3 ~ Ada Yang Punya

“Ini diantar dulu Mbak Zoya,” titah Joni menyerahkan baki dengan cangkir berisi kopi di atasnya.

“Moza, Mas Joni. Nama saya Moza.”

Seharian ini, Joni selalu salah menyebut namanya. Entah ada masalah hidup apa dengan wanita bernama Zoya, sampai ia yang kena getahnya. Meski bibir mencibir dan hati rutin mengumpat, Moza tetap menjalankan apa yang diarahkan oleh Joni.

Bukan salah Joni dan entah siapa yang salah. Apa yang dia kerjakan sekarang memang sudah pilihannya, padahal Mada sudah mengingatkan untuk mengambil jalan terbaik dengan duduk manis di perusahaan milik Mama atau bergabung di kantor Papa.

“Semangat Moza. Hanya beberapa hari saja, setelah ini kamu akan mendapatkan pengalaman di dalam studio.”

Moza melangkah pasti sambil membawa baki menuju ruang kerja … Sadewa. Sebelum mengetuk pintu, dia sempatkan menarik nafas dan ulahnya itu ternyata disaksikan oleh sekretaris Dewa.

“Nggak usah lebay, Pak Bos emang ganteng tapi nggak gitu juga kali.”

“Hah.”

“Kamu pasti suka ya, sama Pak Bos.”

“Ih, siapa bilang?” tanya Moza dengan lirikan sinis. 

“Saya yang bilang, emang telinga kamu nggak fungsi. Asal kamu tahu ya, udah banyak deh perempuan yang berusaha mencari perhatian Pak Bos. Pura-pura magang, nggak paham dengan kerjaan, terus artis-artis itu berasa udah kayak ratu kalau direspon sama si bos.”

“Maaf Bu, saya nggak ngerti maksud Ibu apa. Permisi.” Moza mengetuk pintu lalu membukanya.

Secangkir kopi sudah diletakan di meja Dewa, tapi pria itu masih fokus dengan layar laptop. Tidak ingin jadi masalah karena Dewa beralasan yang aneh-aneh dengan kopi yang diantarnya, Moza pun bersuara.

“Pak Sadewa, ini ….”

“Dewa, panggil saja Dewa.”

“Nggak sopan dong Pak, lagian saya sama bapak tidak sedekat itu sampai harus panggil nama tanpa sebutan apapun.”

Dewa pun akhirnya menoleh lalu menatap Moza.

“Yang suruh kamu panggil nama doang, siapa? Saya bilang Dewa saja, Pak Dewa. Belum sehari sudah frustasi,” ungkap Dewa menatap penampilan Moza. Rambut yang tadi pagi dia lihat rapi kini agak berantakan.

"Gimana nggak frustasi, dapat bos aneh begini," ujar Moza lirih dan tidak didengar oleh Dewa.

"Pak Dewa, mulai besok saya boleh pindah ke tim produksi ya?"

"Hm, boleh. Mau besok nggak datang lagi juga boleh," sahut Dewa fokus pada layar laptop sambil menyesap kopinya.

Ucapan dengan nada datar dan serius, tidak menyiratkan kemarahan atau emosi. Namun, Moza paham kalau keputusan Dewa mutlak. Tidak ingin mendapatkan masalah lain, ia pun gegas meninggalkan tempat itu.

Berjalan sepanjang koridor menuju pantry, wajahnya ditekuk dan sudah ada Ema di sana.

"Demi Dewa, tampang lo kusut amat kayak duit dua rebuan yang dipegang bocah."

"Ck, jangan sebut nama itu. Bete aku dengarnya."

"Cie, kesan di hari pertama kayaknya dalem banget nih," ejek Ema menggoda sahabatnya.

Moza berdecak dan melirik malas.

"Ti-ati nanti malah benci," ujar Ema lagi.

"Udah, aku udah benci banget." Moza menghempaskan tubuhnya di kursi dekat dispenser.

"Benci, benar cinta," seru Ema laku terbahak. Moza yang masih kesal meminta Ema kembali ke area kerjanya, tidak ingin mereka berdua dapat masalah lagi.

***

Ponsel Moza berdering dan bergetar bergantian, tentu saja itu ulah Mada. Pria itu sudah datang menjemput, tapi Moza masih ada di pantry. Padahal sudah datang lebih lambat tiga puluh menit dari jam pulang.

"Mas Joni, saya udah boleh pulang ya. Sudah dijemput di bawah."

"Besok-besok jangan langsung cabut ya mbak, biasanya kita serah terima tugas dulu dengan shift berikutnya," jelas Joni dan disambut Moza dengan menghela pelan.

"Besok-besok saya pengennya langsung ke tim produksi bukan di pantry."

"Wah, padahal saya senang loh ada mbak di sini," ujar Joni lalu terkekeh.

"Tapi aku nggak," batin Moza. "Bukan bidang dan dunia saya, Mas."

"Memang dunia mbak Moza kayak gimana? Gaib?"

Demi apa, rasanya Moza ingin menjambak rambut Joni. Setelah pamit ia gegas menuju lift. Bahkan saat di lobby berjalan cepat, khawatir Mada kesal dan malah meninggalkannya.

Mada menunggu sambil duduk di atas motor sportnya, dengan kaca mata hitam membuat penampilannya terlihat semakin keren dan menjadi perhatian perempuan yang berseliweran di tempat itu.

"Ayo." Moza menepuk bahu Mada.

"Ck. Lama amat sih."

Moza acuh dan tidak menceritakan kejadian hari ini termasuk dia ditugaskan di pantry. Bisa-bisa jadi bahan tertawaan oleh saudara yang kadang-kadang berperan jadi antagonis. Setelah memakai helm dan duduk di belakang Mada.

"Cepetan!"

"Pegangan, nanti gue gas lo jatuh."

Tidak jauh dari pintu lobby, seseorang menyaksikan interaksi Mada dan Moza.

"Ck, udah ada yang punya."

"Dewa, ayo cepat. Tahu 'kan bagaimana daddy kamu kalau kita telat, apalagi ini darurat."

"Eh, iya Om." Dewa pun bergegas mengejar langkah Fabian.

Terpopuler

Comments

Sintia Dewi

Sintia Dewi

klok suka jngan gt dewa nantik moza bnetan keluar dr magang km klimpungan

2024-05-03

0

Lilis Wn

Lilis Wn

apa yg diliat sama mata blum tentu benar dewaaaa,, gw geplak juga nih anaknya Ajeng 😂😂

2024-02-24

3

Tatik R

Tatik R

hayo dewa tersepona ya ma moda, ngaku deh

2024-02-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!