Menaruh Curiga [Dua]

Pukul tiga sore. Waktu yang dinantikan para siswa SMA Pelita Bangsa. Tiap-tiap kelas riuh ketika bell yang menandakan usainya pelajaran hari ini berbunyi, kecuali kelas sebelas IPA 1.

"Bagi yang mau pulang, silahkan pulang," ujar Bu Dhamayanti dengan lantang ketika mendapati beberapa siswa mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Tentu saja mereka iri dengan siswa atau siswi lain yang berbondong-bondong memadati aula parkir dan gerbang sekolah untuk pulang. "Tapi jangan ada yang protes kalau nama kalian tidak ada dalam daftar ujian semester ini!" tambahnya.

Beberapa siswi dan siswa tampak menggerutu dan berbisik-bisik ke kawan sebangkunya lantaran kesal.

"Kita datang terlambat dihukum, tapi pulang nggak bisa tepat waktu!" Seru salah satu siswa yang duduk di sudut kelas. Sontak seisi kelas menjadi gaduh bak pasar malam. Mereka saling melempar pendapat membenarkan ucapan Dani barusan, beberapa siswa lain ada yang bersorak dan memukul-mukul meja.

"Diam!" Bentak guru matematika yang terbilang cukup senior dengan julukan guru killer di sekolah itu. Kini ruangan itu seketika menjadi hening, hanya menyisakan suara jarum jam yang sudah menunjukkan pukul tiga lewat sepuluh menit.

"Yang masih mau protes silahkan keluar!" Bu Dhamayanti menunjuk pintu kelas yang setengah terbuka dengan suara bergetar. "Dani! Keluar kamu!"

Mendengar perintah itu, tanpa ragu Dani menata buku yang ada di hadapannya dan memasukkan ke dalam tas. Sedetik kemudian dia berjalan ke luar kelas tanpa sepatah kata.

Bu Dhamayanti kembali duduk di kursinya. "Siapa lagi yang mau nyusul Dani?"

"Gila ya si Dani," bisik Kamalla pada Jenny yang duduk di sebelahnya. Jenny tak menggubris ucapan Kamalla barusan, dia malah menyodorkan bola kertas ke arah Kia yang duduk tepat di belakangnya. Hal itu tidak Kamalla sadari, namun tidak dengan Bu Dhamayanti.

"Jenny!"

"I-iya Bu."

Seketika jantung Jenny berdegup kencang. Beberapa pasang mata siswa mendadak tertuju padanya. Mimik wajahnya pun tidak kalah tegang dengan siswa lain. Bagaimana tidak, selama ini Jenny dikenal sebagai siswi yang pendiam dan memiliki kemampuan akademik cukup bagus. Jadi mendapat teguran dari guru yang ditakutkan adalah hal yang mengejutkan bagi mereka, kecuali Kia saat itu. Kia sedang fokus membuka bola kertas dengan perlahan.

"Tolong kamu pimpin doa pulang ya Jen, Ibu mendadak pusing. Materinya dilanjut besok saja."

Jenny menghembuskan napas lega.

"Sip! Sip!" Seru Kia setelah membaca pesan bertuliskan 'Seperti rencana awal' dari secarik kertas lusuh itu.

"Apanya yang 'sip', Kia?"

"Ah nggak Bu. Maksudnya.. Iya! Jenny pimpin doa." Jawab Kia kikuk.

Seisi kelas menjadi ramai dengan tawa. Suasa kembali mencair kala itu. Sementara Bu Dhamayanti hanya tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya perlahan.

Setelah doa yang dipimpin oleh Jenny selesai, para siswa bergegas mengosongkan ruangan kelas yang merupakan kelas terakhir yang baru diperbolehkan pulang sore itu. Sebetulnya ada untungnya juga pulang lebih lambat dibanding kelas lain karena aula sekolah menjadi lebih lengang, tidak dipenuhi oleh motor atau siswa yang berebut untuk keluar dari gerbang sekolah.

Sore itu mentari sudah bersiap pergi ke peraduan, menyisakan cahaya keemasan yang hangat menyentuh kulit Kamalla yang saat itu sedang menunggu angkutan umum di trotoar depan sekolah.

"Daaah!" seru Kamalla sambil melambaikan tangan ke arah Jenny yang berada tepat di seberang jalan. Sedetik kemudian Jenny sudah hilang bersama laju angkutan berwarna putih itu.

Tidak seperti janjinya pagi tadi, sore ini Radhit mengirimkan pesan singkat pada Kamalla melalui whatsapp bahwa dia tidak bisa mengantarnya pulang karena ada keperluan mendesak. Tentu Kamalla tidak mempermasalahkannya, karena dia tahu bahwa hal itu bukan merupakan kewajiban Radhit sebagai pacar. Lagi pula sejauh ini Radhit sudah cukup menjadi pasangan yang baik untuknya.

"Malla, gue duluan ya. Malam ini gue sama Jenny pasti datang," ujar Kia yang baru saja menghentikan laju motor maticnya di hadapan Kamalla.

"Awas aja kalau nggak datang! Ntar Ibu gue nggak ngebolehin lo main lagi ke rumah gue."

"Ih! Itu mah aturan dari lo ya! Ibu lo nggak mungkin begitu."

Kamalla hanya tekekeh geli. "Ya udah sana gih."

"Eh gue tungguin sampe lo dapat angkot deh, baru lanjut jalan," ujar Kia kemudian memutar kunci sampai deru motor biru itu berhenti.

"Nggak usah Ki. Paling sebentar lagi juga datang angkotnya."

"Beneran nih? Lo nggak apa-apa gue tinggal sendiri?"

"Iya Helkia. Gue udah gede. Lagian ini juga masih sore kok."

"Hmm.. Ya udah kalau gitu, gue duluan ya. Daaah Kamalla!"

Kia memutar kunci itu lagi, menstarter, kemudian tancap gas dari hadapan Kamalla. Kini Kamalla sendiri lagi menunggu angkutan umum yang tak kunjung datang. Sampai pada akhirnya dia dihampiri seekor kucing hitam jantan yang bermain-main di kedua kakinya.

"Hey! Gembul banget kamu," ujar Kamalla sambil merendahkan tubuhnya kemudian mengelus punggung hewan menggemaskan itu.

Kucing itu berkali-kali mengitari kaki Kamalla seolah berharap diajak main. Kamalla masih terus mengelus punggung kucing itu sambil sesekali memainkan dagunya dengan jari. Sejurus kemudian kucing itu menggeram ketika sebuah mobil sedan berwarna silver berhenti tepat di hadapan Kamalla. Kamalla tahu betul siapa pemilik mobil itu. Ya, Monika Adrian.

Kamalla kembali menegakkan tubuhnya ketika jendela mobil itu terbuka.

"Ngapain lo di situ?" tanya Monika dengan nada suara agak ditinggikan agar lawan bicaranya dapat menangkap. Kamalla menoleh ke kanan dan kiri.

"Lo ngomong sama gue?"

"Iya lah! Masa sama kucing itu."

Kucing hitam yang sedari tadi tidak berhenti menggeram itu kini berdiri tepat di depan Kamalla. Kali ini hewan itu mendesis seolah sedang menghadapi musuh. Monika yang menyaksikan tingkah aneh kucing itu hanya menautkan alisnya ngeri. Sementara langit yang tadinya cerah mendadak mendung.

"Kucing aja takut sama lo Nik," ujar Kamalla sambil tersenyum.

"Gue lagi nggak pengen berdebat. Ayo naik, udah mau hujan tuh!"

Kamalla terdiam. Dia berusaha mencerna situasi yang ada. Entah kesurupan malaikat dari mana sampai Monika yang biasanya menyebalkan itu mendadak baik dan menawarinya tumpangan. Namun kali ini tidak ada pilihan lain, karena langit perlahan mulai menitikkan air hujan satu demi satu. Pada akhirnya Kamalla berhasil mengalahkan egonya untuk tidak menuruti ajakan Monika. Dia merangsek masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Monika. Sementara di luar sana hujan turun dengan derasnya.

Sebelum mobil itu melaju, Kamalla sempat menoleh ke arah jendela untuk memastikan kucing hitam itu. Namun kucing itu sudah tidak ada di sana.

...****************...

"Happy birthday ya La," ujar Monika memecah keheningan. Kamalla yang mendengar itu hanya mengarahkan ekor matanya ke gadis di sampingnya yang sedang mengendalikan stir.

"Thanks nik. Tapi ulang tahun gue masih besok," Kata Kamalla akhirnya.

"Ini kanan atau kiri ya?" tanya Monika.

"Kiri. Nanti pas perempatan, ambil kanan ya."

Monika hanya mengangguk paham kemudian melanjutkan laju mobilnya sesuai arahan Kamalla.

"Tadi gue ketemu teman lo di parkiran sekolah. Dia yang ngasih tahu gue kalau lo ulang tahun. Gue kira hari ini."

"Siapa? Kia maksud lo?"

"Yang pakai jepit rambut bulu-bulu warna pink."

"Namanya Kia," jawab Kamalla. Bukankah harusnya kelas Monika sudah pulang lebih awal? Lagi pula letak parkiran mobil dan motor terpisah. Mana mungkin mereka bisa bertemu di satu tempat parkir kalau bukan salah satu dari mereka yang memang sengaja untuk bertemu. Benak Kamalla.

"Oh iya, La. Soal tadi siang, sebenarnya masih ada yang mau gue omongin sama lo."

"Kalau masih soal Radhit, kayaknya sekarang bukan waktu yang tepat buat bahas itu," pungkas Kamalla. Jelas dia tahu arah obrolan itu, pasti akan berujung pada perdebatan sengit. Dia tidak mau kalau akhirnya sampai diturunkan dipinggir jalan hanya karena masalah Radhit. Mengingat hujan di luar sana turun cukup deras.

"Nah, di ujung jalan itu belok kanan ya nik. Rumah gue ada di sebelah kiri," ujar Kamalla berusaha mengalihkan topik obrolan.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!