Bab 13

Alena bergumam tak kala kedua matanya menatap beberapa mahluk yang kini mulai mendekati mereka, selain para penyihir yang panik. Para prajurit yang tengah bertarung mati-matian juga nampak tercengang.

"Buat formasi!" Teriak Mattias di tengah para prajurit yang sudah kalut. Diam-diam Alena ikut di buat terkesima dengan sikap Mattias yang cepat mengambil tindakan.

"Pelindung ini, apa akan bertahan dari serangan naga?" Tanya Alena pada penyihir yang nampak bergetar ketakutan, sudah jelas jawabannya tidak.

"Fyuuh!" Alena menghela nafas berat, dengan langkah cepat Alena menggunakan celana yang biasa dia pakai saat santai. Selain itu, dia juga menggunakan kaos hijau yang indah.

"Baiklah, apa kelemahan mahluk itu?" Tanya lagi Alena pada penyihir, penyihir itu ambruk terkulai lemas seraya menggelengkan kepala.

"Hem, lindungi kastil ini dengan baik!" Alena turun dari lantai dua menuju ke arah Mattias dan para prajurit lainnya.

"Alena?" Mata Mattias sontak tertegun melihat sosok Alena yang berlari dengan sangat baik.

Dia juga sesekali membunuh monster yang hendak menangkapnya, air jernih yang mengalir dari langkah Alena seolah menjadi cahaya dalam gelapnya peperangan.

"Serang!" Teriak Alena pada beberapa prajurit yang kelelahan, ada beberapa juga yang tewas dan terluka sangat parah.

Alena berlari ke arah Mattias dan tersenyum simpul seraya memeluk prianya itu, keduanya seakan larut bersama air yang jerih dari kaki keduanya.

"Kamu belum pamit pada ku, jangan mati di sini!" Ucap Alena mengangkat panahnya ke atas.

"Bidik matanya." Ucap Mattias, Alena menatap Mattias sekali lagi dan mengangguk. Sebuah alat di punggung Mattias menyala, Matias memeluk Alena hingga Alena dapat membidik dengan baik.

Clep!

Satu anak panah mengenai sebelah mata naga itu, naga yang jumlahnya sekitar 4 ekor itu nampak terkejut saat salah satu di antara kawanan-nya ada yang terluka, bahkan dia terbang dengan tidak stabil.

"Bagus, sekali lagi!" Alena menyipitkan matanya, air hujan membuat pandangan matanya sedikit kesulitan.

Nyiiit!

Sebuah gambaran tiba-tiba masuk pada mata Alena, jarak pandangnya tiba-tiba kian menjauh, Mattias menatap ke arah kastil di mana para penyihir nampak bekerja sama memberikan kekuatan mereka pada Mattias dan Alena.

Clep!

Alena berhasil mengenai satu lagi mata naga tersebut, naga itu nampak oleng dan terjatuh di antara gurun itu. Naga itu mengamuk hingga menyemburkan cairan hijau dari mulutnya.

Para prajurit sudah menjauh dari tempat tersebut sehingga cairan yang merupakan racun mematikan itu tak membunuh seorangpun, kini Alena akhirnya sadar penyebab sesungguhnya dari ketidak suburan tanah Altair.

"Setiap naga memiliki kemampuan yang berbeda, cobalah bidik dada naga itu." Mattias menunjuk sebuah naga berwarna hitam keunguan, Alena mengangguk setuju hingga sebuah semburan api dari naga merah hampir mengenai mereka.

Clep!" Alena tak berhasil mengenai sasaran dengan tepat, malah anak panahnya kini mengenai mulut naga merah.

"Roaar!" Naga itu kembali mengamuk, hingga jatuh di atas naga hijau yang sudah mengamuk juga.

Naga hijau nampak kehilangan akal sehatnya dan menyerang naga merah. Naga hitam dan naga biru nampak panik, mereka akhirnya berusaha kabur dari tempat tersebut saat melihat naga hijau kehilangan kendali.

Cling!

Naga hijau berubah menjadi sosok wanita cantik, namun para prajurit yang sudah tahu dengan pesona naga hijau langsung berbalik, kedua matanya nampak di tancapi panah dan darah mengalir deras dari kedua bola mata itu.

"Kalian harus membayar segalanya!" Pekik naga tersebut menarik tongkat dari lumpur di bawah kakinya hingga naga merah nampak menyemburkan api pada naga hijau tersebut.

"Kau ingin mengutuk kaum mu?" Ucap naga merah, hingga cairan hijau dari naga hijau mendidih dan menguap.

"Mereka kenapa?" Tanya Alena pada Mattias yang masih melihat situasi dengan serius.

"Saat satu naga hampir mati, maka dia akan mengutuk kaumnya sendiri hingga mereka sembunyi untuk 5 tahun ke depan." Ucap Mattias masih dengan wajahnya yang serius.

"Be-benarkah?" Alena memasang kembali satu anak panah.

Clep!

Anak panah itu mengenai naga hijau tepat di keningnya hingga naga itu nampak lemas dan terjatuh di atas lumpur hijau. Naga merah menatap Mattias dan Alena, dia berubah menjadi sosok pria berambut merah.

"Dasar menyebalkan!" Ucap Alena memasang kembali anak panahnya hingga mengenai kening naga tersebut.

Keduanya akhirnya tumbang bersamaan dengan hujan yang berhenti dan kawah besar berwarna hijau serta api merah menyala dengan hebatnya.

"Aku pikir dia akan di biarkan hidup?" Ucap Mattias seolah bertanya pada sang istri.

"Untuk apa? Prajurit Altair banyak yang meninggal gara-gara mereka!" Ucap Alena tegas.

Sorak sorai terdengar dari para prajurit, para monster juga nampak mundur dan akhirnya mati keracunan. Para manusia suci nampak mengobati prajurit yang terluka, para penyihir ikut membakar para prajurit yang tewas.

Hari itu antara berkabung dan suka cita bersatu menjadi air mata yang tak terlukiskan, keberhasilan membunuh seekor naga saja sudah merupakan kebanggan dari tanah Altair dan kini mereka bahkan membunuh dua naga sekaligus.

"Tuan?" Seorang manusia suci tampak mendekati Mattias dan Alena, Alena tersenyum dengan ramah.

"Dari mana asal kalian?" Tanya orang suci tersebut, Mattias tersenyum lembut seolah sudah tahu maksud dari pertanyaan ambigu tersebut.

"Apa penting?" Tanya Mattias dengan senyum yang tak luntur, orang suci itu menggelengkan kepalanya.

"Memang tidak penting bagi hamba, namun bagi tanah Altair ini adalah sesuatu yang sangat penting." Ucap orang suci tersebut memberikan sebuah kristal berwarna biru.

"Kalian tak ada niatan untuk membangun kerajaan sama sekali? Kalian hanya berniat membantu dan mencintai. Sungguh manusia yang memiliki kesucian seperti anda berdua adalah cahaya bagi kami." Ucap orang suci itu menunduk hormat, Alena juga sama sekali tidak mengerti.

"Apa maksudnya?" Alena menyenggol lengan Mattias seraya berbisik.

"Apa kamu tidak mengerti?" Tanya Mattias mengecup kening Alena, Alena menggelengkan kepalanya sama sekali tidak tahu.

Mattias tertawa dan berjalan menjauh dari sang istri, Alena kesal karena sikap Mattias yang tak ingin tanggung jawab dengan rasa penasarannya.

"Hei, ayolah ceritakan!" Bujuk Alena, Mattias menggelengkan kepalanya seraya menatap sebuah biji yang di tanam Alena kini tengah tumbuh.

"Selamat!" Mattias menyodorkan tangannya, Alena yang masih belum tahu mengenai pertumbuhan tanaman itu sekali lagi merasa bingung.

"Ah ya ampun, kenapa gak jelas gini si? Selamat buat apa coba?" Tanya Alena kesal, Mattias terkekeh seraya menunjuk ke arah di mana sebuah tanaman yang di tanam Alena nampak tengah berkecambah. Mata Alena langsung berbinar dan menyambut uluran tangan Mattias dengan pelukan hangat.

"Akhirnya aku berhasil!" Teriak Alena mengecup kening Mattias berulang-ulang.

Cling!

Terpopuler

Comments

!M@m@#

!M@m@#

authorrr kok seneng ngegantung ya....kyak jemuran yg belom kering" aja ihhhhhh/Sob//Sob/

2024-02-20

1

Ani

Ani

apa tuh?

2024-02-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!