Lalu dikala ajal menanti. Lamat-lamat ia mendengar suara ibunya. "Senjaya bangun nak. Bangun. Hey kau kenapa nak? Bangun.." Lalu Senjaya pun membuka matanya. Peluh keringat membanjiri tubuhnya. Sadarlah la baru saja bermimpi buruk.
"Kenapa kau nak? Kau berteriak dalam tidurmu, membuat Ibu jadi ketakutan."
"Maaf Bu, aku bermimpi buruk.."
"Mimpi apa kau Senjaya..? Namun Senjaya malu menceritakan nya. Hingga ia pun berdusta
"Ah hanya mimpi jatuh ke jurang Bu.."
"Ada-ada saja kau ini. Bangunlah. Hari sudah pagi. Ayahmu sebentar lagi berangkat. Buat lah minuman untuk Ayahmu, Ibu sedang memasak.."
"Baik Bu.."
Senjaya pun bangun untuk membantu Ibunya. Pagi itu Ki Darmala akan meninggalkan keluarganya kembali. Kali ini untuk waktu yang cukup lama. Sebagai Istri Kinasih sebenarnya agak cemas dengan kepergian Suaminya itu. Tak pernah ia ditinggal untuk waktu yang lama. Tapi Kinasih sudah pasrah. Ia tau pekerjaannya yang penuh dengan resiko. Terkadang ia pulang dengan penuh luka di tubuhnya. Kadang harus berjuang melawan racun yang terbenam di tubuhnya. Entah karena serangan senjata beracun atau binatang berbisa. Itu semua sudah dipahami oleh Kinasih. Ia hanya bisa mendoakan suaminya agar ia selamat sampai pulang nanti. Tapi entah hari itu ia agak sedikit cemas dengan kepergian dirinya.
"Kakang.. entah mengapa pagi ini hatiku cemas dengan kepergianmu. Apa tak bisa di tunda saja Kang? besok saja perginya.." Ki Darmala pun memandangi wajah Istrinya yang kemayu itu. Seakan-akan heran dengan pertanyaan itu.
"Ah..tak biasanya kau Nyai. Cemas kenapa?. Kan aku sudah biasa seperti ini. Atau mungkin karena kali ini aku pergi untuk waktu yang lama..?"
"Mungkin Kang. Entahlah mungkin perasaanku saja. Tapi ku harap seperti hari-hari yang lalu, kakang bisa menjaga diri dan pulang dengan utuh". Ki Darmala pun makin heran. Lalu ia pun tersenyum
"Haha. Utuh apanya Kinasih? Utuh hatiku begitu? Apa kau takut aku kecantol janda-janda di kademangan yang jauh itu?. Ah kau terlalu cemas Kinasih. Percayalah hatiku ini bulat-bulat hanya untukmu.." Ki Darmala pun memeluk Istrinya dan mencium keningnya.
"Sudahlah Kinasih, tak biasanya kau seperti ini. Percayalah pada Kakangmu ini. Pulang nanti aku akan membawa hati yang utuh.." Kinasih pun tersenyum manja.
"Janji ya Kang? Jangan kau obral hatimu itu.."
"Janji sayang. Tak ada lagi wanita selain engkau dihatiku.."
Ki Darmala pun pamit kepada istri dan anaknya. Berat juga hatinya melihat istri dan anaknya yang akan ditinggal untuk beberapa lama. Sebelum pergi ia amati lagi pedang dipinggang yang selalu menemaninya kemana saja. Pedang sakti yang selalu menyelamatkan dirinya dari marabahaya.
"Kita akan bertugas kembali Jagabodas. Mudah-mudah an aku tak perlu mengeluarkanmu dari sarung kali ini.." Dengan kudanya, Ki Darmala melaju menuju kademangan. Dilihatnya lagi sawahnya yang akan panen. Tebing yang curam seakan mengelilingi desa sendang galuh. Lalu bunga-bunga yang bermekaran di padang ilalang, memperindah suasana desa itu.
Sesampainya di kademangan tampak Ki Demang Chandra bercakap ria dengan Warok Jangkrik dan juga keponakannya. Diluar halaman 5 murid Warok sudah bersiap-siap disamping pedati yang berisi harta benda. Ki Demang menyambut Ki Darmala lalu berbicara sebentar tentang biaya perjalanan. Dan Ki Demang memberi beberapa kantung keping perak untuk biaya perjalanan itu.
Mereka pun bergerak meninggalkan kademangan. Mereka akan menyusuri hutan bedari yang liar dan lebat. Lalu melewati kali wetan yang besar. Lanjut terus melewati beberapa kademangan dan padukuhan. Sebuah perjalanan yang jauh menanti mereka. Didepan, Ki Darma dan Warok jangkrik dengan gagahnya berkuda, lalu pedati yang ditunggangi keponakan Ki Demang bersama barang bawaannya. Pedati itu dikelilingi oleh anak buah Warok Jangkrik yang berjalan kaki. Iring-iringan itu melaju santai.
Sementara itu di petak sawah Ki Darmala. Tampak Senjaya sibuk mengairi sawah. Lalu mencabuti rumput benalu agar tak mengganggu tanaman padi. Disela kesibukan nya ia teringat kembali mimpinya yang aneh. Tapi terasa begitu nyata. Bulu kuduknya meremang kembali ketika ingat cengkraman kelabang raksasa itu. Begitu menyakitkan.
"Huh.. untung hanya mimpi. Aku tak percaya ada kelabang sebesar itu.." Senjaya bergumam. Selagi ia sibuk dan bercengkrama dengan lamunannya. Tiba-tiba di pinggir petak itu ada seorang wanita memanggilnya.
"Hai Senjaya..apa kau tak lelah..?" Suaranya merdu sekali di telinga senjaya bagai burung pelantun yang berkicau dipepohonan. Belum pernah ia seumur-umur mendengar seorang wanita memanggilnya kecuali ibunya. Karena memang Senjaya tak pernah punya teman wanita. Kali itu dia terkejut bukan hanya karena suaranya, tapi karena ia juga mengenal namanya. Dikala Senjaya memalingkan wajahnya, terpukau pula ia dengan kecantikan gadis itu.
"Luar biasa..bidadari manakah yang mau memanggil nama ku ini..?" Senjaya terpana dalam hatinya. Ia pun terlena hingga diam tak mengucapkan apa-apa.
"Hai..kenapa kau diam saja?. Namamu Senjaya kan..?"
"Oh oh..ya ya bet betul namaku Senjaya". Senjaya menjawab dengan gugupnya. Lalu ia melanjutkan kata-katanya
"Tapi..dari mana engkau tau namaku?".
"Oh..Kau kenal Ki Chandra? Demang bantar mulya..?"
"Ya aku kenal. Karena ia sering berkunjung ke rumah.." Senjaya menjawab.
"Akulah anaknya yang terakhir. Kau pasti tak pernah melihatku. Karena aku biasa tinggal dengan Nenekku. Sekarang aku kembali kerumah ayahku. Karena 2 orang anaknya yang lain sudah pisah rumah dengan keluarganya masing-masing. Karena ayah tinggal sendiri. Jadi aku tak tega dan memutuskan untuk membantu ayah disini.."
"Oh ya pantas saja. Aku tak pernah melhatmu. Kalau anak Ki Demang yang lain aku kenal. Ya memang benar mereka semua telah menikah.." Senjaya menjawab.
"Begitulah Senjaya. Aku pernah melihatmu sewaktu kau dengan ayahmu datang ke kademangan. Aku ada didalam. Ayahku lah yang memberitahu tentang kau. Hey apa kau mau minum? Apa kau lapar Senjaya?. Marilah ini aku masih ada sisa nasi dan lauk pauk. Para pekerja Ayah disawah tak menghabiskannya.."
Sudah tentu Senjaya makin melambung hatinya. Ia berpikir apakah ini karena mimpinya yang tadi malam?. "Apa ia mimpi itu kadang artinya terbalik..?" Senjaya bergumam dalam hati.
"Kau diam lagi Senjaya. Apa kau tak mau hah?. Baiklah kalau tak mau". Senjaya pun tersadar dari lamunan nya. Tak mau ia mengecewakan Bidadari itu.
"Tunggu. Jangan pergi. A a ku hanya heran. Belum pernah aku berbicara dengan wanita sebelumnya. Kecuali Ibuku sendiri.." Gadis itu pun tersenyum manis.
"Hai kenapa kau tersenyum? Oh ya siapa namamu..?"
"Kau aneh Senjaya. Masa ia kau tak punya teman wanita satu pun..?" Senjaya juga heran dengan kejujuran dirinya
"Aku serius. Aku tak berbohong. Jujur baru kali ini aku berbicara dengan gadis. Kau belum menyebutkan namamu..?" Gadis itu pun mendelik dan duduk tak jauh dari senjaya
"Oh ya namaku Ayuni. Kau lapar tak? Marilah kita makan. Akupun sudah lapar. Ayo tak usah malu lah. Dari pada makanan ini nanti terbuang.." Senjaya pun canggung jadinya.
"Ohh nama yang cantik. Seperti orang nya". Entah setan mana yang melancarkan bicaranya itu. Tiba-tiba saja keluar dari mulutnya tanpa sengaja. Ayuni pun tersipu malu.
"Ah ternyata kau pintar merayu Senjaya.."
"Oh maaf ayuni. Tiba-tiba saja keluar perkataan itu. Tapi aku tak merayu. Karena Itulah yang kulihat kenyataan nya.." Ayuni pun makin tersipu malu
"Terima kasih Senjaya. Oh ya. Aku melihat Ayahmu tadi pagi pergi mengawal kepulangan Pamanku ke jati gandar.."
"Begitulah pekerjaan Ayahku Ayuni. Kali ini untuk waktu yang lama pula. Pekerjaan yang penuh dengan resiko.."
"Kenapa kau tak ikut dengannya senjaya..?"
"Aku harus menggantikan ayahku untuk mengurus petak-petak sawah ini. Lagi pula aku juga harus menjaga Ibuku. Aku anak satu-satunya Ki Darmala.."
"Aku dengar tentang Ayahmu. Ia seorang yang ditakuti para perampok. Pasti ilmunya tinggi. Apa kau pandai beladiri juga Senjaya..?" Senjaya pun berdesir hatinya dikala mendengar pertanyaan itu.
"Ohh..aku tak berminat Ayuni. Biarlah aku menjadi petani saja. Aku tak suka berkelahi.." Sebetulnya agak kecewa Ayuni dengan jawaban itu.
"Hmm Senjaya. Aku pun tak suka melihat orang berkelahi. Tapi suatu saat kalau aku nanti menikah. Pastilah aku menginginkan suami yang bisa mempertahankan martabat keluarganya. Yang sudah tentu ia harus pandai beladiri. Bukan kah wajar bila seorang wanita mendambakan suaminya bisa mengalahkan orang-orang yang mengganggu istrinya?". Hati Senjaya pun berdesir kembali.
"Entahlah Ayuni. Mungkin sekarang aku tak memerlukan nya. Tapi kedepan mungkin saja aku berubah pikiran.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Wan Trado
tidak baik memberi tapi mengatakan daripada nanti terbuang.. karena bermakna makanan sisa dan terkesan merendahkan juga..
2024-12-12
0
🇮 🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
meskipun belum memikirkan istri. dia kan jaga ibunya, trus kalo terjadi sesuatu dia mau lawan pakai cangkul?
belum nyerang dia mental duluan🤭✌️
2024-08-05
1
🇮 🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
malamnya langsung olga/Tongue/
2024-08-05
0