"Selamat pagi," sapa seseorang yang hanya kepalanya menyembul dari balik pintu ruang rawat rumah sakit.
Ibu Jihan sontak melihat ke arah suara itu dan seketika wajahnya sumringah melihat siapa yang datang.
"Masuklah Nak, Jihan sedang di kamar mandi. Kamu duduklah dulu. Apa itu yang kamu bawa?"
Ibu Jihan sangat ramah pada Dama, baginya Dama adalah penyelamat nyawa anaknya. Karena itu tak akan pernah cukup jika harus membalas kebaikan Dama. Jadi Ibu Jihan merasa perlu untuk bersikap baik pada Dama. Apalagi kemairn dia juga kelihatan sangat panik saat Jihan tak sadarkan diri.
"Trimakasih Bu, ini aku hanya mampir bawain Jihan bubur ayam. Masih hangat." cengirnya.
"Wah kamu niat sekali ya menjenguk Jihan. Sini Ibu taruh di meja samping tempat tidur dia saja. Biar dia bisa langsung makan sehabis dari kamar mandi."
Tak lama kemudian Jihan keluar dari kamar mandi dengan menenteng botol infus yang masih tersambung ke tangannya. Selang infusnya kebetulan ditutup jadi terlihat ada sedikit gumpalan darah di sana.
Ibunya bangkit dari duduknya dan memapah Jihan untuk naik ke tempat tidurnya.
"Lihat siapa yang datang!" Seru Ibunya senang.
Jihan masih belum memperhatikan bahwa ternyata ada orang selain dia dan Ibunya di ruangan itu karena terlalu memperhatikan langkahnya untuk naik ke tempat tidur.
Sesaat Jihan menoleh ke arah Dama. Dia pun terperanjak karena tidak menyangka Dama akan datang menjenguknya. Iyah, Jihan belum tahu kalau yang menolong dia saat kecelakaan adalah Dama. Ibunya hanya memberitahu kalau dia ditolong oleh seorang laki-laki yang katanya juga kuliah di kampus yang sama dengan Jihan.
"Dama..." Ucap Jihan seakan tak percaya.
"Iyah, aku mampir sebentar jenguk kamu. Kebetulan samping rumah ada penjual bubur ayam enak banget terus aku kepikiran kamu dan ya sudah aku bawa saja sekalian buat kamu. Siapa tahu kamu bosan dengan masakan rumah sakit."
Dama berbicara panjang seolah dia sudah sangat akrab dengan Jihan. Padahal dia selama ini hanya berbicara sekedarnya. Dama sendiri seolah tak percaya dengan keberaniannya berbicara seperti itu. Makanya saat dia selesai bicara dia malah menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal itu.
"Trimakasih sudah datang Dam." Jawab Jihan singkat dengan senyum yang agak sedikit dipaksakan. Sebab memang kondisinya belum terlalu membaik.
"Sayang, ini loh yang Ibu cerita. Jadi dia yang nolongin kamu saat jatuh kemarin. Untung saja dia cowok yang baik, coba saja yang menemukan kamu itu laki-laki kurang ajar dan malah berniat jahat sama kamu. Duh Ibu tidak bisa bayangkan."
"Benar itu Dam?" Tanya Jihan yang langsung disambar anggukan dan cengiran khas Dama.
"Trimakasih ya Dam. Kalau tidak ada kamu, mungkin aku sudah tidak ada di dunia ini. Mungkin saja sudah menyusul Andrea--"
Ucapan Jihan terputus dan wajahnya berubah sendu, matanya tersirat kesedihan yang teramat dalam. Sehingga membuat Dama merasa kasihan dan ingin bereaksi menenangkan Jihan dalam peluknya saat itu juga. Meski dia tahu itu tidak akan mungkin terjadi.
Ibunya yang ikut mendengar itu bergegas memeluk Jihan dan menenangkannya. Setelah itu dia mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Jihan untuk makan bubur ayam yang dibawa oleh Dama.
"Sekarang sarapan dulu sayang, kasihan Dama sudah jauh-jauh datang bawain khusus buat kamu."
Ibunya lalu meraih kotak bubur ayam yang dibawa oleh Dama. Dia kemudian membukanya dan mengambil sesendok untuk disuapkan ke Jihan.
Masa lalu seperti apa yang pernah kamu alami Jihan? Berbagilah denganku, menangislah di dekapku. Jangan simpan untuk dirimu sendiri. - Dama.
Pagi itu Dama senang sekali melihat Jihan menghabiskan bubur yang dia bawa. Itu berarti Jihan suka dengan bubur ayam tersebut. Bahkan jika Jihan minta untuk dibawakan setiap hari pun dia tak akan menolak untuk membawakannya.
"Dama, Ibu titip Jihan sebentar ya. Ibu mau ke apotik dulu untuk menebus resep yang tadi telah di kasih dokter. Kamu tidak apa-apa kan?" Tanya Ibu Jihan yang sengaja memberi waktu pada Dama untuk berbicara berdua dengan Jihan.
"Iya Bu, bisa. Dama akan di sini sampai Ibu kembali."
Jangankan hanya beberapa menit Bu, seumur hidup pun aku ingin menjaga Jihan jika Ibu mengizinkan dan Jihannya juga mau. - Dama.
Kurang lebih seperti itulah isi hati Dama saat itu yang hatinya seolah bergembira melompat-lompat karena saking senangnya punya waktu berdua dengan Jihan.
"Dam, gimana ceritanya kamu nolong aku?" Tanya Jihan yang saat itu membuyarkan lamunan Dama begitu saja.
"Kebetulan waktu itu aku pulang dari kampus dan lewat arah situ. Aku lihat ada motor rebahan di jalan, tidak pikir panjang aku menghampiri motor tersebut yang kemudian kukenali adalah motor kamu. Saat aku melihat kamu tergeletak tak berdaya dengan darah yang mengalir, aku panik dan memanggil siapa saja yang kebetulan lewat di sana. Syukurlah aku tidak terlambat membawa kamu yang nyaris kehilangan banyak darah."
Dama menceritakan begitu detail, hingga membuat Jihan merasa tersentuh dengan ketulusan Dama. Jihan jadi teringat betapa selama ini dia selalu saja mengabaikan Dama. Selalu cuek padanya dan tidak pernah menganggap Dama teman sekalipun.
"Sekali lagi trimakasih ya Dam. Maaf selama ini aku sudah mengabaikan kamu Dam."
"Santai saja Han, jangan dipikirin. Lagian aku yang sok akrab samu kamu, ha ha ... Maaf yah jika selama ini kamu merasa terganggu dengan kehadiranku."
"Mm... bukan, bukan seperti itu. Aku sengaja tidak terlalu berinteraksi terlalu dekat dengan siapapun. Aku yakin kamu bisa lihat itu. Aku sama Viona saja baru akrab belakangan ini. Jadi bukan salah kamu. Aku tidak terganggu, aku yang terlalu mengasingkan diri."
"Ya sudah tidak apa-apa. Jadi sekarang kita teman kan?" Dama yang cengar-cengir begitu membuat Jihan ingin sekali menjitak kepala Dama. Tingkahnya yang apa adanya, slengean dan tidak jaim sama sekali membuat hati Jihan perlahan menghangat.
"Iyah teman." Jawab Jihan sembari tersenyu. Matanya sedikit berbinar dibanding saat Dama datang beberapa menit yang lalu.
"Buburnya enak kan?" Tanya Dama penasaran dengan jawaban Jihan.
"Enak. Itu bubur ayam terlezat yang pernah aku makan."
"Baguslah. Kalau kamu mau aku bisa minta Ibu masakin untuk kamu tiap hari."
Setelah mengucapkan itu Dama lantas menutup mulutnya karena kecoplosan sudah memberi tahu yang sebenarnya. Ha ha...
"Jadi ini buatan Ibu kamu? Jangan bilang kamu udah maksa-maksa Ibu kamu buat masak lagi."
"He he, gimana ya? Iyah itu buatan Ibu, aku semalam cerita kalau aku ada teman yang sedang masuk rumah sakit karena kecelakaan trus mau aku jenguk besok paginya. Eh Ibu nawarin sendiri, mau Ibu buatkan bubur ayam buat temannya? Ya sudah, aku iya-in saja karena Ibu sudah menawarkan. Apa lagi aku tahu Ibu paling bisa masak bubur ayam terenak, terlezat yang bisa membuat siapa saja ketagihan." Dama menjelaskan begitu panjang dan berhasil membuat Jihan tertawa.
Melihat tawa Jihan, Dama seperti dihipnotis. Bahkan saat sakit begini pun, pesona Jihan di mata Dama tak pernah luput.
Kenapa kamu begitu manis dan menggemaskan saat tertawa seperti itu Jihan. Ini kali pertama aku melihatmu tertawa dan itu manis sekali. Tertawalah Jihan, teruslah tertawa, aku menyukai tawa itu. Jangan sedih lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Nabila Syarif
boom like utk novelmu kk
2021-02-12
0
Mita Sumita
buang jauh2 trauma jihan pelan2 dama bwt dia tersenyum slalu
2020-08-05
0
𝔸𝕣𝕒𝕓𝕖𝕝𝕒
mangat
2020-06-28
0