Maka jelaslah kesetiaan mereka pada Warok Jangkrik. Semenjak ia menjadi kawan Ki Darmala, merekapun kerap ikut mengawal dan mendapat tambahan uang. Masyarakat diluar hutan juga merasakan kebaikan Warok Jangkrik. Bila hasil panen dan kebun melimpah. Dirinya akan membagikannya kepada warga desa secara gratis. Padahal dulu betapa takutnya mereka kepada Warok yang garang itu. Tapi sekarang sudah berubah. Bahkan desa sendang galuh merasa aman dan tak pernah terjadi perampokan lagi.
"Hey Darwo sudahlah berhenti. Mukamu terlihat pucat, mari minum.." Jangkrik 6 menghentikan lari nya menuju pinggir lapangan.
"Kakang Juda. Aku takut dimarahi guru. Aku baru sampai hitungan 187.."
"Tak apa. Minumlah. Guru yang menyuruhku. Jadi ia tak akan marah. Tapi lain kali jangan makan ubi kalau mau latihan. Justru kau akan terasa cepat lelah karena perut mu yang kembung. Kau mengerti..?"
"Baik Kang, memang sial aku hari ini. Gara-gara ubi itu hehe.." Tak lama setelah itu Darwo yang sedang minum, melihat seorang berkuda dari kejauhan. Debu mengepul di belakangnya. Mengarah ke padepokan itu.
"Kang Juda. Apa kau lihat orang berkuda itu..?"
"Ya aku lihat. Sepertinya itu Ki Darmala. Hmmm.. mari kita beritahu guru.." Mereka pun bergegas ke pendapa dimana gurunya sedang beristirahat. Sesampainya di pendapa mereka memberitahukan bahwa mereka melihat ki Darmala menuju padepokan. Warok Jangkrik pun bergegas ke luar halaman padepokan lalu menyambut Ki Darmala yang telah tiba di padepokan.
"Wahai sobatku, sore hari yang indah ini ku lihat kau makin gagah saja.." Warok Jangkrik menyambut dengan memuji Ki Darmala.
"Ah kau Jangkrik, masih saja suka bergurau. Padahal tentu saja kau pun melihat ubanku ini yang makin banyak.."
"Hmm..uban itulah yang membuat kita makin gagah Ki Darmala. Ibarat kelapa yang sudah tua, menghasilkan santan yang lebih baik. Hehe. Marilah masuk sobat, baru saja para Jangkrik selesai latihan.."
Mereka pun menuju pendapa. Sementara murid-murid menyiapkan minum dan sekedar cemilan untuk Ki Darmala yang mereka sudah kenal itu. Secangkir kopi panas dan ketan serut kelapa memang sangat sedap di pandang. Ketan itulah kesukaan Ki Darmala. Padi ketan yang ditanam di tengah hutan itu menghasilkan ketan yang lembut dan empuk. Hingga Ki Darmala pun tak pernah bosan bila berkunjung ke padepokan, itulah yang dicari.
"Muantap betul ketan ini. Beda dengan yang diluaran. Rasanya kasar dan pera. Hmmm....hasil panenmu pasti laku keras dipasar ya Warok..?"
"Ya Kang lumayan lah. Kalau bukan karena kakang yang mempunyai ide untuk membuat padepokan ini. Mungkin anak buahku ini masih berjibaku dengan dunia perampokan. Sekarang mereka sudah mandiri. Bisa mencari nafkah yang halal buat anak isteri. Dari hasil sawah. Ladang dan ternak lumayanlah Kang. Semua ini juga berkatmu. Bila aku tak pernah bertemu dengan dirimu, mungkin sekarang aku pun masih berkubang dengan barang haram.."
"Kau salah Jangkrik. Aku hanya perantara saja. Yang mentakdirkan itu yang Maha Kuasa. Ia lah yang mempertemukan kita. Kau harus banyak mengucap syukur kepadanya dengan banyak ber amal dan ibadah. Jangan lupa itu Jangkrik. Itulah bekal buatmu nanti di akhirat. Karena semua yang kita punya tak ada arti di hadapannya. Kecuali kita gunakan untuk kebaikan kepada sesama. Nah ku lihat kau sudah membuat langgar, apa kau dan murid-muridmu rutin menggunakannya..?"
"Ya Kang. Sedikit-sedikit aku pun sudah mulai belajar ngaji. Yah walau cuma ayat pendek. Tapi bisa dipakai tuk menjadi Imam.."
"Bagus Warok. Aku bangga jadi sahabatmu. Kau sudah mulai memikirkan hari akhiratmu. Ku lihat murid-murid mu pun berwajah cerah.."
"Ah para Jangkrik itu masih saja ada satu dua yang suka berjudi dan minum arak, jiwa bengal para jangkrik masih saja ada. Walau lebih banyak yang benar-benar lurus. Tapi kalo soal merampok, mereka sudah tak berani lagi kang. Bisa ku pilin leher mereka satu persatu.."
Ki Darmala tertawa mendengar hal itu. Warok Jangkrik memang suka bertindak tegas dan galak sekali menghadapi tingkah laku para jangkriknya. Pernah suatu hari dirinya memergoki muridnya yang sedang berjudi dan minum arak, lalu ia menghukumnya dengan berendam di kolam ikan sehari semalam. Tak ada yang berani membantah. Selain hormat mereka pun tahu siapa guru mereka itu yang mempunyai kesaktian tak jauh dari Ki Darmala. Selama malang melintang dunia perampokan. Tak pernah gurunya itu gagal walau lawannya seorang sakti mandraguna sekalipun. Baru dengan Ki Darmala saja gurunya kalah. Tapi itu pun hanya beda selapis kesaktiannya dengan Ki Darmala.
"Haha, kau yang harus sabar Warok. Memang tak mudah merubah batu menjadi bongkahan kecil. Tapi air pun bisa menghancurkan batu, kau tau itu Warok..?"
"Ya ki. Begitulah seharusnya. Memang tak mudah. Tapi sedikit demi sedikit aku berusaha merubahnya. Dan aku pribadi pun demikian ki Darmala. Aku juga berjuang tuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.."
" Ya ya Warok. Kau betul, aku pun juga begitu. Tak ada yang sempurna. Kita hanya berusaha untuk menjadi lebih baik dari yang lalu. Nah kedatangan ku kesini juga karena sesuatu. Kita punya tugas lagi Warok. Ki Demang bantar mulya meminta kita mengawal keponakannya yang ingin pulang untuk menikah. Mereka akan membawa beberapa peti uang kecil dan perhiasan.." Warok Jangkrik mengerutkan keningnya heran.
"Hmm...apakah semua itu bantuan dari Ki Demang..?" Ki Darma pun menganggukkan kepalanya.
"Luar biasa Demang Chandra. Tak tanggung-tanggung membantu keponakannya.."
"Ya..keponakannya itu sepertinya meminta bantuan pamannya. Karena memang ia dari keluarga yang kekurangan.." Ki Darma berkata.
"Baiklah Ki. Aku bersedia ikut. Kapan kita kesana..?"
"Besok pagi kita sudah harus berada di gedung kademangan. Dari situ kita akan menuju kademangan jati gandar. Tepatnya di desa gujar.." Agak terkejut Warok Jangkrik setelah mengetahui jarak yang akan ditempuh.
"Hmm. Jarak yang sangat jauh Ki. Ini diluar daerah yang biasa kita kawal. Aku pernah ke daerah itu dulu sekali. Kita akan menjumpai hal yang kita belum pahamii. Kita harus benar bersiap untuk hal itu.."
"Kau betul Warok. Kita tak tau apa yang akan kita hadapi. Tapi mudah-mudahan saja lancar. Kita tak usah berprasangka apa-apa dulu. Aku pun sebenarnya tak berminat dengan tugas ini. Tapi karena yang meminta Ki Demang. Mau tak mau lah. Tapi jangan cemas dengan biaya. Demang Chandra sudah memastikan itu.."
"Baik Ki. Aku akan tiba besok pagi sekali. Aku akan membawa serta 5 Jangkrik. Apakah cukup..?"
"Ya kukira cukuplah 5 muridmu saja. Ingat ini adalah sebuah perjalanan yang jauh. Kau harus mempersiapkan murid-muridmu itu.."
"Baik Ki. Apa kau akan pulang dahulu atau menginap disini..?"
"Aku pulang dahulu Warok. Besok kita berjumpa di kademangan.."
Maka mereka pun mempersiapkan diri mereka masing-masing untuk sebuah perjalanan yang panjang. Pakaian ganti. Senjata-senjata yang utama dan rahasia. Bekal uang diperjalanan. Sementara Ki Darmala pun sampai di rumah dan juga mempersiapkan diri. Istrinya Kinasih sibuk. Sementara Senjaya masih saja bermain dengan kucing-kucing nya.
Sebenarnya ia anak yang rajin dan patuh kepada orang tuanya. Tapi keengganannya berlatih bela diri membuat orang tua nya kecewa. Bagi dia hal itu hanya akan membuat permusuhan dan menyakiti sesama manusia. Tak ada hal yang baik dari beladiri. Begitu menurutnya. Ada sedikit pujian atas Senjaya.
Karena ia giat dan rajin bekerja di sawah ladang, membuat tubuhnya kekar dan kuat. Walau tak bisa beladiri. Tapi tenaganya besar. Namun sekembalinya dirumah. Ia jarang keluar bermain dengan kawan nya. Ia lebih suka bermain dengan kucingnya. Sehingga ia pun kurang bermasyarakat.
"Hey Senjaya. Tidurlah nak. Besok ayahmu akan pergi jauh. Butuh waktu 6 hari pulang balik. Andai saja kau bisa beladiri. Ibu pun jadi tak cemas bila ditinggal ayahmu. Cobalah kau berubah nak. Demi ibumu ini.." Kinasih mencoba menasihati anaknya yang tak bisa beladiri itu.
"Tapi bu. Selama ini kan kita baik-baik saja kalau ditinggal ayah bertugas.."
"Kau tak boleh bilang begitu. Walau kita menginginkan keadaan yang demikian, tapi kita harus tetap punya bekal buat menghadapi hal yang tidak kita inginkan.."
"Yah bagaimana lagi bu. Ibu kan tau aku tak cocok dengan kegiatan itu. Lagipula aku pernah melihat 2 orang berkelahi dengan ilmunya. Lalu seorang terbunuh. Dari situlah aku menganggap berlatih beladiri hanya akan menyakiti sesama.."
"Alasan itu lagi yang kau pakai Senjaya?. Sekarang Ibu tanya. Bagaimana bila nyawaku yang ter ancam?, atau malah nyawa kau yang terancam hah..?"
"Yaa tak tau lah Bu. Selama ini kita baik-baik saja kok. Mengapa kita harus memikirkan hal yang belum terjadi..?"
"Ibu pun demikian senjaya. Ibu juga tak mau hal itu terjadi. Tapi bila memang terjadi bagaimana? Sementara kau pun tak bisa melindungi dirimu sendiri. Kau lihat lah kawanmu yang seumuran sudah pandai beladiri, karena mereka sadar kalau itu akan menjadi bekal mereka untuk menyelamatkan orang lain atau diri sendiri.." Mendengar ribut-ribut itu dr ruang tamu Ki Darmala pun menghampiri bilik anaknya lalu duduk disamping Senjaya.
"Senjaya, yang dikatakan Ibumu itu benar. Beladiri memang ilmu tentang kekerasan. Tapi kita bisa menggunakannya dengan baik. Memang ada yang menggunakannya dengan jalan yang sesat. Dan banyak pula. Nah tugas kita lah memperbaiki yang sesat itu. Tentu tak mungkin hanya dengan kata-kata. Menghadapi mereka yang berilmu tinggi. Kita harus bisa melawannya. bukan untuk sewenang wenang membunuh lawan. Tapi untuk menyadarkannya dari jalan yang sesat.."
"Tapi Yah bila mereka tak mau sadar juga bagaimana..?"
"Senjaya. Manusia hanya bisa mengingatkan. Ayah pun bukan orang yang mulia. Ayah juga bukan orang yang sempurna. Terkadang dengan terpaksa sekali aku membunuh perampok karena mereka tak mau menyerah. Hingga aku pun melawan hingga tetes darah penghabisan. Begitulah dunia ayah. Dunia persilatan yang sesungguhnya. Kita sekarang hidup di zaman yang sekarang ini. Kita harus bisa membela diri kita dan juga membela kehormatan dan keselamatan orang lain. Bukankah itu termasuk juga pahala disisi kita Senjaya?. Nah kau pikirkanlah apa yang aku dan ibu katakan. Semuanya demi kebaikanmu juga. Sekarang tidurlah. Sudah hampir tengah malam.."
Kemudian Senjaya pun menganggukkan kepalanya. "Baik yah. " Ki Darmala dan Nyai Kinasih pun keluar bilik anaknya dengan sebuah pengharapan akan anaknya yang mau berubah. Sebenarnya lah ia memikir kan hal itu dipembaringan. Nasihat orang tua nya mengiang-ngiang dikupingnya. Hingga membuatnya sulit tidur. Senjaya berpikir keras. Tapi hatinya pun masih meragukan dirinya sendiri.
"Apa aku bisa belajar beladiri? Apa aku harus berkelahi? Kenapa dunia ini seperti punya 2 sisi bagai uang koin?. Yang satu buruk dan yang satu baik..?" Senjaya bergumam dalam hatinya seakan di ombang ambing oleh kenyataan itu.
Tapi akhirnya ia pun tertidur pulas dan bermimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan se sekor kelabang raksasa. Badannya bersisik-sisik besar berwarna hitam. Sementara kepalanya yang berwarna merah dengan capit yang besar dan menyeramkan. Senjaya pun bergidik melihatnya. Ia pun lari terbirit-birit saking takutnya. Tapi apa lacur. Kelabang itu berlari lebih cepat lagi dengan kaki-kakinya yang banyak. Senjaya pun meremang bulu kuduknya. Tak pernah ia melihat binatang sebesar itu. Macan yang pernah ia lihat dihutan ternyata masih jauh lebih kecil. Betapa takutnya ia dikala kelabang raksasa itu menyergap dan mencengkram dirinya dengan kakinya yang banyak itu. Senjaya meronta-ronta. Tapi tak ada yang mendengar. Nasib sudah. Ia berpikir mungkin ini akhir hidupnya. Dimakan kelabang raksasa hidup-hidup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Reogkhentir
Awal mula Sanjaya mau berlatih ilmu beladiri karena sebuah mimpi yang hampir merenggut nyaeanya
2024-06-18
2
Jimmy Avolution
terus
2024-06-18
2
Mpit
tobatlah para jangkrik 😔
2024-05-04
2