Sesampainya di kademangan, Ayuni yang melihat kedatangan Ibu Senjaya, langsung memeluk Kinasih bagaikan Ibu nya sendiri. Ini dikarenakan dirinya yang memang sudah tak punya Ibu lagi. Ibu kandungnya telah meninggal beberapa tahun lalu setelah menghelat pernikahan anaknya yang kedua.
"Ibu..akhirnya kau datang juga. Aku senang ibu ada disini.." Kinasih membelai wajah anak itu.
"Oh Ayuni benarkah yang terjadi dengan mu nak?. Apakah benar Senjaya telah menyelamatkanmu,?"
"Benar bu. Senjaya telah membuat jera kang randu. Hingga ia lari terbirit-birit,"
"Syukurlah kalau begitu. Ibu senang mendengar dirimu selamat.." Ki demang pun menyambut Kinasih.
"Kinasih...terima kasih kau telah bersedia datang kesini. Aku sempat cemas tadi bila kau tak datang. Marilah masuk. Aku sudah mempersiapkan makan malam untukmu,"
"Terima kasih Ki Demang. Aku minta minum saja. Aku sudah makan dirumah tadi,"
"Kalau begitu baiklah. Aku juga sudah mempersiapkan kamar untukmu. Juga Senjaya." Tetapi Ayuni menyahut.
"Ayah biarlah Ibu Senjaya tidur dikamarku. Tempat tidurku luas. Bisa buat dua orang. Jadi aku ada teman berbicara yah.." Ki Demang menoleh ke Kinasih seakan meminta persetujuan.
"Baiklah. Biarlah aku dikamar Ayuni saja. Aku juga senang bila aku bisa jadi teman bicaranya,"
"Terima kasih Kinasih. Tapi maaf kalau anakku ini agak keras kepala dan juga manja.." Kinasih tersenyum
"Tak apa. Wajarlah. Namanya juga anak gadis. Aku pun sama dulu waktu seumuran dengannya.." Ayuni langsung menyahut.
"Tuh kan Yah. Ternyata bukan aku saja yang seperti ini..weeee,"
"Lihatlah kinasih. Barulah sedetik kau ada disini dia sudah berlaku seperti balita saja.." Kinasih tersenyum
"Biarlah Ki Demang. Memang sudah sifatnya,"
Ki Demang pun tersenyum lalu mempersilakan mereka masuk. Kinasih yang baru pertama kali kerumah Ki Demang, terkesima melihat bagian dalam rumah itu yang luas dan tertata rapi sekali. Karena sudah malam, Ayuni pun mengajak Kinasih langsung ke kamarnya. Sementara Ayuni mengambil air jahe hangat yang sudah disiapkan pembantu rumah untuk Kinasih. Kinasih juga kagum dengan kamar Ayuni yang luas dan rapih. Tempat tidurnya pun besar dengan kasur yang sangat empuk. Kinasih bergumam dalam hatinya "inilah rasanya jadi orang kaya.." Lalu kinasih bercakap ria dengan Ayuni hingga mereka pun tertidur pulas.
Senjaya yang berada dikamar lain sedang mengingat kembali apa yang sudah terjadi seharian ini. Ia gundah bila nanti Randu dan gurunya bertandang kesini. Apa yang harus dilakukan nya?. Lalu ia ingat juga tentang ayahnya. Bagaimana reaksi ayahnya bila tahu ia mempunyai kemampuan yang aneh?.
"Apakah ayah akan senang atau malah marah dengan keadaanku ini?. Firasatku jadi tidak enak. Ah sudahlah. Mengapa aku harus memikirkan hal yang belum terjadi?. tapi.. bagaimana bila itu terjadi sementara aku belum bisa beladiri?. Aku tak bisa hanya mengandalkan kekuatanku. Hmmm. Aku harus merubah pendirianku. Ya aku akan meminta ayah mengajariku silat. Sebelum aku menjadi tua.." Senjaya bergumam dan menetapkan hatinya.
Lalu ia ingat kembali dengan Ayuni. "Oh kau begitu cantik dan manja. Pantaskah aku mendapatkanmu ayuni?. Sementara aku hanya seorang petani yang buruk dan tak bisa apa-apa. Kalau lah aku bisa mendapatkanmu, lalu aku bisa apa?. Apakah aku bisa membahagiakanmu?. Sementara kau sendiri sepertinya sudah bahagia dengan ayahmu yang seorang Demang dan kaya raya ini?. Oh Ibu..inikah yang namanya cinta?. Membuatku resah dan gelisah. Tapi juga bisa membuatku bagai terbang di awang-awang.." Gejolak perasaan Senjaya membuat pikiranya berputar-putar. Tapi ia pun tertidur juga.
Ayam jantan berkokok pagi itu. Membangunkan penghuni kademangan yang sedang tertidur lelap. Lalu mereka menunaikan kewajibannya sebagai hamba yang maha kuasa. Kinasih pun menuju dapur tuk membantu memasak nasi dan lauk pauk. Walau Ayuni dan Ki Demang melarang nya. Tapi Kinasih tak mau berpangku tangan. Ia tetap kukuh mengerjakan apa saja didapur. Ayuni pun tak mau mengalah. akhirnya Ia juga ikut membantu. Ki Demang membiarkan hal itu. Ia berpikir anaknya sudah dewasa. Ia tak perlu lagi terlalu mengekangnya. Asal kegiatannya bermanfaat dan tak merugikan, ia mengizinkan nya. Apalagi bila ia melihat kedekatan Ayuni dengan Kinasih. Ia jadi ingat Istrinya dahulu. Pasti Ayuni rindu dengan Ibunya.
Kinasih teringat dengan Senjaya. Kemana anak itu. Sementara kayu bakar sudah mau habis didapur. Biasanya pengawal yang akan membelah kayu-kayu gelondongan. Tapi karena mereka tak kunjung datang ke belakang. Akhirnya Kinasih menyuruh Ayuni untuk memanggilnya.
"Ayuni..panggil lah Senjaya. Suruh anak itu membelah kayu bakar. Kau lihat kayu bakar ini sedikit lagi habis,"
"Baiklah Bu.." Ayuni bergegas ke kamar Senjaya. Ia melihat Senjaya memang belum keluar dari kamarnya. Mungkin ia masih malu dirumah ini pikir Ayuni. Ia pun mengetuk pintu kamar Senjaya.
"Kakang apa kau sudah bangun.?" Lalu Senjaya menjawab dari dalam kamar.
"Sudah Ayuni,"
"Apa kau sudah berpakaian,?
"Sudah ayuni.." Lalu Ayuni membuka pintu kamar Senjaya.
"Kakang ibumu menyuruhmu membelah kayu bakar. Keluarlah kang,"
"Baik lah Ayuni. Aku akan kebelakang.." Ayuni pun beringsut mencari Ayahnya. Ia menemukan Ayahnya sedang menikmati secangkir kopi di pendapa. Sambil memandangi halaman rumahnya yang besar dan ditumbuhi oleh pepohonan dan bunga berwarna warni.
"Sssst ayah. Ikutlah denganku.." Ki Demang pun menoleh.
"Oh kau Ayuni. Mengapa kau mendesis seperti itu,?"
"Ih Ayah. Marilah ikut denganku. Kita akan mengintip Senjaya membelah kayu,"
"Apa aku tak salah dengar ayuni?. Mengapa kita harus mengintip senjaya membelah kayu?. Bukankah itu kurang kerjaan namanya,?"
"Ayah ini...ih. Ayah kan kurang percaya dengan kemampuan Senjaya. Nah marilah kita lihat Senjaya membelah gelondongan kayu hanya dengan sekali tebas. Maka terkejut juga Ki Demang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments