Terror Belum Usai [Empat Belas]

Dalam pekat dan dinginnya malam, dua orang remaja tampak bersembunyi dalam rimbun semak belukar tepi hutan. Napas keduanya saling memburu diiringi dengan degub jantung yang masih terpacu dengan cepat.

"Yuk!?" ajak Bara setelah beberapa menit motor komplotan pembegal itu berlalu.

Gadis di sebelahnya tak menyahut. Kedua matanya lurus ke depan. Dia masih diam lalu meremas telapak tangan Bara dengan sangat kuat. Hal itu berhasil membuat Bara terduduk kembali di atas rumput.

"Oh," ujar Bara ketika menyadari ada sosok yang tengah berjalan di tepi seberang jalan. Laki-laki itu hanya menghela napas menyaksikan wujud dari sosok itu.

"Gue nggak sanggup lihatnya," ujar Kamalla seraya menyembunyikan wajahnya di lengan Bara.

Berbanding terbalik dengan gadis di sebelahnya, Bara justru tak bisa melepas pandangannya dari sosok itu. Sosok yang jelas bukan manusia itu memiliki wujud yang sangat mengerikan, kepalanya hanya tersisa separuh mulai dari pangkal atas hidung sampai dagu, lengannya hanya ada satu di sebelah kanan, sementara langkahnya agak menyeret satu kakinya.

"Udah pergi," ujar Bara pada Kamalla ketika hantu itu benar-benar berlalu dari pandangannya. "Kita bisa lanjut lagi."

Kamalla menoleh ke sebarang jalan lalu menghela napas lega.

Perlahan Bara bangkit dari duduknya tanpa melepaskan genggaman tangannya dengan Kamalla. Sementara itu Kamalla bangkit sambil berpegangan pada sebatang pohon berdiameter sedang sebagai tumpuan.

Setelah keduanya bangkit, Kamalla baru merasakan ada yang aneh pada batang pohon itu. Pohon itu terasa begitu dingin dan memiliki tekstur kasar.

"Bara ayo buruan!" seru Kamalla ketika menyadari bahwa benda yang dia sentuh itu bukanlah sebatang pohon, melainkan sebuah kaki yang begitu keras seperti tulang yang hanya dibalut oleh kulit bersisik.

"Kamu kenapa? Kok panik?" tanya Bara.

Kamalla tak menjawab pertanyaan itu. Rasa penasaran justru menuntunnya untuk menoleh ke atas. Betapa terkejutnya dia ketika mendapati sesosok makhluk kurus setinggi lebih dari lima meter. Mulutnya yang lebar itu menyeringai ke arah Kamalla.

"Astagfirullah!" seru Bara ketika melihat sosok itu juga. Dengan cepat dia menarik Kamalla untuk segera naik ke atas motor. Sialnya motor itu sulit sekali dinyalakan.

"Bara cepat!"

"Iya ini juga lagi usaha."

Setelah beberapa kali percobaan, motor itu akhirnya menyala. Bara langsung putar balik dan tancap gas menerobos semak belukar dan kembali ke jalan raya. Sementara itu terdengar tawa yang begitu keras dari hutan tadi.

...****************...

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat empat belas menit ketika Kamalla melirik jam dari handphone miliknya. Jika mengingat estimasi jarak tempuh, seharusnya mereka sudah tiba di kota tujuan sekitar pukul tujuh malam. Namun malam itu mereka masih saja berkutat di jalan yang sama seperti sebelumnya.

"Nggak masuk akal!" seru Bara kesal.

"Ya udah kita istirahat lagi aja," ujar Kamalla menenangkan. Sejujurnya dia juga kesal dengan kondisi ini. Namun apa boleh buat, jika terus memaksakan, entah sampai berapa kali lagi mereka harus melintasi jalan yang sama. Mengingat bahan bakar mereka semakin menipis.

"Nggak usah, kita lanjut aja," pungkas Bara. "Sepanjang jalan kita terus berdoa, jangan putus."

Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan malam itu sambil merapalkan bacaan doa yang mereka bis. Semakin lama mereka melintasi jalan, kabut pekat itu perlahan menghilang. Motor itu terus melaju membelah dinginnya malam yang semakin menusuk tulang. Sampai pada akhirnya Bara kembali menghentikan laju motornya secara mendadak. Efek dari rem dadakan itu membuat gadis di belakangnya menubruk punggung Bara.

"Duh! Kenapa?" tanya Kamalla sebal.

Bara tak menjawab pertanyaan itu. Sedetik kemudian Kamalla baru menyadari ada seorang nenek yang membawa sebuah bakul anyaman tengah menyebrang jalan.

"Jangan berhenti berdoa," perintah Bara.

"Iya."

Sebenarnya mereka bukan remaja yang acuh. Namun di tengah hutan dan malam-malam begini rasanya perlu seribu kali berpikir untuk menolong nenek tua itu menyebrangi jalan.

Dengan mesin motor yang masih menyala, mereka diam di tengah jalan menunggu nenek itu benar-benar sampai di tepi jalan. Selama sosok nenek itu menyebrang, waktu terasa begitu lama. Di tengah keheningan itu, Bara menangkap suara isak tangis dari arah belakangnya.

"Kamu dengar nggak?"

"Apa?" tanya Kamalla.

"Ada suara cewek nangis."

"Itu gue yang nangis," jawab Kamalla frustasi sambil sedikit terisak. "Gue capek Bar. Kenapa kita terus diganggu begini?"

"Wajar kok, kita cuma numpang lewat di tempat mereka."

"Tapi mau sampai kapan?"

"Udah jangan nangis, neneknya udah nggak ada tuh," ujar Bara kemudian melajukan motornya kembali.

Setelah berpapasan dengan sosok nenek itu, mereka tak lagi mengulang jalan yang sama. Kali ini jalan yang mereka lalui sudah kembali normal dan terror-terror dari makhluk tak kasat mata itu tidak muncul lagi sampai mereka tiba di persimpangan jalan menuju kota.

Semenjak kejadian-kejadian yang mereka alami, Kamalla tak lagi bersuara. Dia hanya diam menikmati perjalanan.

"Seru nggak tadi?" tanya Bara mencoba mencairkan suasana ketika mereka sudah ada di kota tujuan.

"Seru apanya?"

"Yang tadi," sahut Bara. "Wahana hantu gratis."

Kamalla melayangkan cubitannya dipinggul Bara.

"Aw!"

"Nggak lucu tahu!"

Bara terkekeh geli sambil terus melajukan motornya membelah kota Semarang yang saat itu sudah mulai lengang.

...****************...

"Bara, tunggu dulu," ujar Kamalla. Bara yang kala itu hendak mengetuk pagar besi berwarna hitam itu mendadak menghentikan niatnya.

"Kenapa? Salah alamat?"

"Bukan. Kalau dari alamat yang tertera di sini sih, udah benar ini rumahnya," jawab Kamalla sambil menyapu pandangan pada rumah dua lantai di hadapannya.

Rumah yang diperkirakan milik keluarga Pak Dirga itu memiliki pekarangan luas yang berisikan tanaman bunga. Di sebelah kanannya terparkir sebuah mobil yang berdampingan dengan motor berwarna hitam di atas carport berlantai konblok segi enam.

"Terus kenapa?" tanya Bara bingung.

"Apa nggak masalah kalau kita bertamu jam segini?"

"Kalau kita mau nginap di hotel dulu sih ya boleh-boleh aja," ujar Bara. "Besok pagi baru kita ke sini."

Kamalla menginjak kaki Bara dengan keras.

"Argh! Kenapa lagi?"

"Masa kita nginap di hotel berdua!?"

"Kamarnya dipisah lah," kata Bara sambil masih sedikit meringis. "Emang saya bilang satu kamar?"

"Habisnya lo ambigu," keluh Kamalla.

"Ya udah, sekarang mau gimana?" tanya Bara. "Kalau ribut-ribut di sini, yang ada nanti disangka mau maling."

Belum sempat Kamalla menjawab, tiba-tiba pintu rumah itu dibuka dari dalam. Tampak seorang laki-laki berusia dua puluh tahunan keluar dari rumah itu kemudian menghampiri dua remaja di depan rumahnya.

"Cari siapa malam-malam begini?"

Kamalla tak lantas menjawab. Dia hanya mematung seraya menatap laki-laki yang baru dia temui itu.

"Sebelumnya mohon maaf ya Mas, udah mengganggu," ujar Bara. "Kita ke sini mau ketemu Pak Dirga."

Laki-laki pemilik rumah itu menautkan kedua alisnya seraya memandang kedua remaja itu secara bergantian.

"Perkenalkan, saya Kamalla dan ini teman saya, Bara," ujar Kamalla sesopan mungkin. "Maaf sebelumnya, apa Mas ini Mas Hanza?"

"Bukan," ujarnya begitu dingin. "Kalian salah alamat."

"Tapi alamat ini?" tanya Kamalla seraya menyodorkan secarik kertas berisikan alamat itu.

"Alamatnya benar, tapi saya bukan Hanza, dan ini bukan rumah Pak Dirga."

"Nggak mungkin Mas. Masnya pasti bercanda deh," kata Kamalla dengan suara bergetar menahan tangis.

"Udah La, yuk kita pulang aja," ujar Bara menenangkan. "Maaf ya Mas sudah ganggu waktu istirahatnya. Kami permisi dulu."

"Ya, hati-hati," jawab laki-laki itu kemudian kembali masuk ke dalam rumah.

Kamalla akhirnya menuruti ajakan Bara. Dengan rasa kecewa mereka berjalan menuju motor yang diparkirkan di seberang jalan itu. Sesekali Kamalla memandangi rumah itu berharap kalau laki-laki itu kembali memanggilnya, kemudian mengatakan bahwa ini semua hanya lelucon dan dia adalah Hanza anak Pak Dirga. Namun semuanya tak sesuai harapan, laki-laki itu tak kunjung membuka pintu. Kamalla harus menelan pil kekecewaan malam itu. Setelah apa yang sudah mereka lewati sepanjang malam, ternyata tak membuahkan hasil.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!