13 ~ Bertemu (1)

Moza hanya duduk manis menyaksikan acara berlangsung, tepatnya proses rekaman. Sesekali Dewa berbicara dengan tim kreatif sampai seseorang datang.

“Dewa, aku cari malah di sini.”

Moza tersenyum dan mengangguk pada Fabian.

“Ada janji temu dengan calon investor, kamu ikut aku,” titah Fabian.

“Bukan ranah aku Om, yang lain sajalah,” tolak Dewa. Fabian berdecak mendengar penolakan putra Gentala.

“Kamu ini gimana sih, Daddy kamu akan menyerahkan Go TV untuk kamu. Jadi ayolah kita kerja sama untuk bangun perusahaan ini semakin berkembang. Percuma produksi kita bagus, ide kita cemerlang tapi kurang modal,” ungkap Fabian.

“Baiklah.” Dewa akhirnya mengalah. “Moza, kamu temui Yuli. Kerjakan apa yang saya arahkan di sana.”

“Baik, Pak. Saya permisi,” ujar Moza lalu kembali menganggukan kepala pada Fabian.

“Jangan bilang, gadis itu target kamu lagi?”

“Ck, bukanlah. Dia mahasiswa magang, aku jadikan asisten saja,” jawab Dewa lal berjalan beriringan keluar dari studio.

“Wajahnya tidak asing, siapa dia?”

“Moza, entahlah nama lengkapnya. Aku lupa.”

Dewa dan Fabian meninggalkan Go TV, menuju perusahaan rekanan yang mana pemiliknya ada rencana untuk menjadi investor. Sudah ada janji dan ketika bertanya pada resepsionis, ternyata kehadiran mereka sudah ditunggu. Berada di lantai tujuh, Dewa dan Fabian diarahkan ke ruang kerja direktur.

“Silahkan Pak!” seorang wanita menyambut dan mempersilahkan masuk.

“Selamat datang Fabian,” sambut seorang pria paruh baya yang terlihat berwibawa.

“Pak Edric, apa kabar?” Fabian menyapa lalu bersalaman.

“Baik, aku baik.”

“Ah iya, kenalkan ini Sadewa. Putra dari Om Gentala yang akan meneruskan kepemimpinan di Go TV.”

“Oh begitu. Sadewa, masih muda ya,” ujar Edric lalu bersalaman dengan Dewa. “Ayo, silahkan duduk.”

Ketiga pria itu berbincang melanjutkan rencana kerja sama yang sudah pernah diajukan oleh Fabian. Edric menganggukan kepalanya mendengarkan penjelasan tambahan yang dilakukan Dewa.

“Kami sudah terima proposal kalian, saya juga sudah sampaikan pada Ibu Sarah selaku presiden direktur. Intinya kami setuju dan bisa kita lanjutkan kerja sama ini, tinggal dibuat saja klausa perjanjiannya. Ibu Sarah akan hadir pada saat penandatanganan kerjasama,” ungkap Edric.

Fabian dan Dewa saling tatap lalu tersenyum.

“Terima kasih Pak Edric, semoga kerjasama ini akan memberikan manfaat bagi kedua perusahaan,” tutur Dewa.

***

“Woy, cepetan. Mama udah telpon nih,” seru Mada melalui connecting door.

“Iya ini udah selesai kok, tapi heels aku mana ya. Gita, heels aku mana ya,” teriak Moza sambil menunduk mencari heelsnya.

“Kakak gimana sih, itu di atas nakas. Mentang-mentang masih baru disimpan disitu.”

“Ngapain sih pake heels, nanti keserimpet tahu rasa lo,” ejek Mada sambil mematut dirinya di cermin memastikan penampilannya tetap sempurna.

“Biar nggak terlalu jomplang gitu, kalau jalan bareng kamu kelihatan banget kalau aku … pendek.”

“Ayo kak,” ajak Gita dan lebih dulu keluar dari kamar mereka.

Pesta perayaan yang diadakan Bimantara Property akan segera dimulai. Keluarga Arya dan Sarah sudah berada di hotel sejak tadi siang. Jika Moza dan Gita satu kamar dan Mada berada di sebelahnya bahkan hanya terpisah dengan connecting door.

Gilang putra tertua Arya dan Sarah tidak bisa hadir, sedang berada di luar kota. Pria itu fokus membantu Edric menjalankan perusahaan milik Sarah yang mungkin akan diserahkan padanya. Keluar dari lift menuju ballroom, Moza memeluk lengan kiri Mada sedankan Gita berada di sebelah kanan pria itu.

Seseorang yang baru saja tiba dan masih berada di lobby mengernyitkan dahi memandang punggung ketiga orang itu.

“Moza, mirip sekali dengan Moza.”

“Dewa.”

Dewa menoleh, ternyata Fabian yang datang bersama istrinya juga … Ana.

“Kamu sendirian?” tanya Fabian.

“Iya, siapa tahu di dalam dapat jodoh,” sahut Dewa.

“Ya udah sama aku aja, ayo,” ujar Ana langsung memeluk lengan Dewa.

“Ana, lepas. Nggak enak dilihat orang.”

“Enakin aja sih.”

Dewa menghela pelan, bukan tidak ingin dipeluk oleh perempuan yang notabene masih kerabatnya. Hanya saja penampilan Ana agak berlebihan, dengan gaun yang belahannya tinggi sehingga kalau berjalan bunyi prok prok prok. Dengan belahan tinggi, membuat kaki jenjangnya terekspos setiap melangkah.

“Ana, jaga sikapmu.”

“Tenang saja Mih, aku pun sama seperti Dewa. Kami sama-sama cari jodoh.”

“Om, sebenarnya mereka siapa sih? Aku tidak kenal.”

Dewa hanya ikut ajakan Fabian, undangan dari Bimantara Property sebagai perwakilan dari Go TV. Tidak tahu dengan pasti siapa sosok pemilik dan perusahaan itu. Mungkin Daddynya kenal, karena sudah biasa berinteraksi dengan para pengusaha dan pejabat. Berbeda dengan dirinya yang masih junior dan lebih baik berurusan dengan internal perusahaan.

“Kamu ingat Pak Edric, perusahaan yang akan menjadi investor Go TV yang kita temui kemarin?”

“Iya.”

“Ibu Sarah Alesha pemilik perusahaan itu dan suaminya salah satu direktur di Bimantara Property,” jelas Fabian dan Dewa hanya menganggukan kepalanya.

Tapi tadi mirip Moza deh. Kalau benar dia, sedang apa di sini.

Setelah melewati meja pemeriksaan undangan, Dewa dan keluarga Fabian sudah berada di ball room dan menuju meja yang diarahkan oleh petugas.

Bugh.

“Eh, jalan tuh pake mata.” Ana memekik karena seseorang menyenggolnya bahkan minuman yang dibawa orang itu mengenai gaunnya.

“Oh, maaf mbak. Saya tidak sengaja.”

“Rese lo, tau nggak gaun gue ini harganya mahal.”

“Ana,” tegur Fabian.

Dewa menatap gadis yang sedang dihardik oleh Ana. “Moza!”

“Pak Dewa.” Moza menatap bergantian Dewa, Ana juga Fabian.

Tatapan Moza tertuju pada lengan Dewa yang masih dipeluk oleh Ana, sedangkan Dewa menatap tidak berkedip penampilan Moza yang terlihat tidak biasa dan sangat … cantik.

“Lo bisa ganti gaun gue nggak?”

“Ana, sudahlah. Kamu malah membuat kita jadi pusat perhatian,” ujar Fabian lirih.

“Maaf Pak Fabian, saya tidak sengaja. Gimana kalau saya ganti saja, di hotel ini ada butik yang ….”

“Lo nggak akan mampu bayar apa yang gue pake ini,” ujar Ana lagi.

“Ada apa ini? Lo kenapa Za?”

“Mada, ini aku yang salah. Aku menabrak mbak ini, minuman aku tumpah kena itu.” Moza menunjuk gaun yang dikenakan oleh Ana.

“Sepertinya kita ikut saran Moza saja,” ujar Dewa menengahi.

“Nggak bisa Dewa. Gaun aku ini harganya mahal, butik di hotel ini belum tentu sebanding dengan harga gaun aku.”

“Heh, segimana mahalnya sih baju kurang bahan yang lo pake,” ujar Mada dengan nada emosi.

“Mada,” tegur Moza sambil memeluk lengan pria itu agar tidak membuat keributan.

“Lo nantangin gue?” Ana menunjuk wajah Mada.

“Ana,” tegur Fabian dan Dewa serempak.

“Mada, sudah.”

“Nggak bisa gitu, dia udah maki-maki lo padahal lo udah minta maaf dan mau tanggung jawab. Gue penasaran seberapa mahal gaun dia,” ujar Mada lagi.

“Tunggu! Dia bukannya yang magang di Go TV ya. Dewa, aku benar ‘kan?”

 

 

Terpopuler

Comments

Sintia Dewi

Sintia Dewi

pamannya moza yg ketemu brng opanya malah dikira sugar daddynya moza sama sadewa

2024-05-03

0

Aditya HP/bunda lia

Aditya HP/bunda lia

mampus loe Ana bisa2 kerjasama di batalin dia yang punua acara tau ....

2024-02-27

2

Tatik R

Tatik R

Ana blm tau kamu siapa Moza

2024-02-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!