"Pokoknya mama harus menekan Ken untuk menyerahkan semua hartanya pada kita. Aku nggak rela Mah, kalau Ken menerima warisan papa. Apalagi papa mewariskan harta lebih banyak untuk Ken." Tekan Sofia pada mamanya.
"Iya, Mah. Apa yang dikatakan Sofia benar. Aku juga nggak setuju, Ken mendapatkan bagian lebih besar dari kita!" giliran Monika yang berbicara.
"Yah, Mama tahu itu. Tapi mau bagaimana lagi, di surat wasiat yang ditinggalkan papa kalian, Ken memang mendapatkan lebih besar harta papa kalian, karena Ken adalah anak laki-laki satu-satunya di keluarga kita. Mau tidak mau, kita harus menuruti surat wasiat itu!"
"Terus mama terima begitu saja dengan surat wasiat dari papa?" tanya Monica.
"Tentu saja mama tidak terima. Mama sedang menyusun rencana agar Ken mau menyerahkan semua miliknya pada kita, tanpa kita menekan anak itu!"
"Susah, Mah. Ken itu cerdas. Dia tidak akan menyerahkan begitu saja bagiannya pada kita secara cuma-cuma. Apalagi sekarang dia sudah memiliki istri!" ujar Sofia.
"Kamu tenang saja. Itu urusan mama. Yang penting kalian terima beres saja!" ucap Ambar pada kedua anaknya.
"Kalau perusahaan sudah ada di tangan kita, apa kalian mau menggantikan posisi Kenzo?" tanya Ambar pada Sofia dan Monika kurang begitu yakin.
Pasalnya memang selama ini kedua putrinya, Sofia dan Monika, sama sekali tidak memiliki keahlian mengelola perusahaan. Sebaliknya, Kenzo, anak tiri telah dibekali ilmu kepemimpinan sejak kecil oleh mendiang suaminya. Terlahir sebagai pewaris perusahaan Varo Ltd, Kenzo dengan penuh dedikasi memastikan kesuksesan bisnis keluarganya. Hingga saat ini, perusahaan tersebut terus berkembang pesat, menjulurkan sayapnya hingga ke mancanegara.
Sementara itu, Sofia dan Monika lebih terbiasa menikmati kemewahan hidup, menjalani hari-hari dengan shopping di mall, bersenang-senang, dan berfoya-foya menghabiskan uang suami mereka. Tak ada tekad dalam diri mereka untuk berkontribusi mengelola perusahaan. Sungguh, bagaikan perbedaan antara langit dan bumi jarak mereka dengan Kenzo dalam hal dedikasi terhadap bisnis keluarga.
Ambar merasa ragu; apakah keputusan untuk meminta Ken menyerahkan seluruh bagian hartanya kepada kedua putri kandungnya benar? Bisnis keluarga saat ini sepenuhnya berada di tangan Kenzo, putra tirinya yang sangat ia benci, karena ibu kandung Ken telah merenggut kebahagiaan yang seharusnya ia dan kedua putrinya rasakan.
"Apakah ini pilihan yang tepat? Apakah anak-anakku akan mampu menjalankan perusahaan ini tanpa Ken? Bisakah mereka mendapatkan keberhasilan dan kebahagiaan yang aku impikan untuk mereka, jika aku melepaskan jaminan keuangan yang ada di tangan Ken?" gumam Ambar dalam hati.
Seiring dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, rasa benci yang mendalam kepada Ken pun tumbuh.
Namun, di sisi lain, Ambar tahu betul bahwa jika ia meminta Ken untuk menyerahkan hartanya hari ini juga, pasti Ken akan melakukannya tanpa ragu-ragu. Ken adalah anak yang sangat tunduk dan patuh, dan selalu merasa berhutang budi kepada Ambar. Pasalnya, Ambar-lah yang merawat dan membesarkan Ken meskipun perasaan benci selalu ada di hatinya.
"Dilema ini semakin menyiksa. Tapi aku harus merebut demi kedua anak-anakku, aku harus melampiaskan rasa benciku dengan mengorbankan satu anak yang sudah menghancurkan keluargaku, kebahagiaanku!" gumam Ambar dengan perasaan tak menentu.
Hanum segera meninggalkan ruangan itu, langkahnya terburu-buru. Ketakutan terpancar dari matanya; takut kalau-kalau mama mertuanya menyadari kehadirannya di sana. Hatinya berdegup kencang seiring langkah yang semakin cepat hingga ia masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa mama berusaha menjatuhkan posisi Om Ken di perusahaan? Om Ken juga kan anaknya sendiri!" gumam Hanum sambil merenung. Suasana hatinya semakin terhanyut dalam lamunan dan pertanyaan yang tak terjawab tentang niat jahat mama mertuanya serta kedua kakak iparnya. Hanum benar-benar bingung dan dilema.
Rasa khawatir dan gelisah dalam hati Hanum terus mengganggunya sehingga ketika Ken pulang, ia bahkan tidak menyadari suara pintu yang terbuka dan suaminya yang sudah ada di dekatnya.
Melihat Hanum melamun, Ken tiba-tiba memeluk tubuh Hanum dari belakang. Gadis itu nampak terkejut, seandainya saja Hanum tidak mengatakan siapa dirinya.
"Ommm!" Hanum nampak terkejut.
"Apa yang sedang kau lamunkan?" tanya Ken dengan berbisik di telinga gadis itu.
"Ih, jangan begini, Om. Nanti kalau ada yang lihat bagaimana?"
"Tidak ada. Hanya ada kita berdua di kamar!"
"Iya, Tapi.....! Aku tidak nyaman kalau Om memelukku begini!" ujar Hanum, pipinya sudah memerah menahan malu.
"Kenapa? Aku suamimu, dan kau istriku. Kita suami istri, dan sah-sah saja melakukan ini. Bahkan kalau lebih pun sah-sah saja!" kekeh Ken sengaja menggoda istrinya.
"Sini duduk dulu deh, Om. Aku mau ngomong penting!" Hanum menarik tangan Kenzo, dan kedudukannya di sofa yang ada di ruangan itu.
"Hah, Ada apa? Oh, kau mau duduk di pangkuanku?" ledek Ken, matanya sengaja kedap-kedip.
"Ish, Om ini selalu bercanda. Aku serius, Om!" Hanum memukul pelan dada suaminya.
"Oke, aku serius. Kamu mau ngomong penting apa?"
"Tapi om jangan marah ya!"
Ken menautkan kedua alisnya, "Tidak. Ngomong saja. Ada apa?"
"Tadi saat aku mau ke dapur, aku tidak sengaja mendengar percakapan antara mama, Kak Sofia, dan Kak Monika."
"Terus?"
Hanum pun menceritakan apa yang didengarnya tadi pada Kenzo hingga selesai. Kenzo menautkan kedua alisnya, lalu menghela nafasnya panjang. Sepanjang jalan kenangan. Hanum menatapnya dengan perasaan aneh.
"Sudah. Biarkan saja. Tidak perlu kau pikirkan! Okey!"
"Hah, apa Om nggak marah sama mereka? Mereka mau melengserkan posisi om loh!" ucap Hanum lucu.
Ken hanya tersenyum kecil melihat Hanum begitu antusias memikirkan dirinya. Apakah Ken boleh berharap sesuatu pada Hanum?
"Om kan juga putra mama Ambar. Dan Kak Sofia dan Kak Monika adalah kakak Om. Masa mereka tega sih melakukan itu?" Hanum yang biasanya hanya bicara satu dua patah kata, tapi kali ini bicaranya banyak sekali. Ken tersenyum lebar begitu tahu kalau ternyata istrinya itu sangat cerewet sekali.
"Mama Ambar itu bukan ibu kandungku, Hanum!" potong Ken, saat Hanum tak berhenti bicara.
Begitu Ken mengatakan itu, Hanum langsung terdiam.
"Apa?"
"Iya. Mama Ambar bukanlah mama kandungku."
"Om, serius?"
"Iya." Ken menatap lekat manik coklat itu, "Aku hanyalah anak dari istri kedua. Istri siri papaku. Istri yang tidak diakui keluarga. Tapi papa sangat menyayangi ku, karena aku adalah anak laki-laki yang selalu diharapkan dan dibanggakan oleh papa. Aku sadar selama ini papa hanya menyayangi dan memperhatikan ku, bahkan perlakuannya padaku dan kedua kakak ku juga sangat berbeda. Mungkin itulah yang membuat mama Ambar sangat membenciku. Mamaku sendiri meninggal setelah melahirkanku. Dan yang merawat serta membesarkanku adalah mama Ambar. Seandainya Mama Ambar memintaku untuk menyerahkan semua harta warisan yang di wasiatkan papa hari ini juga, maka aku pun akan menyerahkannya. Aku berhutang banyak pada mama yang sudah merawat dan membesarkanku hingga aku besar. Jika memang dengan menyerahkan perusahaan dan semua harta warisan bagianku pada mereka membuat mereka bahagia, aku rela dan ikhlas."
Degh ....
Hanum terkejut mendengar penjelasan yang keluar dari mulut suaminya. Selama ini ternyata mama Ambar bukanlah ibu kandung Kenzo, suaminya. Tak bisa dipungkiri, ada perasaan lega yang menghampirinya. "Oh, begitu rupanya alasan di balik perbedaan perlakuan mama Ambar terhadap kami," gumam Hanum dalam hati.
Dia merenungi perasaan-perasaan yang kini bercampur aduk; ada rasa simpati pada suaminya yang ternyata tidak tumbuh dalam keluarga yang utuh, sekaligus rasa lega karena mengetahui alasan mengapa mama Ambar begitu jauh berbeda dalam memperlakukan anak-anaknya. Hanum kemudian melirik ke arah suaminya, mencoba memahami apa yang dirasakannya saat ini. Mungkinkah ini juga merupakan beban bagi Kenzo?
"Maaf, Om. Aku nggak tau kalau Om......?" ujarnya dengan perasaan ingin tahu sekaligus cemas. Apakah rasa terluka itu juga menoreh dalam diri suaminya, atau mungkin, suaminya telah menemukan cara untuk menerima kenyataan tersebut dengan lapang dada?
Wajah Kenzo nampak muram, jelas bahwa dia juga merasa sedih, "Apapun yang kau dengarkan tentang aku, berpura-puralah tidak tahu. Kalau kau tidak tahan untuk mendengarnya, maka jangan didengarkan. Mending kau belajar menjadi istri yang baik. Belajar bagaimana caranya melayani suami diatas ranjang supaya suami PUAS!" Kenzo menekan kata puas sambil menaik turunkan kedua alisnya.
Krikk ... Krikk ... Krikk
Bersambung ....
Kasih Om Ken semangat dengan rate bintang 5 .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Bundanya Aulia
mana tahan thor,,,😄
2025-01-04
0
Rosliza Maznah
mantap
2024-09-09
0
Fifid Dwi Ariyani
trusemangat
2024-07-29
1