12 ~ Makin Semangat

“Moza!” teriak Mada.

“Eh, iya. Kamu duluan aja.” Moza masih fokus pada layar ponsel, memastikan kalau pesan itu dari Dewa juga membaca dengan benar isi pesannya.

“Kamu di mana,” ucap Moza membaca ulang pesan Dewa. “Untuk apa Pak Dewa tanya begini, nggak mungkin beliau penasaran dengan aku ‘kan? Atau ada pekerjaan yang harus aku lakukan,” gumam Moza lalu mengetik balasan.

[Sudah pulang. Pak Dewa sudah sehat?]

Menunggu beberapa saat pesan tersebut sudah terkirim, tapi belum dibaca. Moza pun bergegas menyusul Mada. Pria itu mulai memilih setelan sesuai arahan dari pramuniaga.

“Mada, kita pilih yang senada ya,” ujar Moza.

“Couple-an maksud lo? Kaos yang ada tulisan aku kakak, aku adik. Gitu bukan?”

“Tahu ah, rese. Mbak aku mau lihat gaun.”

Tidak lama mereka berada di butik, lalu bergegas pulang. Saat berbelok menuju komplek kediaman nya, mulai gerimis. Mada mempercepat laju motornya dan menekan klakson dari jauh agar segera dibukakan pintu gerbang. Masih melaju dan menuju garasi.

***

Sudah menguap beberapa kali, Moza pun beranjak dari sofa menuju kamarnya. Meninggalkan Mada sendirian dan masih asyik menatap layar datar di depannya.

Setelah makan malam, Mada mengajak adiknya menonton film. Bahkan membuat suasana seperti di bioskop. Lampu dimatikan dan popcorn yang dibuat oleh bibi. Gita awalnya ikut gabung, tapi sudah lebih dulu pamit karena kantuk.

“jangan lupa hidupkan lagi lampunya,” ujar Moza sebelum masuk ke kamar.

“Hm.”

Setelah membersihkan diri dan beberapa ritual sebelum tidur pada wajahnya, Moza menaiki ranjang dan teringat ponselnya masih ada di tas. Ternyata ada balasan pesan lagi dari … Dewa.

“Pak Dewa, balas lagi.”

[Sudah lebih baik]

Dewa hanya menjawab pertanyaan Moza mengenai kabarnya. Apapun itu tentu saja membuat penasaran. Bagaimana tidak, atasannya mengirimkan pesan di  luar jam kerja membuat Moza memiliki banyak pertanyaan di kepalanya. Bisa saja dia terbawa perasaan.

Esok hari.

Entah sampai jam berapa Mada menonton film, yang helas sekarang masih bergelung dengan selimut dan mengeluh sakit kepala. Tidak mungkin memaksakan saudaranya mengantar dan kuliah pun sepertinya Mada akan izin.

Sampai di meja makan, ternyata Arya sudah berangkat lebih awal. Ada urusan di luar kota, supir keluarga juga sudah siap mengantar Gita ke sekolah.

“Aku pesan taksi aja ya mah,” ujar Moza sebelum memulai sarapannya.

“Jangan, nanti bareng Mama.”

“Mada sendirian dong.”

“Eh iya ya. Ya sudah kamu taksi aja.”

Bukan tidak bisa mandiri, Moza sebenarnya bisa mengemudi sama seperti Mada. Hanya saja lebih sering dimanja oleh kakaknya dan selalu berangkat bersama, membuatnya lebih nyaman duduk manis dibandingkan fokus mengemudi.

Sudah berada dalam taksi menuju Go TV. Ema mengirimkan pesan kalau dia hari ini bebas, karena sekretaris yang didampinginya sedang keluar kota bersama atasan mereka.

“Ema sekarang free, gantian aku yang mulai kerja rodi. Kayaknya Pak Dewa hari ini masuk deh,” gumam Moza.

Sudah berada di area ruangan Sadewa, Moza menyapa Yuli lalu menyimpan tasnya di atas meja.

“Moza, Pak Dewa sudah kembali.”

“Sudah datang?”

“Sudah, baru saja dan sekarang lagi diskusi dengan ketua tim produksi infotainment.”

Moza menganggukan kepala dan segera duduk manis di kursinya. Menanyakan apa yang harus dia kerjakan pada Yuli. Sepertinya diskusi sudah berakhir, ketua tim keluar dari ruangan. Lalu terdengar perintah lewat interkom.

“Yuli, panggil Moza.”

“Baik Pak,” jawab Yuli lalu menatap Moza.

“Mbak, saya pasti mau dikasih tugas aneh lagi deh. Mbak ikut ke dalam yuk,” ajak Moza.

“Idih, ya ogah. Sana cepat, nanti saya kena marah. Kalau kerjaan jangan bagi-bagi saja, tapi kalau rezeki bolehlah.”

Sempat menghentakan kakinya, tanganya mengetuk pelan dan membuka pintu. Pria itu terlihat serius di  kursi kebesarannya fokus pada tablet, seakan tidak terganggu dengan keberadaan Moza.

“Selamat Pagi Pak Dewa, ada yang bisa saya bantu?”

“Serius kamu mau bantu saya”

“Eh … bantu apa dulu nih. Kalau yang aneh-aneh ya nggak mau Pak.”

“Ck, ini berkasnya. Belum selesai ‘kan?” tanya Dewa.

Moza mengangguk, karena berkas yang ditunjuk Dewa adalah yang diantar ke rumah pria itu.

“Ya udah lanjut dulu.”

“Saya kerjakan ini di mana pak?”

“Terserah kamu, mau di toilet juga nggak masalah.”

Moza menghela pelan, kenapa pria di hadapannya ini sangat konsisten menyebalkannya. Bagaimana mungkin dia mengerjakan tugasnya di toilet.

“Minta Yuli, siapkan laptop.” Dewa berkata seolah memahami apa yang dirisaukan oleh Moza.

Sabar, sabar.

“Tapi sebelum kerjakan itu, ikut saya dulu!”

Dewa sudah beranjak dan berlalu, Moza mengekor langkah pria itu. melewati meja Yuli yang menganggukan kepala dan koridor menuju studio.

“Ini mau ke mana pak?”

“KUA,” sahut Dewa singkat dan Moza tidak lagi bertanya. Percuma juga bertanya pada pria dewasa yang labil.

Dewa dan Moza memasuki studio lima, di mana sedang ada syuting acara memasak. Para kru tentu saja menyapa dan tersenyum pada Dewa. duduk pada salah satu kursi, lalu menunjuk kursi di sebelahnya agar Moza ikut duduk.

“Pak, kita ngapain di sini?”

“Saya sedang menganalisa kenapa acara ini ratingnya rendah sekali,” jawab Dewa.

“Lalu tugas saya apa, pak?”

“Duduk manis disitu, siapa tahu saya makin semangat. Kalau mau lakukan hal lain biar saya lebih semangat lagi, nanti aja di ruangan saya.”

“Eh.”

 

 

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

😊😊 ada2 aj jawaban dr Pak Dewa ini..

2024-05-02

0

Yane Kemal

Yane Kemal

Parah Dewa

2024-05-02

0

Eva Karmita

Eva Karmita

❤️❤️❤️❤️❤️ lanjut

2024-02-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!