Tidak ingin ada peristiwa berdarah dalam rumahnya, Raffi meminta Ghazali untuk memberikan pelajaran pada para penjahat itu dengan tidak membuat keonaran dalam rumahnya.
"Ghazali. Jangan sampai barang-barang di dalam rumahku hancur. Eksekusi mereka dengan cara yang aman dan tidak meninggalkan darah di rumahku..!" pinta Raffi seraya menghubungi Ghaida agar membuka pintu balkon kamarnya.
"Baik bro. Tenang saja...! Serahkan semuanya padaku dan Ghaida akan membereskan sisanya!" ucap Ghazali yang langsung membuka pintu kamar yang ada di balkon itu membuat Raffi baru ingat saudara sepupunya itu punya kekuatan.
Ghaida dengan cepat mengarahkan pistolnya ke pintu balkon begitu pintu balkon itu terbuka." Ghaida...! Ini aku dan Raffi," ucap Ghazali sambil mengangkat kedua tangan mereka.
"Aisss ..! Kalian hanya mengagetkan aku saja," kesal Ghaida agak tenang dengan kedatangan kedua saudara lelakinya.
"Apakah dia masih tertidur?" tanya Raffi melihat wajah cantik Madeline yang tidur seperti bayi dalam keadaan tenang tanpa terganggu dengan kebisingan disekitarnya.
"Aku sengaja membuatnya tidur lebih nyenyak. Kalau dia terbangun, bisa jadi rahasia profesi keluarga kita terbongkar," sahut Ghaida.
Pintu kembali di dobrak oleh penjahat dari luar. Mereka begitu bernafsu ingin merangsak masuk ke dalam kamarnya Madeline. Ghazali mencari jalan untuk bisa menghadang para penjahat itu yang ada di depan kamarnya Madeline.
"Apakah kamu mau ikut aku ke kamarmu, bro...?" tawar Ghazali yang bisa saja melompat ke balkon kamar milik Raffi tanpa bantuan tali pengaman karena ia memiliki kekuatan.
Gerakan Ghazali sudah seperti bajing. Raffi hanya menjaga kedua wanita di kamar itu. Ghazali yang mengenakan pakaian serba hitam seperti milik penjahat memudahkan dia untuk menyamar.
Ia dengan santainya membuka pintu kamar Raffi dan melihat sekelompok penjahat yang sedang berusaha membuka pintu kamarnya Madeline. Ghazali muncul di depan mereka.
"Kenapa hanya kamu saja ke sini? Di mana yang lainnya?" cecar salah satu penjahat dengan wajah memerah menahan kesal.
"Mereka jatuh saat ingin masuk ke lantai ini. Hanya aku yang selamat," bohong Ghazali.
"Baiklah. Kalau begitu tolong dobrak pintu ini...! Mungkin kamu bisa. Kita harus membawa wanitanya sang bos. Kami sudah kelelahan mencoba membuka pintu ini."
"Minggir lah..! biar aku mencobanya. Tapi, sebelumnya kalian berkumpul di sana supaya wanitanya bos tidak ketakutan melihat kalian," ucap pemuda 16 tahun ini.
"Baiklah." Ke-enam orang penjahat berdiri merapat sambil menunggu Ghazali membuka pintu kamarnya Madeline.
Tanpa perlu didobrak pintu itu, Ghazali hanya membukanya tanpa perlu mengerahkan tenaganya. Hal itu membuat sekelompok penjahat itu terkesima.
"Bagaimana mungkin dia bisa melakukannya? Kita tadi hampir mati mendobrak pintu itu malah tubuh kita yang terpental," sentak mereka bersama.
Tanpa banyak bicara, Ghazali menghipnotis para penjahat untuk mengikuti perkataannya.
"Sekarang kalian kembali ke bos kalian dan hajar dia sampai dia mati. Kalian mengerti?" titah Ghazali dengan entengnya.
Semuanya beranjak keluar dari unit kamar apartemennya Raffi karena dibawah pengaruh hipnotis. Namun sebelumnya, Ghazali sudah menempelkan alat penyadap di salah satu jam tangannya seorang penjahat untuk mengetahui keberadaan Hansel.
Raffi dan Ghaida bernafas lega karena mereka tidak perlu membuang tenaga melumpuhkan kekuatan musuh yang tidak sebanding dengan mereka.
"Bagaimana mereka bisa mengetahui tempatku dan mengetahui jika Madeline ada disini?" heran Raffi.
"Pasti ponsel wanita itu sebagai petunjuknya. Itu dia ponselnya ada di sini," ucap Ghaida seraya mengambil ponselnya Madeline.
Mereka keluar dari kamar itu dan menonaktifkan GPS yang ada di ponselnya Madeline. Ponsel itu dikembalikan di tempat semula agar Madeline tidak curiga.
"Ini sudah jam tiga pagi, sebaiknya kita kembali tidur. Kak Raffi tidur di kamarnya saja. Dengan begitu kami tidak merasa sendirian," pinta Ghaida.
"Baiklah. Gantian aku yang menginap di sini," timpal Ghazali.
"Tunggu...! Bagaimana dengan para penjahat yang kamu jatuhkan dari atas gedung ini?" cemas Raffi.
"Mereka tidak mati. Hanya tubuh mereka saja yang sakit. Aku hanya membuat mereka pingsan," ucap Ghazali masuk ke kamar Raffi.
"Alhamdulillah. Terimakasih Ghazali. Kita tidak boleh membunuh musuh kecuali nyawa kita terancam. Itu yang dipesan oleh Oma Nabila," ucap Raffi.
"Iya. Aku tahu itu." Ghazali melepaskan kostum hitam tadi lalu memilih untuk tidur karena baju piyama mereka masih melekat di badan.
Keduanya kembali ke alam mimpi untuk bertemu bidadari. Begitu juga dengan Ghaida ikut melepaskan penatnya setelah mengeluarkan tenaga dalam untuk menghajar penjahat.
Di unit kamar berbeda, Hansel harus mendapatkan pukulan demi pukulan dari anak buahnya yang tidak memberinya jedah untuk bertanya.
"Hei....! Apa yang kalian lakukan?" tanya Hansel sambil berusaha menangkis pukulan dari anak buahnya sendiri.
"Kau harus mati...! Mati...!" pekik mereka bersamaan sambil mengeroyok Hansel hingga pria tampan itu terkapar.
Keesokan harinya, sikap Ghaida dan kedua saudaranya seolah tidak terjadi apa-apa. Mereka sarapan dengan tenang di depan Madeline yang cukup gugup berhadapan dengan Raffi di meja makan.
Matanya tidak ingin menatap wajah tampan itu, namun hatinya merasa enggan untuk melewatkan pagi begitu saja tanpa melihat pesona Raffi yang tak bosan membuatnya terus memuji.
"Apakah kamu ingin bekerja di tempat kerjamu lagi atau mencari pekerjaan ditempat yang lain?" tanya Raffi.
"Sebaiknya aku kembali bekerja di tempatku. Aku bisa mengundurkan diri secara diam-diam," pinta Madeline yang tidak tidak ingin jadi pengangguran.
"Apakah kamu ingin mencari tahu keluargamu yang sebenarnya?" tanya Ghaida yang sudah mengetahui cerita hidup Madeline.
"Bagaimana caraku untuk mengetahui asal-usul ku?" sendu Madeline.
"Itu gampang diatur. Kita bisa menanyakan ayah angkat mu tentang dirimu. Serahkan semuanya padaku.
Kami akan membantumu menemukan keluargamu yang sebenarnya. Tapi, kamu harus menyiapkan diri jika ada kemungkinan kedua orangtuamu telah tiada," balas Ghaida.
Pagi itu, Raffi mengantar Madeline ke hotel tempatnya bekerja sebagai koki. Sementara Ghazali mendatangi kediamannya Madeline untuk bertemu dengan tuan Miko.
Madeline yang mengenakan baju milik Ghaida yaitu blus berlengan panjang berwarna coklat dan senada dengan roknya.
Wajah Madeline tidak terlihat lebam lagi setelah dioles dengan obat krim yang sangat mahal. Ghaida bahkan memberikan tas dan sepatunya pada Madeline. Jadilah penampilan Madeline terlihat seperti wanita berkelas karena apapun yang dikenakannya semuanya branded.
Mobil Raffi memasuki halaman hotel itu dan Madeline turun dari mobil mewah itu.
"Jam berapa kamu pulang?" tanya Raffi ikut turun dari mobil.
"Paling malam hari sekitar jam 8 malam."
"Kalau begitu tunggu aku yang akan menjemputmu. Jangan ke mana-mana sebelum aku datang!" ucap Raffi.
"Baiklah tuan. Terimakasih untuk semuanya," ucap Madeline tersenyum manis di depan Raffi yang baru menyadari senyuman Madeline akan membawa petaka baginya.
"Jangan berikan senyumanmu itu pada yang lain...!" tegas Raffi entah mengapa berkata seperti itu.
"Emangnya kenapa tuan?" tanya Madeline tidak mengerti.
"Turuti saja ucapanku kalau kamu ingin selamat," ucap Raffi masuk lagi ke mobilnya dan meninggalkan Madeline yang masih berdiri terpaku menatap mobil mewah milik Raffi.
Sampai mobil Raffi menghilang, Madeline baru melangkah ke arah bagian dapur hotel namun dicegat oleh manajer hotel.
"Apakah kamu tidak masuk kemarin karena disewa oleh pria itu?" tanya manajernya yang selama ini naksir berat pada Madeline.
"Maaf tuan. Itu kerabat saya," ucap Madeline berjalan terburu-buru ke arah dapur hotel.
"Sok jual mahal...! Ternyata ja*ang juga," remeh tuan Van.
Di kediamannya tuan Miko, Ghazali bertemu langsung dengan tuan Miko. Beruntunglah tidak ada nyonya Dorothy karena wanita bertubuh gempal itu sedang ke minimarket.
"Apa yang kamu inginkan dariku anak muda? Putriku tidak ada di sini," ucap tuan Miko sambil meneguk minumannya.
"Aku ingin mengetahui asal usul nona Madeline," ucap Ghazali.
"Dia putriku. Kenapa kamu ingin tahu tentangnya," ketus tuan Miko.
"Berapa yang harus aku bayar untuk informasi berharga itu?" tanya Ghazali langsung to the poin.
Tuan Miko terkekeh dan iapun menyebutkan jumlah fantastis uang yang harus diberikan Ghazali.
"Baiklah. Sepakat. Aku akan mentransfer langsung uangnya ke rekeningmu. Tunggu sebentar...!" Ghazali mengeluarkan ponselnya dan memasukkan beberapa digit angka di m-banking miliknya lalu mentransfer uang tersebut ke rekening pribadi tuan Miko.
"Uangmu sudah masuk ke rekeningmu. Sekarang beritahu aku di mana kedua orangtuanya Madeline. Bagaimana kamu menemukannya? Apakah ada petunjuk untuk bisa menemukan kedua orangtuanya?" cecar Ghazali tidak sabaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments
Ramlah Kuku
dasar mata duitan
2024-06-07
2
Merica Bubuk
Jiieehhh... suit swiiiiwww 😙😙😙
2024-05-31
2
Mr.VANO
lucu authorny,,senyum membawa petaka,,🤣🤣🤣
2024-04-27
2