Bara VS Radhit [Delapan Belas]

"Dhit!"

"Radhit, lo nggak apa-apa?" Dega dan Anton berusaha memapah Radhit, namun laki-laki itu malah menepisnya.

"Minggir lo semua!"

"La, lo nggak apa-apa?" Kia menghampiri Kamalla. Gadis itu menggeleng sambil menahan tangis karena malu.

"Lawan gue biar imbang, bukan Kamalla," ucap Bara.

Radhit bangkit dengan sedikit terhuyung. Sedetik kemudian dia menghampiri Bara dan melayangkan sebuah tinju yang berhasil di halau.

Perkelahian antara Bara dan Radhit akhirnya terjadi. Bara melayangkan sebuah nonjokan keras tepat di perut Radhit, kemudian ke tulang pipinya. Sementara dua kawan Radhit menarik kerah kaos Bara hingga terkoyak dan berhasil memegang laki-laki itu. Tanpa pikir panjang lagi, Radhit membalasnya dengan meninju sudut bibir Bara hingga mengeluarkan darah dan satu pukulan lagi tepat mengenai ulu hatinya.

"Udah cukup!" Jenny yang hendak melerai perkelahian itu justru tertubruk tubuh besar Dega yang berhasil disingkirkan oleh Bara.

Diliputi amarah yang sudah meledak-ledak, Bara menarik kaos jersey Radhit dan melayangkan tonjokan bertubi-tubi tepat di wajahnya.

"Bara stop!" Kamalla mendorong tubuh besar Bara sampai laki-laki itu melepas cengkramannya dan mundur beberapa langkah.

Gadis itu memapah tubuh Radhit yang sudah lemah tak berdaya. Radhit kalah telak dengan banyak luka memar di wajahnya.

Kamalla melempar tatapan penuh kecewa ke arah Bara. Dia tidak menyangka kalau laki-laki itu bisa melakukan perbuatan sebrutal barusan.

"Gue tahu, lo masih sayang sama gue," ujar Radhit di tengah rasa sakit yang sedang dia rasakan. Kamalla bergeming. Dia bingung harus memihak siapa, yang ada dipikirannya saat ini adalah khawatir jika terjadi hal yang fatal pada Radhit dan dia juga tak ingin membuat Bara berurusan dengan hukum jika hal itu terjadi.

Bara yang menyaksikan itu mundur beberapa langkah. Pandangannya menyapu satu persatu orang yang menatapnya di sana. Ketika sosok Monika muncul dari balik gerbang dan pandangannya saling bertemu, laki-laki itu balik badan pergi melajukan motornya dengan sangat kencang.

"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya satpam sekolah yang entah dari mana tadi.

"Telat Pak," jawab Jenny ketus. "Mending bawa Radhit ke UKS, La.".

"Bukannya pada belajar yang benar, malah pada berantem."

"Bapak juga, bukannya kerja malah keluyuran," sindir Jenny.

"Saya habis bikin kopi Neng."

Jenny memutar kedua bola matanya.

Atas dasar permintaan Radhit dan rasa kemanusiaan, Kamalla mengompres luka lebam di wajah Radhit ketika mereka sampai UKS.

"Maafin aku ya, La," Radhit sedikit meringis ketika gadis di hadapannya meletakkan handuk kecil yang sudah dibasahi air hangat di ujung bibirnya.

Kamalla tak merespon ucapan laki-laki itu. Dia membilas handuk itu dan kembali meletakkannya di pelipis Radhit.

"La, aku minta maaf karena udah kasar sama kamu tadi," lanjutnya sambil menggenggam pergelangan tangan Kamalla. Sadar gadis di hadapannya risih, Radhit melepas genggaman tangan itu.

"Tinggal di kasih obat merah. Suruh teman-temanmu yang obatin," Kamalla beranjak dari duduknya.

Langkah Kamalla terhenti ketika Radhit tiba-tiba bertanya, "Ada hubungan apa kamu sama orang itu?"

Gadis itu diam mematung.

"Kamu pacaran sama Bara?"

"Kamu kenal Bara?" Kamalla kembali duduk di hadapan Radhit.

"Jelas kenal. Dia penyebab hubungan aku sama Monik hancur."

"Nggak mungkin, Bara orang baik."

"Mana mungkin aku bohong sama kamu, La."

"Setelah kamu nyelingkuhin aku dan jadiin aku taruhan?" tanya Kamalla sengit. "Kamu pikir aku bisa begitu aja percaya sama omongan kamu?"

Kali ini Kamalla benar-benar meninggalkan Radhit. Membiarkan laki-laki itu memanggil namanya.

"Argh! Pelan-pelan!" teriak Radhit ketika Anton dan Dega menyerbunya.

...****************...

"La, lo nggak apa-apa 'kan?"

"Sebenarnya ada apa sih La?"

Kedua sahabat Kamalla melemparkan beberapa pertanyaan ketika gadis itu keluar dari ruang UKS.

"Gue nggak apa-apa kok, gue baik-baik aja."

"Maafin gue ya La," Jenny memeluk erat sahabatnya itu kemudian disusul oleh Kia.

"Gue juga minta maaf ya La," ujar Kia. "Nggak seharusnya gue--"

"Udah. Sekarang yang penting buat gue, bisa kumpul sama lo berdua lagi."

"Makanya, kalau polos tuh jangan kebangetan. Harus dikontrol!" Jenny melepas pelukannya kemudian menyenggol bahu Kia.

"Emang polos bisa dikontrol ya?"

"Hm 'kan, mulai lagi."

Kamalla hanya terkekeh geli melihat tingkah dua sahabatnya itu. Dua orang yang sangat dia rindukan selama ini.

"Gue kangen banget sama kalian," Kamalla tak mampu menahan air matanya lagi. Dengan cepat dia kembali memeluk Jenny dan Kia.

"Gue udah nggak ada hubungan apa-apa sama Radhit sekarang," Kia melepas pelukannya. "Jadi lo jangan nangis lagi ya."

"Dia nangis karena kangen kita, bukan karena Radhit."

"Oh.."

Jenny memutar bola matanya sebal.

"Sekarang buruan lo jelasin ke Kamalla, kenapa lo sama Radhit bisa jadian," perintah Jenny.

Setelah mendengar penjelasan Kia, mereka bertiga memutuskan untuk pulang bersama. Jenny dan Kamalla yang sejatinya tidak membawa motor, terpaksa mengindahkan ajakan Kia untuk berboncengan bertiga.

"Sekali-kali jadi cabe-cabean," ujar Kia seraya melajukan motornya dari gapura sekolah menuju arah rumah Kamalla. Mereka bertiga tertawa sepanjang jalan lantaran banyaknya pasang mata yang selalu menoleh ke arah mereka bertiga.

"Lagian gue masih nggak habis pikir deh, bisa-bisanya si Kia ngikutin omongan Monik," teriak Jenny yang kala itu duduk di posisi paling belakang.

"Habisnya gue juga penasaran Jen, masa cowok dengan tampang kalem kayak Radhit suka selingkuh!?"

"Bukan berarti lo bisa nurutin omongan Monik buat dekatin Radhit, Ki!"

"Lagian Monik nyuruh gue ngetes Radhit, ya udah gue coba aja dari pada penasaran."

"Tapi kebablasan!"

"Tapi kalau bukan karena Kia, kita nggak bakalan tahu aslinya Radhit gimana," sela Kamalla. "Itu juga bisa buktiin omongan Monika kalau Radhit emang kurang ajar."

"Monik pernah bilang gitu ke lo soal Radhit, La?"

"Iya," jawab Kamalla. "Ternyata selama ini kita salah nilai Monik."

"Terus soal teror-teror itu, lo yakin bukan dia pelakunya?"

"Teror apa?" tanya Kia penasaran.

"Gue juga bingung, Jen. Setelah omongan Monik soal Radhit terbukti, gue sedikit yakin kalau Monik aslinya baik."

"Teror apaan sih, Jen, La?" Kia semakin sebal karena merasa tidak diajak.

"Teror gulung!" seru Jenny.

Mereka kembali tertawa di tengah laju motor yang membelah jalan raya di bawah teduhnya langit sore. Disela tawa itu, pikiran Kamalla mendadak tertuju pada Bara. Ada sedikit rasa khawatir yang sebetulnya tengah mengusik perasaannya.

...****************...

Sejak pertikaian siang itu, Bara seperti lenyap begitu saja. Telepon dan pesan dari Kamalla tak kunjung ada respon bahkan sampai malam ini. Ditambah lagi ucapan dari Radhit tentang Bara sesekali melintas di kepalanya. Hal itu tentu membuat Kamalla menjadi sedikit cemas.

"Apa yang dibilang Radhit itu benar ya, makanya Bara jadi menjauh dari gue?" Kamalla bergumam sambil menyandarkan punggungnya di kursi teras. "Kenapa gue jadi kepikiran dia terus sih?"

"Pamali malam-malam begini anak gadis melamun sendirian," Rukmi berdiri di abang pintu entah sejak kapan.

"Ibu belum tidur?"

"Kamu sendiri ngapain masih disini?"

"Lagi cari angin aja Bu, bosan di kamar terus."

"Angin kok dicari, nanti kalau masuk angin repot sendiri."

Kamalla tertawa mendengar ucapan sang Ibu.

"Jangan lupa di kunci pintunya ya nanti," Rukmi kembali ke dalam ketika Kamalla mengangguk.

Setelah sang Ibu berlalu, Kamalla kembali mengecek layar ponselnya. Masih tak ada tanda-tanda respon dari Bara.

"Sekali lagi deh," gadis itu kembali menelepon nomor Bara. Sampai dua kali panggilan, namun tak kunjung ada jawaban. Kamalla meletakkan kembali ponselnya di atas meja dengan perasaan kecewa.

Ditengah sunyinya malam itu, kedua manik mata Kamalla mendapati siluet dari jendela lantai dua di rumah kosong itu. Gadis itu mengerjapkan matanya untuk memastikan. Siluet milik hantu Pak Tua itu masih berdiri di sana, namun kali ini dia tampak melambaikan tangannya ke arah Kamalla seolah sedang mengajak.

Sebetulnya ada rasa takut dalam dada gadis itu. Namun mengingat kejadian kemarin, membuat Kamalla yakin bahwa hantu Pak Tua itu sedang meminta bantuannya.

Tanpa ragu lagi, Kamalla meraih ponselnya di atas meja dan berjalan menuju rumah itu. Tepat ketika dia sampai di muka rumah, sosok hantu Pak Tua itu tampak tersenyum namun dengan raut wajah mengiba.

Kini gadis itu sudah sampai di dalam rumah kosong. Dengan mengandalkan cahaya flash dari ponselnya, Kamalla mulai menelusuri rumah itu. Jantungnya mulai berdegub tak karuan, namun langkah kakinya seolah terus menuntunnya untuk masuk lebih dalam. Saat sorot dari cahaya ponselnya di arahkan ke lemari kayu yang bersebelahan dengan bingkai foto, benda itu berguncang dengan kuat.

Jantung Kamalla seketika bedegub semakin cepat ketika menyaksikan pigura yang terpajang di dalam lemari kayu berpintu kaca itu mulai berjatuhan.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Diodi

Diodi

nyesek bgt

2024-04-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!