Pendekar Kelabang Dewa
Sinar mentari pagi itu, menebarkan cahaya di sebuah lembah yang hijau nan indah. Lembah yang luas itu di lindungi bukit dan tebing raksasa yang menjulang tinggi. Di datarannya terdapat padang rumput dengan aneka macam bunga ber warna-warni. Bersebelahan dengan petak-petak sawah yang menghijau. Tak jauh dari pesawahan itu terdapat sebuah air terjun yang besar pula. Menjulang tinggi mengalirkan tumpahan air yang menebar bagai kapas berterbangan.
Sungguhlah indah pemandangan yang diciptakan oleh yang maha kasih. Bagai lukisan hidup membentang di pelupuk mata. Betapa damai kehidupan di desa sendang galuh. Petani yang membawa cangkul. Para wanita yang membawa bakul berisi makanan yang akan di nikmati bersama sang suami yang lelah bekerja disawah.
Seorang wanita yang masih terhitung muda menghampiri suaminya yang sedang mengipasi wajahnya yang penuh dengan keringat dibawah sebuah pohon di pinggir sawah. Sambil membawa bakul berisi nasi dan lauk, berjalan melintasi pematang sawah.
"Oh nyai..marilah duduk disampingku. Kita makan bersama.." Nyai Kinasih meletakkan bakul nasi dan kendi disamping Ki Darmala. Dibukanya kain penutup bakul. Aroma sambal terasi, ikan asin dan sayur asam menyeruak. Dibawah piring lauk mengebul asap nasi yang masih hangat.
"Muantap Nyai..kau memang pandai membuat air liurku meleleh hehe.." Nyai Kinasih tersenyum senang. "Ah Kakang..beginilah masakanku tiap hari.."
"Ya tapi aku tak pernah bosan Nyai. Sebagaimana aku memandang wajahmu.." Nyai Kinasih pun tersipu malu. "Ih kakang bisa aja. Sudah punya anak satu masih bisa bergombal.."
"Hehe..ini bukan gombal nyai. Tapi ini gembul.." Kening Nyai Kinasih berkerut heran. "Loh ko gembul kang..?"
"Ya masakanmu yang sedap ini membuatku tambah gembul.." Nyai tertawa lepas. "Kakang Darma..inilah yang membuatku juga tak jemu denganmu Kakang, kau suka melucu.." Semilir Angin berhembus menyapu batang padi yang hijau. Membuat suasana makin sejuk dibawah pohon itu.
"Beruntunglah kita pindah ke desa ini nyai. Alam disekitar desa ini membuat lima petak sawah kita subur. Tak perlu kita membuat bendungan irigasi. Karena air melimpah di sungai yang berasal dari air terjun itu. Tiga bulan lagi kita akan panen nyai. Ternak-ternak kita tak perlu jauh mencari rumput. Ikan pun melimpah disungai yang tak terlalu besar itu. Kebun kita juga subur. Walau kita hidup di pedesaan terpencil dengan rumah yang sederhana, tapi aku merasa bahagia Nyai.." Setelah kenyang, Ki Darmala bersender di pohon itu. Semilir angin menimpa wajahnya, membuat suasana semakin sejuk.
"Aku pun bahagia bila Kakang ada disini. Tapi bila kau pergi bertugas untuk beberapa lama, aku kesepian kakang.." Nyai Kinasih mengeluh sejenak.
Ki Darmala mengerutkan keningnya. "Akan tetapi sekarang kan sudah ada senjaya anak kita Nyai, kenapa kau masih terasa kesepian..?"
"Maksudku bukan demikian Kakang. Tapi aku merasa kurang aman. Senjaya bukanlah anak yang paham beladiri. Mengapa engkau tak pernah mengajarkan nya Kang?. Padahal siapa yang tak kenal dengan kesaktian kakang. Para demang mengakuinya. Bahkan perampok pun jerih mendengar namamu.."
"Kinasih. Bukanlah aku tak ingin mengajarinya. Sudah berapa kali kutawarkan. Tapi anak kita yang menjelang dewasa itu tak berminat sama sekali. Yang ia pikirkan hanya ladang, sawah dan kucing-kucing peliharaannya. Anak itu beda kinasih. Sewaktu aku se usia dia, aku sudah belajar beberapa jurus beladiri, Tapi anak itu lebih menyukai peliharaannya dan bertani.."
"Aku juga heran Kakang, hati anak itu memang beda dari anak yang sebayanya. Kawan-kawannya pun sudah berlatih bela diri. Tapi pernah kutanyakan kepadanya kenapa tak ada niat untuk belajar bela diri?. Ia menjawab "buat apa belajar untuk mencelakai orang..?"
"Itulah anakmu Kinasih. Aku pun tak bisa memaksanya. Padahal aku ingin ia mewarisi kepandaianku dan pekerjaanku sebagai pengawal lepas di berbagai kademangan. Pekerjaan itulah yang bisa menghasilkan sesuatu seperti lima petak sawah ini. Rumah kita. Ladang kita. Ternak kita. Hmm..entah mau jadi apa anak itu.."
"Sudahlah Kang mungkin suatu saat hatinya berubah karena sesuatu. Yang pasti aku akan merasa bangga bila senjaya mewarisi ilmu mu Kang.."
"Aku pun berharap demikian Kinasih. Hmmm tapi apakah karena hanya karena kesaktianku kau mau menikah dennganku cah ayuu..?" Kinasih terperanjat lalu tersenyum
"Itu hanya salah satu Kakangku sayang. Sebagai wanita maklumlah bila pria pujaan hatinya bisa melindungi keluarganya lahir dan batin. Lagipula banyak pendekar sakti, tapi aku hanya memilih dirimu Kang. Itulah...yang penting, kalau tak ada cinta mana mungkin aku mau padamu.." Ki Darmala pun tersipu malu.
"Ah yang benar?". Sambil mengerling kepada istrinya. "Ah Kakang becanda aja. Benarlah kang.." Sambil menggoyang bahu suaminya manja. Tiba-tiba dari kejauhan tampak seorang berlari kecil ke arah mereka melewati pematang sawah.
"Itu Senjaya nyai. Ada apa pula ia tergesa-gesa..?" Mereka pun berdiri menyambut anaknya.
"Ada apa Senjaya? Kenapa tergesa-gesa seperti itu..?" Senjaya pun mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.
"Ayah, dirumah ada Ki Demang yang mencari ayah.."
"Hmm. Ada apa Ki Demang mencariku sepagi ini.." Ki Darmala bergumam dalam hatinya. "Baiklah kita pulang nyai. Tumben sepagi ini ia mencariku.."
"Mudah-mudahan bukan tugas pengawalan lagi Kang. Baru tiga hari yang lalu engkau pulang".
"Entahlah nyai. Marilah kita sambut Ki Demang dirumah.." Perjalanan dari pesawahan kerumah Ki Darmala tidaklah jauh. Sesampainya dirumah tampak dua kuda terikat di halaman rumah. Tampak Ki Demang dan seorang lagi yang tak dikenal berdiri disampingnya sambil mengulum senyum melihat ki Darmala sekeluarga menghampirinya.
"Apa kabar Ki Demang?. Apa kau saja sampai..?" Bertanya Ki Darmala
"Kabar baik Darmala. Ya kami baru saja sampai. Bagaimana kabarmu sekeluarga..?"
"Baik Ki Demang. Marilah kita ke pendapa. Nyai tolong buatkan kopi hitam 3 cangkir ya.."
"Ah tak usah repot-repot Ki, kami hanya sebentar saja ingin berbicara.."
"Oh tak apa Ki Demang. Selagi masih pagi. Dan cuaca yang dingin ini cocok sekali. Oh ya sepagi ini Kau sudah kesini. Ada apa gerangan kah? Dan maaf siapa kisanak ini..?"
"Begini Ki Darmala, sebelumnya perkenalkan dulu, ini keponakanku dari adik ku yang pertama, ia bernama Sura Gading.." Lalu Sura pun menyambut pembicaraan.
"Maaf Ki Darmala, pagi-pagi kami sudah merepotkan.." Pembicaraan terhenti karena Kinasih membawa tiga cangkir kopi yang masih mengepul hangat.
"Oh tak apa. silakan di minum, mumpung masih hangat.." Mereka pun menyeruput kopi yang masih hangat itu, lalu Ki Demang pun melanjutkan pembicaraan.
"Keponakanku ini tinggal di kademangan jati gandar, ia sebentar lagi ingin melangsungkan pernikahan.."
"Oh ya??. Wah selamat Sura, mudah-mudahan nanti acaranya lancar. Tapi begitu jauh jati gandar itu, tinggal melewati alas tambak baya sampai lah ke mataram.."
"Nah itulah yang ingin kami bicarakan Ki Darma. Keluarga Sura ini termasuk keluarga yang kekurangan. Alangkah berdosanya bila aku tak membantu biaya pernikahan itu. Sedikit banyak tentu sudah menjadi tanggung jawabku pula sebagai paman.." Ki Demang berhenti sebentar lalu melanjutkan kata-katanya
"Ki Darma, kami ingin meminta pertolonganmu untuk mengawal kepulangan keponakanku ini yang akan membawa beberapa peti uang dan perhiasan, untuk membantu pernikahan nya.." Ki Darmala mengerutkan keningnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Author GG
laperr 😭
2024-11-14
0
🇮 🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
satu lagi kisah seru, aku tinggal jejak dulu..🙏
2024-08-02
0
🇮 🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
aku aja masih suka cari kulupan😅
2024-08-02
0