Bab 12

Mata hari sudah naik ke atas kepala namun sepasang manusia nampaknya belum mau beranjak dari pembaringan, Mattias yang telah bangun sejak pagi hari itu hanya menatap Alena dengan penuh kekaguman.

Wajah cantik dengan mata tertutup berhiaskan bulu mata panjang yang mempesona, kulit putih yang memikat, bibir yang merah menggoda serta rambut panjang yang halus membuat Mattias tak dapat berpaling sedikit-pun.

Mattias mengecup rambut Alena dengan hasratnya yang kian meningkat, namun dia harus mengubur keinginannya saat mengingat bagaimana Alena semalam yang menangis meminta untuk berhenti. Bahkan saking kelelahannya Alena sampai ketiduran.

"Manisnya," bisik Mattias mengecup kening Alena sebelum akhirnya beranjak dari atas ranjang itu.

Alena menggeliat saat merasakan tubuhnya yang terasa remuk, Alena menatap ke arah sampingnya di mana Mattias tak ada di sana.

"Ah, sakit banget!" Alena menggerutu saat merasakan seluruh tubuhnya linu, pinggangnya terasa akan patah bahkan bagian inti tubuhnya terasa perih luar biasa.

"Ah, sak..." Alena kembali tertegun saat sesosok pria masuk ke kamar itu dengan nampan berisi penuh denan makanan, Alena memajukan bibirnya seraya menghunuskan tatapannya yang paling tajam.

"Gak salah emang kata orang-orang, kamu memang si macan hitam kekaisaran, sekaligus monster!" Alena mengatai Mattias, sedangkan Mattias hanya tersenyum mendengar umpatan dari mulut istrinya.

"Maaf, aku kebablasan." Mattias menaruh makanan itu di hadapan Alena, dengan bibir yang terus menggerutu Alena memakan makanan yang di bawa oleh Mattias.

.

.

.

2 Minggu kemudian

Alena yang beberapa waktu terakhir sering mengalami serangan jantung dadakan seperti hari itu, Alena tengah mandi dan dengan tanpa tau malunya Mattias masuk dan mengganggu Alena. Jelas bukan sekedar mengganggu tapi juga meminta jatahnya sebagai seorang suami.

"Semakin hari, dia semakin kurang ajar!" Pekik Alena merasakan pinggangnya yang sakit tak karuan, namun penelitiannya pada tanah Altair juga tak dapat dia tinggalkan.

"Selamat pagi Nyonya Duckess?" Sapa beberapa pengawal yang tengah membawa beberapa senjata.

"Kenapa selalu banyak senjata akhir-akhir ini? Kamar kami penuh dengan benda seperti itu!" Alena menggerutu seraya melanjutkan aktifitasnya.

"Benar kata Nyonya, Tuan Duke memang tidak sepatutnya tinggal di lantai satu. Apa lagi setiap malam kita bisa mendengar kegitan mereka." Bisik salah satu pengawal, yang lainnya hanya terkekeh mendengarkan protes rekannya.

"Kita pindahkan saja ranjangnya ke lantai dua!" Usul yang lainnya, merekapun akhirnya merencanakan hal jail untuk mengerjai Tuan mereka sendiri.

Alena menyelesaikan penelitiannya di tengah malam, Alena terkejut saat kamar yang biasa dia tempati kini berubah menjadi gudang senjata. Bahkan ranjang yang selalu dia tempati juga menghilang.

"Ducess maaf sebelumnya, bawahan ku memindahkan ranjang ke lantai dua." Cicit Mattias, Alena hanya mengangguk seraya mengikuti langkah suaminya menuju kamar baru mereka.

Layaknya sepasang pengantin baru, Mattias tak pernah bosan melakukan kegiatan malam, namun Alena justru semakin lelah.

Waktu bergulir dengan cepatnya hinggga persiapan senjata yang di tanyakan Alena berguna, Alena sama sekali tidak tahu akan ada kejadian semacam apa hari itu. Dia juga melakukan aktifitas seperti biasanya.

"Aktifkan mantra pelindung!" Teriak Mattias dari atas menara paling tinggi kastil tersebut.

Mendengar terikan itu sontak beberapa orang berjubah hitam seakan membaca mantra hingga nampak adanya perisai seperti cangkang telur yang menyelimuti kastil tersebut.

"A-ada apa ini?" Alena menjadi gugup tak kala beberapa pengawal sudah menggunakan baju baja yang tebal.

"Mattias?" Alena menatap sosok pria yang kini meloncat dari menara itu, sebuah sayap buatan nampak membentang di antara lengannya, Alena merasa takjub sekaligus bingung.

"Maaf, ada apa ini?" Tanya Alena pada salah satu pengawal yang akan pergi.

"Serangan para monster sudah di mulai, Nyonya tidak boleh keluar dari kastil." Ucap pengawal itu, Alena tertegun.

Benar juga, dalam Novelnya juga sudah di jelaskan bila tanah Altair adalah medan perang antar Monster dan Manusia. Sehingga, tak ada seorangpun yang berani bahkan ingin tinggal di tanah tandus itu.

"Sebenarnya ini kenapa?" Dari lantai dua Kastil, Alena memperhatikan bagaimana pertarungan sengit di bawah sana. Di luar kastil nampak seperti lautan darah dan mayat para monster. Alena menatap langit yang memerah, hingga hujan air merah akhirnya turun.

Alena menatap lekat pada para pejuang di bawah sana, nampak tak ada yabg tewas dari pasukan manusia namun terlalu banyak yang terluka.

"Apa aku hanya harus diam seperti itu?" Alena mengigit kuku jari kelingkingnya matanya tertuju pada Mattias yang telah berlumuran darah.

"Bila aku turun, apa aku akan menjadi beban?" Alena menyentuh air merah yang tergenang di teras Kastil.

Cssst!

Air itu berubah menjadi jernih tak kala Alena menyentuh air tersebut, Alena menatap ke bawah dan melihat air itu yang tak berubah saat bersentuhan dengan orang lain.

"I-itu?" Alena tertegun saat air itu justru berubah jernih di sekitar Mattias, mata Alena semakin takjub dan berlari ke lantai satu.

"Nyonya, kenapa anda turun?" Seorang penyihir menghentikan langkah Alena, hingga penyihir itu sadar bila ada yang berbeda dari Alena.

"A-anda?" Penyihir itu takjub seketika dan menunduk seolah memberikan hormatnya yang paling besar pada Alena.

"Apa anda akan turun ke medan perang?" Tanya penyihir itu, Alena menggelengkan kepalanya, dia menatap sebuah busur yang tak jauh dari tempat dirinya berada. Langkah kaki Alena semakin membesar saat dirinya kembali ke lantai dua.

"Aku pernah mengikuti turnamen panahan, meski hanya mengikuti lingkup Asia tapi menurut ku aku mampu!" Alena menatap pra monster di bawah sana hingga pandangannya tertuju pada sosok Monster besar di belakang Mattias.

"Aku bisa!" Pekik Alena dan melepaskan anak panah menuju ke arah monster tersebut.

Clep!

Anak panah itu mengenai sasaran dengan tepat, hingga semua orang terkejut dengan beberapa panah selanjutnya, semua orang di bawah menatap ke lantai dua di mana Alena kini berdiri tengah membidik mangsa.

"Alena?" Mattias tertegun, di tambah sosok burung monster mulai berdatangan. Inilah pertarungan paling menakutkan bagi mereka, pertarungan melawan burung Monster adalah sesuatu yang sangat mereka benci.

"Heheh.. Kalian ada yang menarik rupanya!" Sosok monster terbang berbicara, mata merahnya menatap Alena yang kini melepaskan anak panahnya pada sosok monster terbang.

"Banyak ba(ot!" Pekik Alena hingga beberapa monster terbang itu berjatuhan dan tumbang.

Para monster itu tak ada yang berhasil mendekati kastil, beberapa yang berhasil menangkap para prajurit juga tumbang dengan panah itu. Seorang penyihir menyiapkan kembali anak panah Alena yang mulai berkurang.

"I-itu?" Penyihir di samping Alena nampak bergetar, matanya menangkap sosok monster yang terbang dengan ukuran tak biasa.

"N-naga!"

Terpopuler

Comments

!M@m@#

!M@m@#

authorrr bisa doubel up gk plissss/Whimper//Whimper/

2024-02-19

1

Ani

Ani

Alena keren,
Mattias tancap gas terus. Semoga mereka mendapatkan keturunan yang baik dan bijaksana

2024-02-19

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!