Ghaida membawa Madeline di sebuah hotel tapi bukan hotel tempat dia bekerja melainkan di hotel yang lebih mewah lagi dan hotel khusus untuk para bangsawan dan pejabat tinggi pemerintah baik dalam negeri maupun luar negeri yang selalu menginap di hotel bintang lima tersebut.
Itu semua atas permintaan nyonya Kellen dan Raffi yang langsung mengabari Ghaida untuk mempersiapkan Madeline namun tidak diberitahukan kepada gadis itu karena ini bagian dari kejutan Raffi untuk Madeline.
"Ghaida. Mau apa kita ke sini?" tanya Madeline sambil melihat suasana hotel yang lebih keren gaya interiornya dibandingkan hotel tempat dia bekerja.
"Aku ada janji dengan seseorang di tempat ini. Makanya aku ingin kamu menemaniku," ucap Ghaida bersikap biasa saja padahal dia sendiri juga gugup saat ini.
Ada rasa tidak ingin berpisah dengan Madeline karena mereka sudah sangat dekat walaupun dalam waktu singkat.
"Jika kamu ingin bertemu dengan seseorang, kenapa aku didandani sekeren ini? Aku bahkan tidak mengenali diriku sendiri karena wajahku di permak habis olehmu," ucap Madeline malu-malu.
"Sudah saatnya kamu harus berubah penampilanmu, saudaraku karena kamu sangat cantik Madeline. Tanpa riasan dan pakaian mahal saja kamu memang sudah sangat cantik apalagi diubah total penampilanmu seperti ini pasti banyak yang terpesona dengan kecantikanmu," puji Ghaida apa adanya.
"Aku seperti upik abu yang berubah menjadi Cinderella dalam semalam. Hanya saja aku tidak punya labu, tikus dan entah apa saja yang ada di dongeng itu yang selama ini hanya bagian dari impian ku. Bahkan aku bermimpi ingin menjadi seperti seorang putri raja." Madeline cekikikan sendiri saat melihat pantulan wajahnya di kaca yang ada dalam lift itu.
"Kamu memang seorang putri Madeline. Hanya saja Allah sedang mengujimu agar kamu mengenal berbagai macam kehidupan masyarakat bawah.
Saat mereka tidak memiliki pekerjaan atau bekerja dengan upah minim hanya untuk makan sebulan bahkan ada yang cuma bertahan hidup untuk sehari.
Kamu dihadapkan pada kejamnya dunia. Dengan begitu kamu akan menolong banyak orang karena kamu pernah berada di tempat mereka," batin Ghaida terlihat sendu.
"Hei ..! Apa yang kamu pikirkan? Mengapa wajahmu berubah jadi sendu seperti itu? Apakah kamu akan bertemu dengan kekasihmu?" tanya Madeline memperhatikan rona wajah Ghaida yang tidak lagi semangat seperti tadi.
"Aku tidak apa-apa Madeline. Aku hanya merindukan keluargaku. Betapa pentingnya kedua orangtuaku dalam hidupku. Walaupun aku sudah sebesar ini, namun mereka masih memperlakukan aku seperti anak kecil.
Tapi, di satu sisi mamiku tetap tegas dalam menerapkan ilmu agama agar kami tidak salah langkah," ucap Ghaida.
"Kamu beruntung bisa merasakan kasih sayang kedua orangtuamu. Kamu bahkan memiliki apa yang tidak perlu kamu usahakan untuk mendapatkan uang. Aku sangat iri padamu, Ghaida," jujur Madeline.
"Sebentar lagi rasa iri mu berubah menjadi rasa empati pada orang lain. Semoga persahabatan kita selama beberapa Minggu ini merubah pandanganmu tetang kehidupan," batin Ghaida yang selalu mengajarkan Madeline dalam berbagi dengan orang yang tidak mampu atau menolong orang tanpa mengenal status orang itu.
Keduanya sudah masuk ke sebuah restoran yang berada di lantai sepuluh di mana mereka bisa melihat keindahan kota New York saat malam hari dari dinding kaca yang tembus pandang.
Restoran itu sama sekali tidak ada pengunjung. Hanya ada Madeline dan Ghaida yang duduk dekat dengan jendela yang langsung dilayani beberapa orang pelayan.
"Mengapa hanya kita berdua di sini Ghaida? Di mana temanmu?" tanya Madeline penasaran.
"Kita tunggu saja mereka sambil makan dessert." Ghaida menikmati cheesecake dengan taburan fla stoberi kesukaannya dan Madeline mencoba puding coklat.
Tidak lama kemudian datanglah Raffi dan Ghazali yang melangkah masuk duluan ke restoran itu. Melihat kedatangan Raffi, Madeline terlihat salah tingkah hingga hampir tersedak dengan pudding yang ia baru menelannya.
"Astaga....! Kenapa yang datang Raffi dan saudaranya Ghazali?" panik Madeline yang langsung meneguk minumannya lalu berdiri mengikuti Ghaida yang mencium punggung tangan Raffi dan memeluk saudara kembarnya Ghazali.
"Assalamualaikum, Ghaida ...!"
"Waalaikumuslam, kak Raffi, Al..!"
Raffi terpaku menatap wajah Madeline yang malam ini cantiknya luar biasa mengalahkan sinar bintang di atas langit sana.
"Masya Allah cantiknya," puji Raffi terpesona pada Madeline. Madeline mengigit sudut bibirnya sambil tertunduk malu saat Raffi menatapnya. Wajah mulus itu merona merah karena ada getaran aneh dalam dirinya.
"Ehmm...! Hati-hati ..! Jaga matanya...! Bukan mahram, bro," tegur Ghazali membuat Raffi segera membuang wajahnya ke segala arah. Ia lalu menanyakan kabar Madeline namun Ghazali lebih dulu menyapa Madeline.
"Apa kabar Madeline ...!" sapa Ghazali mengatupkan kedua tangannya pada Madeline.
"Baik Al. Bagaimana kabarmu...?" tanya Madeline lalu duduk lagi di kursinya.
"Alhamdulillah. Kami tiba dengan selamat," sahut Al-Ghazali yang biasa disapa Al oleh keluarga dekatnya.
"Madeline. Ada kejutan untukmu. Apakah kamu mau?" tanya Raffi yang tidak bisa menunggu lama karena pesan nyonya Kellen seperti itu.
"Apa kejutannya, Raffi ...? Kenapa malah aku yang dapat kejutan?" tanya Madeline tidak mengerti.
"Maafkan saya Madeline...! Sebenarnya, kami ingin mempertemukan kamu dengan orang terdekatmu. Dan hanya tempat ini yang aman untuk kalian bisa bertemu.
Itulah sebabnya restoran ini disewa untuk kita saja dan tidak terima tamu lainnya," ucap Ghaida.
"Orang terdekat? Siapa Ghaida?" tanya Madeline masih belum paham.
"Kamu adalah putri dari tuan Excel dan nyonya Kellen. Mereka adalah raja dan ratu Yugoslavia. Dan kamu adalah putri tunggal yang diculik oleh seorang polisi saat kamu masih berusia 3 tahun. Kamu hanya mengenali namamu saja saat itu karena usiamu yang masih terlalu kecil," jelas Raffi singkat.
"Aku ...? Aku seorang putri...?" ucapan Madeline terhenti kala melihat kedua orangtuanya yang sudah memasuki restoran itu sambil mengarahkan tatapan mereka pada Madeline seorang.
Madeline bangkit berdiri diikuti oleh Ghaida, Ghazali dan Raffi. Nyonya Kellen mengembangkan kedua tangannya agar putrinya memeluknya.
Bulir bening menumpuk di kelopak mata Madeline. Rasanya campur aduk saat ini saat melihat wajah ibunya sama persis seperti dirinya hanya usia mereka saja yang berbeda.
Kecantikan ratu Yugoslavia itu tak tergerus dimakan usia karena perawatan mahal dengan aura sakral yang memikat mata para pria dewasa. Dan kecantikan itu menurun pada putrinya Madeline.
"Sayangku...Madeline ....! Apakah kamu tidak ingin memeluk mommy, nak ...?" serak nyonya Kellen berurai airmata.
Madeline tampak tegang menatap wajah kedua orangtuanya secara bergantian. Lidahnya cukup kelu untuk menyebut mommy maupun Daddy-nya saat ini.
Waktu seakan terhenti sesaat untuknya. Nafasnya rasanya sesak entah karena rindu atau bahagia menyatu dalam dentuman jantungnya yang bertalu bahagia. Tidak terhitung berapa banyak tetes air mata yang jatuh di pipi mulusnya.
Bukan hanya Madeline yang merasakan euforia pertemuannya dengan kedua orangtuanya, namun Ghaida turut hanyut dalam drama haru itu.
"Madeline. Peluk ibumu, sobat...! Apakah kamu ingin menyia-nyiakan waktumu saat ini? Tidak ada yang perlu disalahkan karena semuanya sudah terjadi. Mereka sangat merindukanmu," bisik Ghaida pada Madeline yang masih tak bereaksi.
"Mommy minta maaf, nak...!" ucap nyonya Kellen ingin menggapai pipi putrinya namun ia begitu takut putrinya membencinya.
"Madeline. Sayang. Daddy tidak pernah berhenti memikirkanmu. Daddy selalu berusaha mencarimu. Apakah kamu membenci kami, nak?" tanya tuan Excel berharap putrinya tidak menyimpan dendam padanya.
Madeline mengusap pipinya. Ia merasa berada di dimensi yang berbeda saat ini. Tiba-tiba hidupnya berubah 180 derajat di awali dengan dirinya dipertemukan dengan Raffi. Hingga akhirnya cerita yang dimulai penuh ketegangan itu berakhir di malam ini.
"Mengapa kalian diam di situ? Apakah kalian tidak ingin memelukku?" ucapan itu akhirnya terdengar indah oleh kedua orangtuanya dan juga ketiga saudara yang sedari tadi hanya menunggu reaksi Madeline.
"Oh....! Putriku..!" Kedua orangtuanya Madeline memeluk Madeline bersamaan. Ketiganya menangis tersedu-sedu. Nyonya Kellen menghujani ciumannya pada kedua pipi putrinya.
Ghazali, Raffi dan Ghaida merasakan sesuatu yang tidak beres di sekitar hotel. Insting si kembar bekerja dengan cepat hingga mata mereka tertuju pada kecepatan peluru musuh yang akan menembus kaca restoran itu.
Rupanya ada yang mengirim sniper untuk membunuh keluarga kerajaan itu. Jika mereka tahu kalau kaca itu anti peluru maka tidak ada sniper yang mau membunuh keluarga itu.
"Mereka menggunakan peluru yang bisa menembus kaca anti peluru ini, kak Raffi. Ghaida...! jatuhkan semua peluru itu sebelum menembus kaca ini...!" titah Ghazali pada saudaranya yang spontan menahan hujan peluru itu ke arah mereka.
Raffi siap pasang badan melindungi keluarga itu jika terjadi sesuatu pada mereka. Raffi, Ghazali dan Ghaida sudah mengenakan rompi tipis dari bahan silikon yang tidak terlihat oleh orang lain karena mengikuti bentuk tubuh mereka.
"Pindahkan mereka kak Raffi...!" titah Ghaida yang tidak mau ambil resiko tinggi.
"Tuan, nyonya...!" tolong ikut denganku...!" ucap Raffi yang langsung dimengerti oleh tuan Excel.
"Baik." Tuan Excel melindungi kedua wanitanya beranjak keluar dari restoran itu menuju kamar mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments
Ramlah Kuku
politik yg jahat
2024-06-07
3
Mr.VANO
pertemuan mengarukan
2024-04-28
2
jhon teyeng
hhhmmm selalu deh bikin penisirin
2024-02-23
1