2 ~ Tidak Boleh Protes

Moza menunduk, hanya sendiri karena Ema sudah diarahkan menuju tim produksi infotainment. Panggilan Pak Bos untuk produser yang ternyata bernama Sadewa Putra Yasa. Entah mimpi apa semalam sampai harus berurusan dengan orang penting di tempat magang pada hari pertamanya. Sungguh kesan yang buruk sangat-sangat buruk.

Bahkan untuk bertanya kenapa dia masih berada di ruangan itu pun tidak berani. Moza menyadari kadang dia sering salah ucap dan tidak ingin hal itu terjadi lagi … sekarang.

Dewa melepas hoodie yang dia kenakan dan memakai dasi juga jas yang tergantung di belakang kursi kerja. Masih menatap gadis yang berdiri di depan mejanya. Penampilan gadis itu cukup mengusik, lebih tepatnya menarik. Yang membuatnya semakin penasaran, yang dikenakan oleh gadis itu seperti tas dan sepatunya bukan barang murahan. Dewa tahu karena logo yang sama dengan tas yang dihadiahkan untuk Gantari -- adiknya. Bisa jadi blouse putih dan celana panjang hitam yang dikenakan juga bermerk.

“Moza,” ucap Sadewa membaca nama yang tertera di Id card. “Kenapa kamu pilih Go TV untuk kegiatan magang kamu?”

“Hm, karena sesuai dengan jurusan saya pak. Broadcasting.”

“Iya saya tahu, nggak mungkin anak kedokteran magang di sini. Yang saya tanya dari sekian banyak stasiun televisi kenapa kamu pilih Go TV?”

“Itu ….” Moza melayangkan pandangannya seakan sedang berpikir tentang masalah yang begitu pelik. “Saya tidak tahu, Pak. Hanya ikut dengan teman yang lain,” jawab Moza lirih.

“Hahh, anak muda sekarang memang tidak punya prinsip dan kemandirian. Coba kalau teman kamu memilih jalan yang salah, apa kamu akan ikut juga?”

“Ya nggak begitu Pak.”

“Sudahlah ikut saya.” Dewa beranjak dari kursinya melangkah keluar diikuti oleh Moza.

“Pak Sadewa, ada yang bisa saya bantu?” tanya sekretaris Dewa dengan suara manja.

“Ada, nggak usah pake manja dan genit begitu. Biasa aja nggak usah pake gaya jamed, kamu sudah bersuami.” Sekretaris Dewa langsung mencebik mendengar ucapan Dewa, bahkan Moza ikut mengulum senyum.

“Pak, saya ikuti Bapak atau ….”

“Jangan, kamu pulang saja. Itu liftnya kalau mau turun, bisa pakai tangga darurat atau loncat dari jendela,” tutur Sadewa membuat Moza kesal mengepalkan tanganya. Meski begitu ia masih mengekor langkah pria itu.

Sampai pada Dewa berhenti melangkah dan wajah Moza membentur punggung kekarnya.

“Kalau berhenti kasih aba-aba  dong Pak.”

Dewa berbalik dan kini berhadapan dengan Moza.

“Saya akan pastikan kamu dapat pelajaran berharga dengan magang di GO TV. Merasakan tugas dari yang paling bawah sampai paham dengan proses produksi.”

“Serius Pak?” tanya Moza dengan wajah berbinar.

“Tentu saja saya serius, saya ini produser bukan stand up comedy yang kerjanya bercanda dan bikin orang ketawa-ketawa lalu dapat uang.”

“saya ‘kan cuma tanya pak, jangan ngegas dong,” sahut Moza justru dia yang nadanya nge-gas.

“Kamu berani bentak saya?”

“Eh, ….”

“Sadewa.”

Dewa dan Moza menoleh, seorang wanita dengan penampilan cetar membahenol menghampiri dan ada seorang pria gemulai di belakangnya masih sibuk merapikan tatanan rambut.

“Mahalina, hai,” sapa Dewa.

Mahalina adalah artis pendatang baru, Moza tahu karena sering muncul di reels atau tik t0k. Wajah Moza terpana melihat adegan Mahalina cipika cipiki dengan Dewa. Mungkin hal itu sudah biasa dilakukan orang yang sedang berpacaran atau dekat, tapi melihat secara live cukup membuat pandangan suci Moza ternoda.

“Kamu ….”

“Aku bintang tamu “Siapa Dia”. Sadewa kasih aku job yang lebih bagus dong, masa jarang-jarang begini,” ujar Mahalina dengan manja dan menarik dasi pria di hadapannya.  

Dewa hanya tersenyum dengan kedua tangan berada di kantong celana, bergaya sok cool.

“Yah gimana ya, kalau masalah rekrutmen itu bukan ranahku.”

“Tapi kamu produsernya, ‘kan bisa namaku kamu pastikan ada disetiap acara hiburan Go TV. Nanti malam aku free, bagaimana kalau kita bahas aku bisa apa saja,” ujar Mahalina sambil mengedipkan matanya … menggoda.

“Maksudnya Pak Bos, aku belajar masalah ini,” gumam Moza.

“Hm, lihat nanti ya. Agak padat jadwalku akhir-akhir ini.”

“Aku tunggu kabar dari kamu ya.” Mahalina pun pergi menuju arah studio.

Dewa mengangguk lalu menatap Moza yang mengernyitkan dahi menatap ke arahnya.

“Kamu kenapa?”

Belum sempat Moza menjawab, tapi obrolan mereka terhenti karena ada pria mendekat.

“Pak Dewa, ruangannya mau dibersihkan sekarang atau kapan?” tanya pria berseragam office boy dengan nama JONI di atas saku kirinya. Bukan tanpa sebab ia menanyakan hal itu, Dewa agak sensitif tidak sembarang orang bisa masuk ruangannya. Bahkan membersihkan saja, sesuai perintah darinya.

“Ah, Joni. Masalah bersih-bersih nanti saja. Saya ada tugas penting untuk kamu, kenalkan ini Moza. Dia mahasiswa magang. Tentu saja dia harus tahu pekerjaan penting dalam sebuah penyiaran termasuk tugas yang kamu lakukan. Untuk beberapa hari ini, dia bertugas bersama kamu.”

“Hah,” ucap Moza dan Joni serempak.

“Nggak salah pak? Masa tugas saya kayak dia, saya ‘kan ….”

“Ya nggak salah dong Moza. Ini tugas penting karena kamu spesial. Kamu akan paham, proses penyiaran itu bukan cuma konsep cerita dan mc atau artisnya saja yang berperan. Bahkan pegawai seperti Joni ini pun punya peran penting.”

“Tapi ….”

“Eh, tidak boleh protes. ‘Kan saya bosnya, kecuali situ bosnya. Oke Joni, ingat ya ajarkan dia sampai mengerti.”

“Siap Pak Bos.”

Dewa pun melenggang meninggalkan Moza dan Joni.

“Argggh.” 

Terpopuler

Comments

Sintia Dewi

Sintia Dewi

untung mahalina bukan mahalin* males bgt/Proud/

2024-05-03

0

Aidah Djafar

Aidah Djafar

pak bos pak bos 🤦 ngasih kerjaan yg bukan ranah Moza ckckckckck

2024-03-19

1

Lilis Wn

Lilis Wn

dewa lu keterlaluan ya 😂

2024-02-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!