Sore hari Ken mengajak Hanum pulang. Wajah istrinya juga terlihat lesu tak bersemangat. Sebelum pulang ke rumah, Ken mengajak istrinya makan malam terlebih dahulu. Hanum pun mengiyakan saja tanpa menyahuti ucapan suaminya.
"Ada apa? Hari ini kamu kelihatan lesu dan tidak bersemangat!"
"Hemm," sahut Hanum lesu dan lemas.
"Kau sakit?" Ken menempelkan punggung tangannya di kening sang istri.
Badan Hanum memang sedikit hangat, pantas sedari tadi wajahnya merah. Ternyata Hanum sedang sakit.
Ken pun membelokkan mobilnya ke apotek terdekat untuk membeli obat penurun panas, madu dan beberapa vitamin. Setelah itu ia kembali masuk ke dalam mobil melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah.
"Kita nggak jadi makan diluar ya? Sepertinya kamu sedang tidak enak badan!"
Hanum hanya menganggukkan kepalanya. Dia pasrah, dan tidak mau membuat suaminya khawatir.
Sesampainya di rumah, Ken langsung membopong tubuh Hanum ala bridal style menuju kamar. Aksi Ken seperti itu, tentu membuat tanda tanya semua orang yang ada di dalam rumah. Termasuk Rangga yang kebetulan sudah pulang dari kantor.
"Bi Nur, tolong siapkan makan malam! Hanum belum makan malam. Dia harus minum obat!" titah Ken pada Bi Nur.
"Baik, Tuan!" jawab Bi Nur segera menyiapkan makanan dan minuman untuk dibawa ke lantai dua.
Begitu sampai di kamar, makanan yang dibawa Bi Nur langsung diambil Ken. Ken bergegas menyuapi istrinya dengan telaten.
"Sudah cukup. Perutku mual!" ujar Hanum memegangi perutnya.
"Tapi kamu cuma makan tiga sendok saja. Apa nanti nggak lapar?" tanya Ken dengan lembut.
"Mulutku buat makan nggak enak!" balas Hanum.
"Sudah jangan dipaksakan, Tuan. Seperti itulah kalau sakit. Buat makan nggak enak! Nanti besok bibi buatkan bubur deh!" ucap Bi Nur sambil mesam-mesem.
"Kenapa, Bi?" tanya Ken merasa senyuman Bi Nur aneh.
"Hihihi, coba beli testpack ke apotek, Tuan. Mungkin saja Non Hanum nggak sakit, tapi Non Hanum sedang ha.....!"
Krikk .... Krikk ....Krikk
Ken dan Hanum saling pandang, namun mereka tidak menjawab ucapan Bi Nur. Ken hanya mengumpat Bi Nur dalam hati, kesal bin dongkol.
Buat apa beli testpack? Nyucus aja belum. Nasib tarsan memang apes!
Lagi kesel-keselnya terdengar ditelinga, satpam jaga lagi nyetel lagu belah duren, lagu viral pada masanya yang dinyanyikan oleh almarhumah Julia Perez. Semakin dongkol lah hati Ken, dipenuhi oleh duren, duren, duren, sayangnya durennya belum bisa dibelah. Hihihi....
Yang satu ini durennya luar biasa . Bisa bikin semua nggak tahan. Sampai-sampai ketagihan
Kalo abang suka tinggal belah saja. Kalo abang mau tinggal bilang saja.
"SHITT! Apanya yang mau dibelah? Durennya aja masih dibungkus rapet!" rutuk Ken dalam hati. Ngenes.
******
Keesokan harinya, Ken duduk di samping tempat tidur, setia menunggui Hanum yang terbaring lemah. Wajahnya pucat, panas tubuhnya memang sudah turun, namun Hanum masih belum mau mengisi perutnya dengan makanan. Dengan wajah lesu, gadis itu menjelaskan bahwa mulutnya masih merasakan pahit yang tak kunjung hilang.
"Ya sudah, kamu di rumah saja. Nanti biar aku izin ke kampus kalau hari ini kamu nggak berangkat!"
"Terimakasih ya, Bie." Jawab Hanum senang karena masih ada orang yang perhatian padanya.
"Aku tinggal ke kantor sebentar nggak apa-apa kan?"
"Nggak apa-apa kok, Bie. Hubby tenang saja!"
"Pokoknya kalau kamu butuh apa-apa, langsung telpon nomorku!"
Hanum menganggukkan kepalanya dengan lemah.
Dengan perasaan berat, Ken menyelesaikan persiapan untuk pergi ke kantor. Ia merasa sedih karena harus meninggalkan istrinya, yang sedang sakit di rumah.
"Apa dia akan baik-baik saja tanpa aku di sampingnya?" batin Ken dengan khawatir.
Namun, ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya tersebut dan berpamitan kepada sang istri sambil menitipkan Hanum pada Bi Nur, pembantunya.
Sebagai seorang profesional, Ken paham bahwa pekerjaan adalah prioritas. Ia harus berangkat hari ini untuk pertemuan penting dengan klien guna membahas masalah pekerjaan yang sudah direncanakan sejak lama. Meskipun hatinya berat, ia mencoba untuk menenangkan diri, meyakinkan dirinya bahwa Hanum akan baik-baik saja di bawah pengawasan Bi Nur.
"Aku harus bisa menjaga kewarasan," gumam Ken pada diri sendri, pasalnya dia belum pernah sekhawatir ini pada seorang wanita.
Dia mengambil resiko dan mencoba untuk tidak terbawa perasaan. Ken menyakinkan dirinya sendiri bahwa dia harus profesional dalam bekerja.
Dengan penuh keyakinan, Ken melangkah keluar rumah, meninggalkan istrinya yang sedang sakit dan hati yang terus bergumul dengan perasaan cemas. Namun, demi tanggung jawab dan komitmennya pada pekerjaannya, Ken rela berkorban untuk kesuksesannya.
"Non ini bibi buatin bubur. Non Hanum makan ya!"
"Terimakasih banyak ya, Bi!"
"Kepalanya masih pusing nggak?"
"Sedikit sih, Bi. Tapi panasnya dah turun!"
"Alhamdulillah kalau begitu!" senang Bi Nur.
"Kemana semua orang, Bi?"
"Bu Ambar seperti biasa, dia sibuk dengan acara sosialitanya. Kalau Non Sofia pergi dengan teman-temannya. Kalau Non Monica, bibi kurang tau. Dia memang jarang di rumah!" jelas Bi Nur, "Apa nona butuh sesuatu lagi?"
"Nggak, Bi. Hanum mau tidur lagi!"
"Ya sudah, Bibi tinggal ke dapur ya, Non. Kalau butuh apa-apa, Non bisa telepon bibi pake telepon yang nempel di dinding. Pencet tombol satu, nanti langsung terhubung ke kami!" jelas Bi Nur lagi.
"Baik, Bi. Sekali lagi terimakasih ya, Bi!"
"Sama-sama."
*
*
*
Setelah menghabiskan bubur dan meminum obatnya, Hanum merasa kantuk menghampiri. Gadis cantik itu memejamkan matanya dan tidak lama kemudian tenggelam dalam tidur nyenyak.
Sore harinya, tiba-tiba, Hanum tersentak bangun ketika merasakan ada tangan kekar yang mengelus kulit halusnya perlahan. Dianggapnya semula sebagai mimpi, namun ternyata tidak.
Mata Hanum terbelalak, seseorang telah membekap mulutnya sebelum ia sempat berteriak. Tak hanya itu, tatapan takut Hanum mengungkapkan kepanikan dan perasaan terjebak.
Pria itu menyeringai lebar, matanya menyala penuh nafsu saat menatap Hanum. Hanum yang masih merasakan pusing di kepalanya berusaha mengumpulkan kekuatan. Dia ingin melawan, namun tenaganya sangat lemah dan lemas. Bahkan untuk berteriak, rasanya tak mampu.
"Kau sangat cantik, Hanum! Kenapa harus Ken yang mendapatkanmu? Harusnya aku. Aku, Hanum!" ejek pria itu sambil mengendalikan tatapan hausnya.
Air mata Hanum mengalir deras. Dengan penuh ketakutan, dia mencoba menepis tangan pria itu yang hendak menyentuh tubuhnya. Sementara hatinya meronta, berharap pertolongan datang segera.
"Berapa Ken membayar kamu, Hanum. Sepuluh juta? Lima belas juta? Atau dua puluh juta? Aku mampu membayar mu 100 juta untuk satu hari penuh!"
"Lepas-kan, Brengsek!"
"Kamu cantik sekali, Hanum. Pertama kali melihatmu, aku benar-benar sudah jatuh hati padamu. Tapi aku heran, kenapa kau lebih memilih pria sialan itu. Dia hanyalah anak tiri di rumah ini, yang tidak diakui oleh Mama Ambar. Harusnya kau memilihku saja. Hahahaha!"
"Lepaskan a-ku, Bedebah!"
Bersambung.....
Aku kasih dobel update. Mana votenya nih??????
Aku kasih visualnya ya, Bebz....
Ini visualnya Om Ken, meskipun sudah kepala tiga, tapi masih ganteng dan gagah.....😁😁😁😁👉👈
Dan ini aku kasih visualnya Hanum.... yang masih unyu-unyu tapi manis. Kalau nggak sesuai ekspektasi kalian, kalian bisa bayangin sendiri visualnya...👉👈
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
zhoedjie liem
keren visualnya...
2024-09-15
0
Rosliza Maznah
wow
2024-09-10
0
Fifid Dwi Ariyani
teusceria
2024-07-29
0