Pagi itu Lin Yan duduk bersila di depan gubuk, tubuhnya bergetar menahan rasa sakit luar biasa.
Rasa sakit itu seperti ditusuk ribuan jarum dari dalam tulangnya sendiri.
“Sial! Sakit sekali...” desis Lin Yan pelan, wajahnya pucat.
Sejak ia mulai menjalankan latihan Teknik Tubuh Surgawi, tubuhnya tak henti-hentinya ditempa oleh energi spiritual yang brutal. Tapi justru di tengah rasa sakit itu, Lin Yan tahu—tubuhnya sedang berubah.
Menjelang malam, rasa sakit itu mulai mereda. Tulangnya terasa lebih padat, lebih kokoh, seolah setiap sendi dan ruas tulangnya telah diperkuat dengan baja.
Namun Lin Yan tahu, ini belum cukup. Tulangnya belum mencapai tingkatan berikutnya. Latihan ini masih harus dilanjutkan.
Keesokan harinya, tubuhnya sudah lebih ringan. Untuk melatih kelenturan otot dan refleks, ia mulai berburu ayam hutan. Meskipun kecil, ayam liar ini sangat gesit, cukup untuk mengasah kepekaan geraknya.
Saat api unggun menyala di depan gubuk, aroma daging ayam yang dibakar menebar ke sekeliling.
Tak lama kemudian, suara langkah pelan terdengar dari balik semak.
“Ah, Guru sudah kembali!” seru Lin Yan, bersemangat. Ia langsung menawarkan potongan daging yang telah matang. “Apakah Guru mau makan ayam ini?”
“Terima kasih, Yan’er.” Guru Bai menerima potongan daging dengan senyum lembut.
Namun ekspresi serius mulai menggantikan wajahnya. Ia duduk di sebelah Lin Yan, memandang nyala api yang berkedip-kedip.
“Yan’er, ada hal penting yang ingin Guru bicarakan.”
Lin Yan mengangguk, menunggu dengan tenang.
“Guru harus pergi selama empat bulan ke depan. Selama itu, tetaplah berlatih di sini. Jangan jauh-jauh dari daerah ini. Bahaya bisa datang kapan saja.”
Guru Bai kemudian mengeluarkan beberapa tanaman spiritual dan botol kecil berisi cairan kental.
“Ini adalah ramuan dan tanaman langka. Gunakan ini untuk membantu meningkatkan lingkaran tenaga dalammu. Jika kau bijak menggunakannya, satu saja bisa membantumu menerobos tingkat berikutnya.”
Lin Yan menerima pemberian itu dengan hati-hati.
“Guru mau pergi ke mana sampai selama itu?” tanyanya.
Guru Bai terdiam sejenak. “Ada urusan di sekte Guru. Konflik internal. Tapi jangan khawatir, Guru akan kembali secepat mungkin.”
Lin Yan tahu, sebenarnya perjalanan Guru Bai akan berlangsung enam bulan. Ia sudah melihat kilasan masa depan ini sebelumnya. Namun ia pura-pura tak tahu.
Guru Bai pun tahu risiko meninggalkan bocah delapan tahun di hutan liar. Tapi membawanya ke sekte justru akan lebih berbahaya.
“Ini,” ucap Guru Bai sambil menyerahkan sebuah pedang berwarna merah menyala dan sebuah kitab lusuh yang robek di beberapa bagian.
“Pedang Merah Membara dan kitab teknik pedang yang Guru temukan dulu. Kitab ini tidak lengkap... namun teknik di dalamnya adalah teknik tingkat tinggi.”
Lin Yan menerima keduanya. Dari sentuhan saja, ia tahu ini bukan benda biasa. Bahkan kitab yang setengah robek itu menyimpan kekuatan besar yang belum terungkap seluruhnya.
“Guru akan berangkat hari ini juga,” ujar Guru Bai akhirnya.
“Baik,” jawab Lin Yan dengan tenang.
Setelah beberapa kata perpisahan, Guru Bai pun berbalik dan berjalan menjauh. Tak ada drama, hanya keheningan hutan dan suara langkah yang semakin menjauh.
Lin Yan menatap kepergian gurunya lalu masuk ke gubuk dan memulai latihan lagi, menggunakan tanaman dan ginseng yang tersisa.
Hari demi hari berlalu. Setengah bulan pun lewat dengan cepat.
“Aku tak menyangka... persediaan ginseng yang kupikir cukup untuk satu bulan ternyata sudah habis,” gumam Lin Yan sambil menatap botol-botol kosong.
“Sepertinya aku harus kembali mencari di tempat yang dulu... Tapi sebelum itu, aku ingin tahu sejauh mana kemajuanku.”
Lin Yan mengambil Pedang Merah Membara dan bergegas menuju air terjun di sisi barat lembah.
Di tempat itu, suara gemuruh air mengisi udara, dan embun menyegarkan wajahnya. Tak lama, seekor ular merah besar muncul dari balik semak, melata dengan gerakan mengancam.
Seekor ular racun merah.
Meski masih muda, binatang iblis ini setara dengan pendekar bergelar tingkat tinggi. Racunnya terkenal bisa melelehkan logam dalam sekejap.
“Baru dibilang ingin menguji kekuatan, langsung muncul lawannya...” gumam Lin Yan, matanya menyipit.
Dengan cepat, ia mencabut Pedang Merah Membara dan melesat ke depan.
Serangannya diarahkan ke bagian kepala, titik kelemahan ular. Namun sang ular bereaksi cepat, mengibaskan ekornya yang besar dan memaksa Lin Yan melompat mundur.
Tak mundur, Lin Yan kembali menyerang, kali ini menargetkan mata si ular. Dengan tenaga dalam yang dialirkan ke pedangnya, ia melompat tinggi dan menggoreskan luka di mata kanan sang ular.
Ular itu meraung, marah bukan main. Ekor besarnya mengamuk membabi buta, memaksa Lin Yan mundur jauh ke belakang.
Melihat Lin Yan mundur, ular itu menyambar maju. Kecepatan geraknya jauh lebih cepat dari yang Lin Yan perkirakan.
Dia tahu, ia tak bisa lari. Hanya ada satu pilihan—bertarung sampai akhir.
Lin Yan menyiapkan teknik yang baru ia pelajari.
“Jurus pertama Kitab Pedang Langit: Tarian Pedang Laut!” teriaknya.
Gerakan cepat dan mematikan mulai dimainkan. Pedangnya seperti ombak yang menggulung, menciptakan puluhan serangan dalam satu gerakan.
Setiap tebasan menggores tubuh ular, menciptakan luka-luka yang dalam. Darah hijau mulai mengucur dari sisik-sisik keras binatang itu.
Ular itu mengamuk, namun Lin Yan tak memberinya kesempatan. Dengan satu serangan yang penuh tenaga dalam, ia melompat dan menusukkan pedangnya tepat ke bagian tengah kepala ular.
Plak!
Ular itu akhirnya tumbang.
Napas Lin Yan terengah-engah. Ia berdiri di atas tubuh besar yang kini tak bernyawa. Ia menarik napas dalam, lalu mencabut kristal tenaga dari dalam kepala ular itu.
“Bajuku penuh darah ular... sebaiknya aku membersihkan diri dulu.”
Ia berjalan ke arah air terjun. Saat mencuci tubuhnya, tiba-tiba ia merasakan sesuatu.
Sebuah aura asing, seperti tangan tak kasat mata yang menariknya ke dasar air.
Tanpa pikir panjang, Lin Yan menyelam.
Di bawah air, ia menemukan tanaman spiritual tumbuh di antara batu-batu besar. Tapi yang lebih mengejutkan, ia menemukan celah di antara bebatuan, yang mengarah ke sebuah goa.
Ada semacam penghalang tak terlihat yang membuat air tak bisa masuk.
Lin Yan memasuki goa itu. Jalannya sempit namun kering. Ia terus berjalan sampai tiba di sebuah ruangan tersembunyi.
Di dalamnya, hanya ada satu kerangka manusia duduk bersila, dengan pedang merah menyala di pangkuannya. Panas yang terpancar dari pedang itu membuat udara di sekitar bergetar.
Di jari kerangka itu terpasang sebuah cincin penyimpanan—barang langka yang hanya dimiliki para ketua sekte dan penguasa klan besar.
Di samping kerangka, terdapat sehelai catatan tua yang mulai lapuk.
Lin Yan mengambilnya dan mulai membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
anggita
nama jurus yg keren👏
2024-04-08
0
Jimmy Avolution
josss
2024-03-08
0
asep taufik
mengasih dan memberikan artinya berbeda tidak ya
2024-03-02
1