Bab 11

Alena mendekatkan wajahnya hingga dapat menatap dengan jelas mata merah Mattias, Alena jelas sangat menyukai mata yang nampak bersinar terang itu.

"Aku berjanji akan melakukan tugas ku dengan baik," Alena menggenggam tangan Mattias lebih erat, Alena mendekatkan wajahnya hingga kening mereka beradu.

Cup!

Sekilas dan sangat cepat Alena mengecup bibir Mattias hingga membuat Mattias mematung tak berdaya, Alena menghela nafas panjang.

'Akhirnya ciuman pertama milik ku, aku berikan pada suami ku sendiri.' Gumam Alena dalam hati.

'Manis,' gumam Mattias dalam hati, tanpa sadar dia menyentuh bibirnya sendiri.

Alena sendiri jelas merasa malu luar biasa, dia melangkahkan kakinya menuju ke arah jendela di mana nampak pemandangan gersang Altair terpampang nyata.

'Apa ini tidak apa-apa?' Mattias merasakan degup jantungnya yang tidak karuan, Alena sendiri berusaha melupakan apa yang baru saja terjadi.

"Berapa lama kekeringan yang melanda tempat ini?" Tanya Alena pada akhirnya bertanya pada Mattias.

"Di sini tak pernah mengalami kekeringan." Jawab Mattias, Alena mengangkat alisnya tidak mengerti.

"Apa sering terjadi hujan?" Tanya lagi Alena, Mattias menganggukkan kepalanya membenarkan.

"Aneh sekali," Alena ke luar kamar dan mengambil peralatan yang dia siapkan dari ibu kota.

"Apa tidak lebih baik, kamu istirahat dulu?" Alena mengangkat alisnya saat mendengar Mattias mengatakan hal itu.

"Aku merasa baik sekarang, jangan terlalu khawatir." Alena tersenyum tulus seraya mengeruk tanah tandus Altair.

Di masa depan, orang-orang akan memilih mati di ibu kota karena mereka juga tak mau pindah ke tanah Altair yang terkutuk. Meski Mattias tak pernah menutup perbatasan, namun hal itu justru membuat orang-orang semakin enggan menginjakkan kakinya di tanah ini.

Alena kembali masuk ke dalam rungan besar yang berada di samping aula utama, Alena mulai meneliti unsur tanah yang terkandung dalam tanah Altair.

.

.

.

Sore hari akhirnya tiba Alena di panggil untuk makan, dan setelahnya dia melanjutkan penelitiannya. Hingga malam tiba Alena kembali makan malam dan mandi. Tanpa sadar Alena memperhatikan air yang di pakainya untuk mandi. Warnanya memang jernih, namun saat kulitnya menyentuh air itu ada perasaan aneh yang di rasakan Alena.

"Air ini terasa aneh." Alena mengamati air jernih itu sekali lagi, dengan rambut basah dan wajah segar Alena memasuki kamar.

Sesosok pria nampak berada di tepi jendela tengah memperhatikan tanah yang dia tinggali, Alena tak dapat berkata apa-apa. Angin berhembus kencang menerpa wajah Alena, angin itu terasa sangat dingin.

"Selamat malam, suami ku." Wajah Mattias seketika memerah mendengar sapaan itu, dia menutup jendela.

"Selamat malam, kenapa kamu menerima pernikahan yang di ajukan yang mulia Raja?" Tanya lagi Mattias, Alena duduk di tepi ranjang.

"Karena aku menginginkannya," jawab Alena tersenyum tulus.

"Apa perasaan seseorang dapat kau mainkan semudah itu?" Alena menatap lekat pada Mattias yang kini agak berbeda.

"Aku tak pernah memainkan perasaan siapapun!" Jawab Alena tegas.

"Apa setelah kamu masuk pada hati seseorang, kamu akan mencampakkan orang itu begitu saja? Apa yang sedang kamu rencanakan dengan Pangeran mahkota?" Tanya lagi Mattias, Alena dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Aku tak pernah memiliki ikatan apapun dengan orang itu. Katakan saja, ada apa sebenarnya?" Tanya lagi Alena yang tak ingin berbicara panjang lebar.

"Bukankah aneh, kamu dulu begitu terpikat pada Pangeran mahkota. Sedangkan saat ini kamu berulah seakan kamu ingin menjadi bagian dari Altair?" Alena mengangkat alisnya tidak mengerti, namun dia menemukan titik temu permasalahannya.

"Apa perlu bukti?" Alena menarik lengan Mattias hingga mereka kini saling berhadapan.

"Alena, aku bisa gila!" Mattias menubrukkan wajahnya pada pundak kecil Alena, Alena kembali tertegun saat merasakan tubuh Mattias yang bergetar hebat.

Perasaan yang sangat berat dan sakit di rasakan Alena, dia tahu tak mudah mempercayai seseorang. Alena memeluk Mattias dengan hangat dan menarik pria itu berbaring di atas ranjang.

"Aku mencintai kamu, Alena." Bisik Mattias, Alena tak dapat berkata apapun dan memilih untuk memeluk Mattias lebih dalam.

Mattias sesenggukkan dalam pelukan Alena, Alena sendiri hanya mengelus punggung Mattias dengan hangat. Masa lalu Mattias memang tidak terlalu baik, selain itu hari-hari yang di jalani Mattias di Altair juga bukanlah perkara yang mudah.

'Aku ingin mempercayai mu.' Alena yang hidup sebatang kara di kehidupannya di masa lalu tak pernah bergantung pada siapapun. Namun, saat dirinya berpindah pada tubuh ini, Alena dapat merasakan bertapa indahnya bergantung pada orang lain.

Alena mendekatkan wajahnya hingga mereka saling bersitatap, Alena mengusap air mata Mattias yang mengalir cukup deras. Alena mengecup bibir Mattias yang terasa lebih hangat.

"Ayo kita lakukan!" Alena berbisik manis, Mattias mengedipkan matanya. Dia masih belum dapat percaya dengan apa yang dia dengar sendiri.

"A-apa?" Mattias kembali meminta jawaban yang tak penah dia bayangkan sebelumnya itu.

"Aku tak pernah melakukan ini sebelumnya, tolong pelan-pelan ya?" Alena melingkarkan tangannya di leher Mattias.

"S-sungguh?" Tanya lagi Mattias, Alena menganggukkan kepalanya. Mattias menindih tubuh Alena hingga nafas keduanya terasa berat.

Alena menempelkan bibir keduanya, meski terasa kaku namun Mattias memperlakukan Alena layaknya kelopak mawar yang sangat lembut. Mattias mengecup bibir itu dengan penuh gairah.

Wajah keduanya sudah memanas, Alena membuka pakaian atas Mattias hingga roti sobek yang indah itu kini menjadi pemandangan indah bagi Alena.

Alena menyentuh perut Mattias yang memilki banyak luka itu, Mattias mengangkat tangan Alena dan mengecup telapak tangan mungil itu dengan lembut.

Bibir mereka kembali menyatu, keduanya bertukar saliva dan menikamati setiap gerak lidah mereka.

Bibir Mattias berpindah pada leher jenjang Alena yang sudah menggodanya sejak pagi tadi, Mattias menggenggam kedua tangan Alena saat bibirnya kembali turun.

"Akh!" Alena meradang saat lidah Mattias bermain di atas dua gundukan besar miliknya, Mattias semakin menggila saat tangannya menyingkirkan seluruh benang di atas tubuh Alena.

Nafas Mattias sudah tak dapat di kendalikan lagi, dia juga membuka celananya hingga membuat keduanya dapat melihat tubuh masing-masing tanpa terhalang sehelai benang-pun.

"Alena hem.. panggil namaku!" Pinta Mattias saat benda pusaka miliknya siap menancap memasuki sarungnya.

"T-tias.. pelan.." Alena menjambak rambut Mattias saat hentakan keras merobek selaput darah yang di jaga Alena selama ini, rasa hangat menghantam pusaka Mattias. Sedangkan Alena merasakan perih luar biasa di bagian inti tubuhnya.

Mattias kembali mengecup bibir Alena yang sedikit terbuka hingga rasa sakit Alena mulai mereda, Mattias menggerakkan tubuhnya ke atas ke bawah hingga sensai perih yang di rasakan Alena perlahan menghilang dan tergantikan dengan rasa nikmat tak terkira.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Sulati Cus

Sulati Cus

salahku baca pas lg puasa😂

2024-03-14

2

Ani

Ani

😍😍😍😍😍😍😍

2024-02-18

1

!M@m@#

!M@m@#

/Sob//Sob/huhuhu thorrr kenapa up date sehari cumak 1,gak puasss thorrr/Rose//Rose/

2024-02-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!