Bab 20

"Kau membakar gudang lagi?" Tanya sesosok gadis manis dengan wajah cemberut, Alena seolah melihat ringkasan kejadian demi kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri.

Tiba-tiba sebuah mobil melaju cepat dan menabrak Alena dan Altair, Alena terduduk lemas menyaksikan kejadian tersebut.

Altair melemparkan tubuh Alena ke samping dan membiarkan dirinya tertabrak, Alena melihat darah yang mengalir dan sebuah kotak berwarna biru terlihat di ujung jaket Altair.

"Tidaaak!" Teriak Alena dengan mata yang kembali membulat saat menyadari orang yang kini berada di hadapannya, Mattias menatap Alena yang berubah tenang.

Greb!

Alena memeluk Mattias hingga menangis tersedu-sedu, Mattias mengelus rambut Alena dan berusaha menenangkannya.

"Altair, aku mencintai mu." Bisik Alena, Mattias tertegun dan mengerti apa yang baru saja terjadi. Mattias menunduk dan menatap dua bola mata Alena yang berbinar akibat genangan air garam.

"Aku lebih mencintai mu, aku sangat merindukan mu Alena." Mattias menaruh tangan Alena di pipinya, Mattias mengecup tangan itu dengan penuh kehati-hatian.

"Hiks, terima kasih." Alena kembali memeluk Mattias dan menumpahkan rasa kerinduannya yang meluap-luap.

Drap!

Drap!

Drap!

Suara langkah terdengar cepat dan mendekati keduanya, Mattias menatap bawahannya yang datang dengan wajah pucat pasi.

"Yang mulia raja memanggil anda ke istana." Ucap bawahan Mattias dengan mata yang tak berani melihat ke depan.

"Ck, dia sendiri yang salah karena tak dapat mendidik putranya dengan benar. Kenapa harus aku yang repot!" Protes Mattias menyembunyikan wajah Alena yang tengah menangis.

"I-itu, selir putra mahkota meninggal. Putri mahkota sakit, pangeran mahkota terus melakukan perjudian. Tuan duke, raja meminta anda datang saat ini juga, mengatakan bila pesta akan di adakan demi kemenangan Altair yang membunuh dua naga." Ucap bawahan Mattias menelan rasa takutnya.

"Hem, bukankah ini agak menarik?" Tanya Mattias dengan senyum di bibirnya.

"Umm, ayo kita tangkap satu naga lagi!" Ucap Mattias mengecup kening Alena. Dalam kehidupannya yang dulu, Alena lah yang mati dan mengalami pendarahan hebat.

"Sayang," Alena menarik wajah suaminya yang tengah murka. "Aku mau ikut, boleh ya?" Pinta Alena dengan mata yang berbinar.

Mattias menelan salivanya susah payah dan pada akhirnya mengangguk setuju. Mereka akhirnya pamit dari tanah suci menuju ke Kastil duke, mereka akan berangkat ke ibu kota dengan persiapan perang.

Prajurit yang tidak cukup banyak, namun di tambah para penyihir dan orang suci jumlahnya menjadi sangat banyak. Alena tak tahu apa yang kini di rencanakan oleh suaminya.

Saat Mattias tengah menjelaskan tentang apa yang akan dia lakukan pada bawahannya, dia meminta Alena untuk membawa keluarganya bersembunyi di kastil Altair. Meski saat ini mereka akan ikut menuju ibu kota kerajaan, namun Altair tak pernah mengendorkan pengawasannya.

Para penyihir membantu Alena mendapatkan perlindungan, membawa anggota keluarga Daisy menuju rumah utama Daisy yang berada di dekat menara sihir di tanah Altair. Perlindungan dari kastil duke juga di berikan melalui pengawasan ketat dari beberapa orang suci.

Alena sendiri tak tahu mengenai rumah utama mereka yang ternyata berada di tanah Altair. Justru yang semakin membingungkan Alena saat ini adalah jarak ibu kota dan Altari ternyata tidak sejauh saat pertama kali Alena pergi.

Jaraknya hanya sebentar, di tambah sihir yang di gunakan oleh para penyihir untuk berpindah tempat membuat mereka menjadi jauh lebih cepat. Meski sihir tak dapat berfungsi pada para manusia suci, namun para manusia suci memiliki cara sendiri untuk berpindah dengan cepat.

"Kenapa perjalanan ku dulu terasa sangat lama ya?" Tanya Alena pada dirinya sendiri, dia menatap Mattias yang tertidur di sampingnya dengan wajah tidak siaga.

Sepanjang perjalanan Mattias selalu bersiaga dan menatapkan matanya yang menakutkan itu dengan tajam, namun untuk saat ini Mattias justru seperti kucing manis yang tengah terlelap.

"Sayang, manisnya.." Ucap Alena mengusap pipi Mattias dengan rasa sayang, Mattias menggenggam tangan Alena. Sontak saja Alena terkejut namun bibirnya tersenyum saat keduanya saling bersitatap.

"Ini tidak akan lama sayang, kita ingin hidup damai. Tapi perlu perjuangan demi mewujudkannya." Ucap Mattias seolah mengatakan pada Alena bila dia harua bersabar.

"Aku merasa ini sangat menyenagkan, di tambah ada dirimu yang selalu ada di sampingku, ah kurang apa lagi coba?" Ucap Alena, dia kini ingat hal gila yang selalu di lakukan Altair saat Alena dalam masalah.

"Kamu gak akan bakar istana bukan?" Tanya Alena merasa was-was. Kebiasaan Altair yang suka membakar sesuatu agaknya cukup membuat Alena syok.

"Masih banyak cara untuk menghanguskan, bukan dengan api sayang. Tapi, kata membakar itu juga julukan yang tepat." Ucap Mattias, Alena tertegun dan menggelengkan kepalanya.

"Mama dan Kakak sekarang sudah tinggal bersama Kakek, aku berharap ini semua akan segera berlalu." Alena menyandarkan kepalanya di bahu Mattias, Mattias menghela nafas berat dan mengangguk.

Sebuah pesta megah kembali di adakan di istana, pesta itu di adakan untuk merayakan keberhasilan Tanah Altair yang telah kembali membunuh dua naga. Meskipun intinya semua itu di lakukan demi memancing duke Altair keluar dari tanahnya.

"Apa yang akan kita lakukan nanti?" Tanya Alena saat melihat gerbang istana telah terbuka.

"Hanya berbicara formal dan menyindir." Kekeh Mattias, Alena tertawa dan merapikan rambut Mattias ke belakang.

"Nanti saat pulang, potong rambut ya?" Pinta Alena, Mattias mengangguk dan mengecup bibir Alena. Namun selayaknya orang yang tak pernah merasa cukup dan puas, Mattias semakin gencar mencium bibir Alena dan memainkan lidahnya di antara rongga mulut Alena.

"Sudah," Alena mendorong dada bidang suaminya untuk sedikit lebih menjauh. Mattias tersenyum dan mengecup kening sang istri.

"Aku selalu merasa kurang," Jawab Mattias tanpa rasa berdosa sedikitpun.

"Apa yang kurang?" Alena memelototkan matanya, Mattias terkekeh hingga tak lama kemudian pintu kereta itu di ketuk.

"Yang mulia, kita sudah sampai di istana." Ucap salah satu bawahan Mattias, Mattias tersenyum seolah memberi kode pada sang istri dengan genitnya.

"Ih!" Alena mencibir dengan sedikit mencubit tangan kekar suaminya, keduanya tertawa.

"Ayo sayang, kita mulai langkah kita dengan keyakinan dan kita akhiri dengan kemenangan." Ucap Mattias membuka pintu kereta kuda itu.

"Apa ayah dan ibu di Altair akan baik-baik saja?" Tanya Alena merasa risau, Mattias mengangguk meyakinkan sang istri.

"Pemimpin menara sihir yang akan menghadapi segalanya, meski ini jebakan. Tapi mereka belum tahu siapa pemimpin menara sihir itu." Mattias meyakinkan sang istri, Alena pada akhirnya mengangguk berusaha percaya dengan apa yang di katakan oleh sang suami.

Keriuhan terasa begitu mencekam tak kala Alena dan Mattias melangkahkan kakinya di atas karpet merah. Sebuah pintu besar kini nampak menyambut mereka dengan keriuhan yang sangat bising di dalamnya.

Alena menghela nafas panjang, bibirnya tersenyum menatap sang suami seolah mereka berdua sudah yakin dengan keputusan yang mereka buat.

Terpopuler

Comments

Sulati Cus

Sulati Cus

klu mewek batal g nih😂

2024-03-14

0

Ani

Ani

berarti Alena dan Mattias itu cinta sejati dimasa lalu dong.

Ternyata insting Mattias sangat kuat. kirain gak tau kalau lagi dijebak.

mudah mudah duo Al bisa membunuh satu naga lagi yang menyamar jadi istri pangeran mahkota.
semangat kak lanjut terus

2024-02-26

1

Ani

Ani

serius ini air garam kak. baca bagian atasnya sedih pas baca bait terahir kok malah bikin mesem mesem gegara air garam.

2024-02-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!