Bab 9

Pagi hari tiba, Alena sudah bersiap dan mereka melanjutkan perjalanan mereka. Namun Alena tak melihat keberadaan Mattias sejak dirinya membuka mata.

"Salam Nyonya, apa ada yang dapat saya bantu?" Seorang pengawal memperhatikan bagaimana wajah Alena yang khawatir.

"Di mana Tuan Duke?" Tanya Alena menatap sekeliling, dia seolah mencari keberadaan Mattias.

"Beliau mengatakan hendak berangkat menggunakan kuda, beliau juga baru saja memerintahkan kami untuk mengawal anda." Ucap pengawal itu menjelaskan situasi yang sedang terjadi saat itu, meski sebenarnya mereka agak keberatan dengan sikap Tuannya sendiri.

'Cih, kenapa lagi dia?' Alena menggerutu dalam hatinya, dia merasa tidak terima di cuekkan seperti itu.

"Baiklah, kamu sebaiknya masuk ke dalam kereta kuda dan pinjamkan aku kuda mu, bagaimana?" Tanya Alena mengancam, pengawal itu langsung menggelengkan kepalanya tidak berani.

"T-tapi Nyonya.."

"Bila tidak mau, panggilkan Tuan Duke kemari bisakan?" Tanya Alena tersenyum penuh kemenanan.

"B-baiklah," pengawal itu dengan kekalahannya akhirnya beranjak dan menemui Mattias yang saat itu berada di bagian paling depan, Mattias yang mendengar laporan bawahannya akhirnya Mattias menemui Alena.

"Kenapa belum naik?" Tanya Mattias matanya nampak tajam menatap Alena, entah mungkin karena Alena belum pernah melihat Mattias dengan tatapan langsung semacam itu hingga membuatnya merinding seketika.

"Apa anda marah?" Alena memasang wajah menggemaskannya, Mattias tertegun sejenak.

"Apa karena semalam aku kelelahan dan ketiduran, aku minta maaf." Alena memasang wajah yang memelas di hadapan Mattias hingga beberapa pengawal kini merasa Alena tengah tertindas oleh Mattias.

"B-bukan begitu," Mattias hendak berdalih, namun Alena langsung memalingkan wajahnya dan menaiki kereta kuda.

Dalam hati Alena terkekeh dan merasa puas melihat wajah Mattias yang pucat, memang tidak baik mempermainkan perasaan pria tapi dia sendirilah yang membuat Alena melakukan semua itu.

"Berhenti!" Mattias membuka kereta kuda yang di naiki Alena, Alena menatap Mattias dengan sendu.

"Aku minta maaf, tolong jangan menatapku sepeeti itu," Mattias masuk ke dalam kereta kuda dan duduk di samping Alena. "Alena, tolong lihat aku!" Mattias memelas membuat Alena menatap Mattias dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku janji tidak akan melakukannya lagi, aku tidak akan menghindari mu!" Mattias akhirnya berjanji pada Alena.

"Pasti bohong!" Alena memalingkan wajahnya, bila di lihat-lihat agaknya sekarang Alena seperti seorang kekasih yang tengah merajuk.

"Sungguh, jangan perlakukan aku seperti ini!" Mattias menangkup kedua pipi Alena hingga membuat senyum Alena mengembang.

"Baiklah, aku pegang janji Tuan Duke. Apa perjalanan kita masih jauh?" Tanya Alena menyandarkan kepalanya pada bahu Mattias.

"Besok pagi kita akan sampai di ibu kota Altair," jawab Mattias tersenyum tulus, Alena juga merasa lega mendengarnya.

Saat ini tujuan Alena adalah mencari pendukung dan pelindung, membuat Mattias agar dapat jatuh cinta kepadanya dan melakukan penimbunan serta membangun wilayah Altair menjadi target Alena saat ini.

Meski begitu, dalam hati kecil Alena, dirinya merasa sangat tercela karena harus memanfaatkan ketulusan dari pria seperti Mattias. Untuk urusan gencatan senjata agaknya Mattias sangat lihai, namun di sisi lain Mattias adlah sosok pria polos.

.

.

.

Di sisi lain, di istana Putra mahkota sebuah kegaduhan baru saja tercipta. Di malam itu Putra mahkota terjebak oleh siasat licik seorang Baron.

"Apa yang kamu lakukan di ranjang ku!" Pekik Pierta saat mendapati seorang wanita nampak bertelanjang di sampingnya.

"Ah! Ampun yang mulia, saya tidak mengerti maksud anda. Bukankah semalam anda yang menarik saya kemari dan bercinta dengan panasnya?" Wanita itu menangis seraya menjelaskan apa yang sudah terjadi.

"Bagaimana bisa? Aku tidak mungkin melakukan semua itu!" Pierta merasa bila semua itu sangat tidak masuk akal, wanita yang bernama Elizabeth itu hanya menunduk tak dapat berkata-kata.

"Katakan yang sebenarnya terjadi!" Pekik lagi Pierta, hingga seorang wanita masuk ke dalam kamar itu dan menutup mulut.

"Ya ampun, suamiku?" Benar, dia adalah istri dari Pierta sang Putri mahkota kerajaan Lapileon Evelin.

"Istriku, ini tidak sesuai dengan apa yang kamu lihat!" Pierta berusaha menjelaskan apa yang sudah terjadi, Evelin menutup mulutnya dengan seringai yang dia sembunyikan di balik tangannya.

"Yang mulia, anda sangat jahat padaku!" Evelin berlari meninggalkan Pierta serta Elizabeth yang nampak tak dapat berkata-kata selain rasa malu.

Elizabeth sendiri adalah putri seorang Baron yang kini hanya memiliki gelar bangsawan tanpa apa-apa lagi. Wilayah kekuasaanya telah di ambil oleh kerajaan akibat kekacauan yang di buat sang Baron.

"Pergi dari sini, bila sampai mata ku melihat mu lagi. Akan aku pastikan ujung pedang ku yang akan memisahkan kepala dan tubuhmu!" Ancam Pierta, dengan cepat memaki pakaiannya dan berlalu meninggalkan Elizabeth.

Setelah Pierta pergi dari rungan itu, seorang pelayan masuk ke dalam kamar tersebut dan menghampiri Elizabeth.

"Ini adalah benda yang di inginkan ayahmu, ingat siapa dirimu di tempat ini!" Ancam pelayan itu, dia menyerahkan selembar kertas berupa hak pengembalian tanah pada Elizabeth.

Elizabeth menunduk patuh hingga pelayan itu akhirnya keluar, Elizabeth menyeringai melihat kertas di tanannya.

"Kamu terlalu ceroboh Putri mahkota!" Tawa Elizabeth menggema kemudian, dia mengelus perutnya yang kini akan dia gunakan sebgai pelindung bagi dirinya dan keluarganya.

"Aku tidak mungkin melepaskan kesempatan sebagus ini dengan mudah, aku mungkin tak berdaya pada keluarga Daisy, tapi lihatlah! Keluarga Marsall sangat mudah di singkirkan!" Gertak Elizabeth tertawa dan mengambil pakaiannya yang sudah compang camping.

.

.

.

Alena yang tertidur pulas dalam kereta kuda tak menyadari bila dirinya sudah berpindah tempat, dia kini berada di sebuah penginapan yang di sewa oleh Mattias.

Hingga larut malam, Alena akhirnya sadar saat merasakan perutnya yang keroncongan. Alena berjalan menuju arah pintu, saat Alena membuka pintu tersebut tampaklah dua penjaga di depan pintu nampak menyapa Alena.

"Selamat malam Nyonya, apa ada yang bisa kami bantu?" Kedua pengawal itu menunduk, Alena menggelengkan kepalanya dan menatap sekeliling.

"Ini di mana?" Tanya Alena merasa sangat tidak familiar dengan keadaan di tempat itu. Selain karena tempat yang sangat bagus, tempat itu juga terkesan sepi. Sangat berbanding terbalik dengan rumor yang beredar mengenai Altair di ibu kota Kerajaan.

"Kita sudah memasuki perbatasan Nyonya, saat ini kita berada di penginapan di dekat kuli suci." Jawab pengawal Alena, Alena menganggukan kepalanya saat menatap keluar jendela.

"Tuan Duke ada di mana?" Alena akhirnya bertanya, saat tak menyadari keberadaan Mattias.

"Beliau tengah berlatih di belakang bersama yang lainnya, apa anda ingin bertemu dengan beliau?" Tanya pengawal itu, Alena menggelengkan kepalanya. Saat ini ada hal yang jauh lebih mendesak di bandingkan dengan bertemu Mattias.

Terpopuler

Comments

!M@m@#

!M@m@#

up lagi thor.....
aku dukung karyamu /Kiss//Kiss/

2024-02-17

1

Ani

Ani

semoga dengan berjalannya waktu Alena bisa mencintai Mattias..
Sudah mulai nih trik intrik di istana

2024-02-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!