Raffi masuk ke unit kamar apartemennya dengan Madeline yang ia jaga seperti saudaranya sendiri.
Ada rasa iba dalam hatinya dengan nasib gadis malang ini yang tidak mengetahui asal usulnya.
"Sekarang sudah memasuki waktu subuh. Apakah kamu sudah makan?" tanya Raffi melihat Madeline yang sedang memegang perutnya yang terasa perih.
"Aku belum makan apapun dan aku hanya diberi minuman alkohol yang tidak pernah aku cicipi sebelumnya," ucap Madeline apa adanya.
"Apakah kamu bisa memasak atau setidaknya membuat sandwich?" tanya Raffi.
"Aku bisa melakukannya karena aku adalah seorang koki yang bekerja di sebuah hotel mewah," sahut Madeline sambil menyebutkan nama hotel itu.
"Baguslah. Kalau begitu ikut denganku ke dapur..!" membuka kulkas dan mengeluarkan bahan makanan untuk membuat sandwich.
"Ini ada susu segar dan juga kopi. Aku tinggal dulu dan buatkan untukku juga. Ada mesin kopi di sana. Aku mau sholat dulu.
Kalau sudah jadi, panggil aku. Ok...!" meninggalkan Madeline sendirian di dapur dan Raffi ingin menunaikan sholat subuh karena sudah memasuki waktu subuh.
Madeline yang masih bingung dengan kata sholat sedang memikirkan aktivitas itu.
"Sholat...? Apa itu sholat..?" tanya Madeline sambil mengeluarkan roti dari plastik.
Raffi ingin membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum sholat. Setelah itu ia mengenakan baju koko dan sarung serta pecinya. Membentangkan sajadah lalu menghadap kiblat untuk berkomunikasi dengan Sang penguasa hidupnya.
Kebetulan pintu kamar Raffi terbuka sedikit memudahkan Madeline melihat ke dalamnya. Setelah sarapannya siap di jam lima pagi itu, Madeline memanggil Raffi di kamarnya.
Melihat pintu kamar itu terbuka, Madeline memberanikan diri masuk ke kamarnya Raffi. Ia mengetuk pintu itu sesaat namun Raffi khusuk dalam sholatnya.
"Dia lagi ngapain?" gumam Madeline heran melihat Raffi yang sedang menunaikan sholat subuh dengan gerakan aneh menurutnya tanpa menggubrisnya.
"Tuan. Sarapannya sudah siap. Apakah aku bawakan sarapan anda ke kamar ini?" tanya Madeline dengan polosnya sambil meneliti wajah Raffi yang sedang duduk takhyat akhir.
Melihat mulut Raffi yang sedang komat kamit, Madeline mengira Raffi sedang bicara dengannya.
"Suaramu terlalu pelan tuan. Apakah tuan bisa bicara dengan suara yang lebih keras?" sopan Madeline yang duduk berlutut di depan Raffi.
Sedikitpun Raffi tidak merasa terganggu dalam ibadahnya. Usai menyelesaikan sholatnya Raffi menengok ke kanan dengan thumaninah seraya mengucapkan salam dan seterusnya.
"Tuan. Aku ada di depanmu. Mengapa malah menengok ke kanan dan ke kiri?" heran Madeline makin tidak mengerti dengan kelakuan Raffi yang dianggapnya aneh.
Raffi menatap ke depan melihat wajah cantik Madeline dan baru menyadari ada memar di pipinya gadis itu.
"Astaghfirullah halaziiim...! Ya Allah, rupanya gadis ini terluka," gumam Raffi yang tersenyum pelit pada Madeline.
"Maaf nona. Tadi aku sedang ibadah kepada Tuhanku. Jadi, aku tidak menggubris mu. Apakah sudah siap semuanya?" tanya Raffi lalu membuka pecinya.
Yang ditanya malah bengong melihat air muka Raffi sangat bercahaya hingga aura ketampanannya makin membuat Madeline terbuai.
"Astaga...! Aku belum pernah melihat wajah setampan lagi menyejukkan hatiku seperti wajah pria ini," batin Madeline terpesona dengan ketampanan Raffi karena cahaya wudhu nya.
Raffi berdiri dan memberikan satu tangannya membantu Madeline berdiri." Ayo kita sarapan...!" ajak Raffi dan Madeline merasa sangat senang dengan perhatian Raffi.
Mata Madeline tertuju pada foto keluarga yang ada di meja nakas Raffi. Raffi yang memiliki saudara kembar Raffa dan juga ibu yang sangat cantik yaitu Bunga dan ayahnya Daffa.
"Apakah itu keluargamu?" tanya Madeline mengekori langkah Raffi.
"Ya."
"Ibumu memakai kerudung. Apakah kamu seorang muslim?" tanya Madeline.
"Iya."
"Apakah kamu adalah Islam tero...-"
"Hentikan ucapanmu dan duduklah...! Kita makan." Menarik kursi untuk Madeline lalu untuk dirinya.
Madeline menjadi tidak enak hati karena sudah meragukan agama yang dianut Raffi. Keduanya makan dengan tenang. Sandwich buatan Madeline sangat enak.
Raffi menikmati setiap gigitannya karena sandwich buatan Madeline tidak jauh berbeda dengan buatan ibunya dan juga omanya Nabila bahkan tantenya Nada dan Cintami.
"Ya Allah. Kenapa aku jadi merindukan mereka terutama masakan mommyku," batin Raffi.
"Nanti kamu tidur di kamar tamu. Ada pakaian untukmu. Aku sengaja menyiapkan piyama tidur untuk tamuku. Tentu saja masih baru.
Yang datang ke sini biasanya saudara sepupuku. Baru kamu wanita yang bukan kerabatku yang aku ajak ke sini karena kamu dalam pengawasanku," ucap Raffi.
"Terimakasih sudah mau melindungi ku. Aku janji tidak akan menyusahkanmu. Aku akan berangkat kerja. Tapi aku takut keluargaku atau orang-orang suruhan tuan Hansel mencariku di tempat kerjaku," ragu Madeline di mengerti oleh Raffi.
"Untuk sementara waktu kamu di sini dulu. Aku akan mencari pekerjaan untukmu dan juga unit apartemen di gedung apartemen ini untukmu.
Masalah sewa biar aku yang tanggung. Yang penting kamu nyaman. Maaf. Aku tidak bisa menampung mu di sini karena kita bukan mahram," jelas Raffi.
"Apa itu mahram?" tanya Madeline yang baru mendengar kata itu.
"Hubungan pria dan wanita yang terikat pertalian darah atau seseorang yang tidak bisa saling menikah berdasarkan hukum Islam," papar Raffi.
"Kita kan bisa saling menjaga satu sama lain agar tidak bersentuhan," balas Madeline yang mulai memahami penjelasan Raffi dalam agama yang dianut Raffi.
"Konsepnya tidak seperti itu. Karena setan memanfaatkan situasi di mana kedua orang yang tidak bisa mengendalikan syahwatnya terjebak dalam hasutan nya untuk melakukan hubungan intim tanpa pernikahan," jelas Raffi.
"Jadi, kamu mau bilang kita tidak boleh terpikat satu sama lain karena setan akan menganggu kita. Baiklah, aku mengerti. Aku jadi terkesan dengan keyakinanmu," ujar Madeline yang sangat terkesan dengan akhlak Raffi.
Usai sarapan, Raffi menunjukkan kamar tamu untuk Madeline agar gadis itu bisa istirahat. Sebelumnya Raffi memberitahukan letak kamar mandi dan ruang ganti yang ada di kamar itu. Unit kamar Raffi sudah seperti desain interior hotel, jadi Madeline merasa sedang menginap di hotel.
"Aku ada urusan di luar dan kamu bisa menghubungiku jika butuh sesuatu dan satu lagi jangan menghubungi siapapun atau menerima panggilan telepon dari siapapun.
Kamu mengerti?" tegas Raffi memberitahukan nomor kontaknya pada Madeline.
"Tuan. Apakah aku boleh menanyakan sesuatu kepadamu?"
"Silahkan...!"
"Siapa kamu sebenarnya? Maksudku, apa profesimu sebenarnya?"
"Aku ...? Hanya seorang polisi yang sedang menyamar dan aku harap kamu tidak membocorkan profesiku pada siapapun. Tolong jangan tanyakan lagi apapun padaku karena aku harus ke kantorku," ucap Raffi dan Madeline hanya tersenyum.
"Hati-hati tuan...!" Pintu kamar ditutup rapat oleh Raffi sebelum meninggalkan kamar Madeline. Gadis ini masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah merasa tubuhnya sangat segar, Madeline mengenakan jubah mandi putih dan mengambil lation untuk mengusap bagian kulitnya yaitu tangan dan kaki.
Diatas tempat tidur ada krim obat luar. Madeline mengambilnya dan membaca nama krim oles itu.
"Ya Tuhan. Pria ini benar-benar sempurna. Ia bahkan sudah menyiapkan obat memar untukku."
Raffi tidak ke mana-mana. Ia mendatangi unit kamar sepupunya yang berada satu lantai diatasnya. Siapa lagi kalau bukan Ghazali dan Ghaida yang saat ini masih mengenyam bangku kuliah.
Ghazali membuka pintu untuk Raffi. Biasanya Raffi ikut bergabung dengan mereka entah makan malam atau siang karena Ghaida biasanya memasak.
"Aku mau menumpang tidur di sini," ucap Raffi karena matanya sangat berat.
"Apakah kamarmu hancur, bro?" ledek Ghazali yang sudah tahu kalau di apartemen Raffi sedang ada wanita.
"Aku mau tidur dan jangan menggangguku." Merebahkan tubuhnya yang sangat penat di atas kasur itu.
Sementara di tempat lain, Hansel mendatangi apartemennya Madeline. Di sana ia hanya bertemu dengan nyonya Dorothy.
"Di mana putrimu, hah ..!" menarik kaus nyonya Dorothy dengan kasar.
"Bukankah dia semalam bersamamu, tuan," gugup Dorothy dengan wajah pucat.
"Dia minggat dariku dan aku belum menyentuhnya sama sekali. Sekarang bawa putrimu ke sini, cepattt...!" Mendorong tubuh gemuk itu hingga jatuh terjerembab di lantai.
"Dia bahkan belum pulang sampai saat ini tuan. Aku pikir dia bersama mu."
"Kalau begitu temukan dia atau peluru itu akan bersarang di kepalamu.....!" Menodongkan moncong pistol ke kepala Dorothy.
"Aku bisa menemukannya dengan mudah karena ponselnya sudah aku pasang GPS," ucap Dorothy membuat Hansel menyeringai licik.
"Ternyata kamu adalah seorang ibu yang sangat baik hati." Meninggalkan kamar Dorothy secepatnya untuk mencari titik keberadaan Madeline.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments
Ramlah Kuku
astaga mau mati konyol ibunya Madeline
2024-06-06
2
Merica Bubuk
😁😁😁
2024-05-31
2
Merica Bubuk
Ai kamu... si Rafi lg Sholat, kalah Clo hareupeun ? 🤦♀️🤦♀️😁😁😁
2024-05-31
3