncengan.

Mereka akhirnya berjalan sambil menuntun motor untuk mencari bengkel terdekat. Kurang dari sepuluh menit akhirnya mereka menemukan bengkel yang baru buka. Selagi menunggu motornya diperbaiki, Bara mengajak Kamalla untuk sarapan di kedai nasi uduk yang kebetulan bersebelahan dengan bengkel itu.

"Kamu belum cerita," ujar Bara sambil mengunyah makannya. "Kamu ngajak saya ke Semarang ada perlu apa?"

"Ke rumahnya Pak Dirga."

"Oh. Kirain mau ngajak saya kawin lari," jawab Bara.

Gadis yang mengenakan sweatshirt berwarna cokelat susu itu hanya diam sambil memutar bola matanya.

"Bukannya kata Tante rumah Pak Dirga di Serang?" tanya Bara lagi.

"Iya, ternyata lebih jauh."

"Memang rada mirip sih, Semarang dan Serang," imbuh Bara. "Kurang 'ma' aja jadi salah arah. Kalau saya tanpa kamu jadi apa?"

"Jadi apa?" tanya Kamalla.

"Jadi hilang arah," jawab Bara sambil terkekeh kemudian lanjut menyuapkan sesendok nasi dan potongan semur tempe ke mulutnya. Untuk pertama kalinya Kamalla ikut tertawa mendengan candaan Bara barusan.

Usai menyantap kudapan pagi dan memastikan ban motornya terganti, mereka kembali melanjutkan perjalanan.

...****************...

"Ini pertama kalinya saya jalan jauh pakai motor," ujar Bara sambil menyesap kopi panas dari papper cup yang dia genggam.

"Emang paling jauh ke mana?"

"Ke Bandung, sama teman-teman saya."

"Teman-teman sesama tukang bengkel?" tanya Kamalla.

"Iya, komunitas bengkel Jabodetabek."

Usai meminum minuman kemasan, Kamalla tampak kagum mendengar ucapan Bara barusan. "Hebat ya, bengkel aja punya komunitas."

Bara terkekeh geli lantaran gadis di hadapannya ternyata mengaggap serius omongannya.

"Kok ketawa?" tanya Kamalla yang kemudian ditanggapi sebuah gelengan kepala dari Bara.

Setiap tiga jam, mereka sepakat untuk beristirahat sekedar untuk mendinginkan mesin atau mengisi bahan bakar. Sore itu merupakan kali ketiga mereka kembali beristirahat. Kali ini mereka memutuskan rehat di depan sebuah mini market sebelum melanjutkan perjalanan. Jika dilihat dari peta, butuh sekitar dua jam lagi untuk dapat tiba di kota tujuan.

"Kamalla, sebenarnya ada lagi yang mau saya tanya," ujar Bara. "Tapi nggak perlu kamu jawab kalau sekiranya saya nggak perlu tahu."

"Tanya aja. Gue bukan orang penting yang mau jawab pertanyaan semau gue."

"Mmm.." gumam Bara.

"Satu.. Dua.." ujar Kamalla seolah memaksa laki-laki itu agar segera mengungkapkan pertanyaannya.

"Oh udah bisa ngejek ya!?"

"Lagian mau nanya aja mikir dulu. Harusnya gue yang mikir jawaban," kata Kamalla. "Mau nanya apa?"

"Saya lihat kamu segitu niatnya nyari tahu soal Pak Dirga. Sampai jauh-jauh ke luar kota," ujar Bara. "Memangnya ada hal penting apa?"

Kamalla tak lantas menjawab pertanyaan itu. Dia hanya menatap lurus ke jalan raya lalu menghela napas panjang.

"Nggak apa-apa kok kalau kamu nggak mau jawab," lanjut Bara. "Lagian saya di sini cuma mau bantu, bukan mau kepo soal urusan kamu."

"Lo tahu 'kan kalau gue cuma tinggal berdua sama Ibu?" tanya Kamalla seraya menoleh ke arah laki-laki di sebelahnya. "Cuma Ibu satu-satunya orang yang gue punya di dunia ini."

Bara hanya diam sambil menatap Kamalla.

"Selama ini gue nggak pernah maksa Ibu buat cerita soal Ayah lebih jauh. Walaupun gue sadar kalau ada yang Ibu tutupin dari gue," lanjut Kamalla. "Gue nggak pernah nanya kemana sebenarnya Ayah gue pergi, soal Kakek atau Nenek gue, dan soal keluarga dari Ibu. Karena setiap kali gue sebut soal Ayah aja, muka Ibu gue langsung berubah sedih."

Tanpa ada niatan buruk, Bara menyentuh pergelangan tangan Kamalla dengan lembut. Seolah dengan cara itu dia bisa mengirimkan energi baru kepada gadis yang wajahnya sendu itu.

"Rasa penasaran gue tentang semua itu kalah sama rasa sayang gue ke Ibu. Makanya gue nggak pernah mau nanya lebih jauh soal itu semua," jelas Kamalla. "Sampai terror-terror yang gua alamin seolah nuntun gue untuk cari tahu semuanya."

"Terror?" gumam Bara. "Apa ini ada hubungannya sama sosok hitam itu?"

"Gue nggak tahu. Tapi yang jelas sekarang, gue harus temuin keluarga Pak Dirga. Karena mereka pasti tahu soal masa lalu keluarga gue."

"Ah ngomong-ngomong soal Pak Dirga," seru Bara seraya melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. "Kayaknya kita harus jalan sekarang, keburu kemalaman."

...****************...

Bulan sudah berganti tugas dengan matahari. Cahayanya yang temaram tak sanggup menembus kabut tipis malam itu. Di tengah jalan beraspal yang membelah rimbunnya hutan, terlihat sepasang remaja tengah berboncengan mengendarai motor. Jarak pandangnya begitu terbatas lantaran kabut tipis yang mengharuskan mereka untuk menurunkan laju kendaraan.

"Ini benar jalannya 'kan?" tanya Bara memastikan pada gadis diboncengannya.

"Kalau dilihat dari maps sih, cuma ini jalan satu-satunya."

Bara menghentikan laju motornya di tepi jalan. Keduanya pun turun dari motor.

"Ada apa?" tanya Kamalla bingung.

"Coba saya lihat mapsnya," ujar Bara. Gadis di hadapannya lantas menyodorkan handphone miliknya. "Biasanya cewek suka nggak benar kalau baca maps."

Kamalla mendengus sebal mendengar ucapan Bara barusan, sedetik kemudian dia menginjak kaki laki-laki itu.

"Arrgh!"

"Enak?"

"Sakit," ujar Bara masih sambil meringis. Selanjutnya dia memfokuskan pandangannya pada layar ponsel itu. "Tuh kan, ini mapsnya nggak jalan. Sinyalnya aja nggak ada."

"Masa sih?" tanya Kamalla sangsi, kemudian merebut ponselnya kembali. "Tapi kayaknya emang cuma ini jalan satu-satunya."

"Iya saya juga tahu," kata Bara frustasi setelah dia mengecek ponsel miliknya yang ternyata tak menangkap sinyal juga. "Tapi apa kamu sadar kalau kita udah lewatin jalan ini sebanyak tiga kali?"

"Kalau mau bercanda, ini bukan waktu yang tepat."

"Emang saya kelihatan lagi bercanda ya?" tanya Bara kemudian mendekatkan wajahnya beberapa senti ke wajah gadis di hadapannya.

Kamalla mendadak mematung. Jantungnya mendadak berdegup cepat. Meskipun kondisi saat itu kurang pencahayaan, namun gadis itu dapat dengan jelas melihat wajah tampan laki-laki di hadapannya.

"Ih apaan sih!" seru Kamalla seraya mendorong tubuh Bara.

"Ya abisnya kamu nggak percaya."

"Lo 'kan keseringan bercanda."

"Kamu lihat pohon besar itu?" tanya Bara sambil menunjuk sebuah pohon besar di seberang jalan. "Saya ingat banget udah ngelewatin itu berkali-kali."

Dada Kamalla kembali berdegup cepat ketika menyadari kebenaran yang diucapkan oleh Bara. Namun degupan jantungnya kali ini berbeda dari sebelumnya. Kali ini seperti ada rasa ngeri yang tiba-tiba mengepung dirinya.

"Terus sekarang gimana?" tanya Kamalla.

"Kamu nggak usah panik. Kita diam dulu di sini sampai ada mobil yang lewat, setelah itu kita ikutin arah mobil itu."

"Kalau nggak ada mobil yang lewat gimana?"

"Jangan mikir kekhawatiran yang belum tentu ada."

"Gue cuma mikir hal terburuknya aja," dengus Kamalla. "Nggak mungkin 'kan kita nunggu di sini sampai pagi?"

"Justru itu, disaat kayak gini buang jauh-jauh pikiran buruk."

Di tengah perdebatan itu, seketika muncul cahaya dari ujung jalan yang membelah kabut.

"Nah ada 'kan?"

Mereka kembali mengendarai motor dan melaju beberapa meter di belakang sebuah truk pengangkut barang. Namun hal tersebut tak berlangsung lama ketika dengan tiba-tiba mereka kehilangan jejak truk itu yang seolah hilang ditelan kabut malam.

"Aneh," gumam Bara dengan masih terus melajukan motor.

Kamalla yang juga menyaksikan kejadian barusan hanya bisa pasrah dan memberikan isyarat kepada Bara untuk terus jalan.

"Apa lagi ini?" gumam Bara kembali ketika dia menoleh ke arah spion. Tepat dari arah belakang tampak sebuah motor sedang melaju mendekatinya dengan kecepatan tinggi. "Kamalla pegangan!"

Mendengar perintah Bara, gadis itu menoleh ke arah belakang--dimana ada dua orang sedang berboncengan dengan satu orang lainnya sedang mengangkat senjata tajam yang cukup panjang--kemudian dengan cepat memeluk tubuh Bara dengan sangat kencang.

"Berhenti!" teriak salah seorang laki-laki dari motor itu.

"Pegangan yang kuat, La!" seru Bara sambil memutar gas.

Tepat setelah motor itu benar-benar berada disamping kanan, Bara mengarahkan kemudinya ke arah kiri lalu kembali ke kanan.

BRAKK!!

Sebuah tendangan cukup keras berhasil dilayangkan Bara, membuat kedua orang itu tumbang dan terseret beberapa meter di atas aspal. Tanpa pikir panjang lagi, Bara kembali menancapkan gasnya meninggalkan komplotan penjahat itu.

Setelah dirasa cukup jauh, Bara mengarahkan kemudinya keluar dari jalur dan sedikit masuk ke dalam hutan.

"Sementara kita di sini dulu," ujar Bara seraya mematikan mesin motornya. "Mereka pasti nyari kita."

Kamalla mengangguk patuh lalu mengikuti Bara yang duduk di atas rumput liar. Dengan napas yang saling memburu, mereka memperhatikan jalan aspal di luar sana. Suasana begitu hening, hanya terdengar suara binatang malam yang saling bersahutan.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!