"Sudah lama sekali."
Suara itu samar-samar terdengar, Jihan merasa suara itu tidaklah asing baginya. Hingga dia menoleh ke arah sumber suara itu dan terkejut bukan main.
"Kk-kamu! serunya tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.
Jihan pergi begitu saja dari hadapan orang itu, setengah berlari dia menghampiri kendaraan roda dua miliknya. Bergegas dia menyetel kunci dan menyalakan mesin motornya. Tak lama kemudian motor itu pun melaju menjauh.
Tinggallah orang itu sendiri termangu berusaha menenangkan hatinya dari rasa bersalah.
Rio, dia kembali.
Jihan tak dapat fokus mengendarai motornya, dadanya naik turun karena amarah. Lalu perlahan dia terisak dan airmatanya jatuh begitu saja.
Tuhan, mengapa harus cepat sekali dia kembali. Kenapa dia tak enyah saja dari bumi ini. Aku tidak ingin dia ada lagi di dunia ini. Kenapa harus Andrea yang pergi, kenapa bukan Rio?
Jihan kehilangan fokus dan keseimbangan saat jalan mulai berkelok. Dia terjatuh menabrak sebuah pohon, suasana sangat sepi. Perlahan dia meraba kepalanya yang terasa basah. Helm yang dikenakannya tidak bisa menahan benturan keras dan darah segar mulai mengucur dari sana.
Jihan hilang kesadaran. Tubuhnya melemah tak dapat digerakkan lagi.
Seseorang, siapapun itu tolong aku!
Kebetulan saat itu Dama sedang melewati jalan di mana Jihan terjatuh. Melihat seseorang teronggok di tepi jalan Dama jadi iba dan segera ingin menolong. Saat memarkir motornya itulah baru dia sadar kalau orang yang celaka di depannya adalah Jihan.
Dia segera membopong tubuh Jihan berusaha meminta pertolongan. Untung saja ada mobil lewat dan dia memberikan kode bahwa dia membutuhkan pertolongan.
"Tolong Pak, perempuan ini kecelakaan. Aku menemukannya tergeletak di jalan, dia adalah temanku. Tolong antarkan kami ke rumah sakit terdekat."
Suara Dama terdengar mengiba. Segera supir dari mobil itu membuka pintu penumpang dan menyilahkan Dama masuk ke dalam mobil.
"Ya Tuhan, dia berdarah masuk cepat." Pintanya pada Dama.
Rasa khawatir Dama tak dapat dia sembunyikan. Dia menatap wajah Jihan yang berubah pucat. Tuhan tolong selamatkan dia. Ucapnya lirih penuh harap.
Dama kemudian menghubungi Viona.
"Halo Vi, Ini aku Dama tolong kamu cari tahu rumah Jihan di mana dan kabarkan ke keluarganya kalau Jihan mengalami kecelakaan tunggal saat hendak pulang tadi." Dama terus saja bicara, nada bicaranya mengisyaratkan bahwa dia Sangatlah cemas.
"Kok bisa? Sekarang kamu di mana dan bagaimaan kondisi Jihan?"
"Aku tidak tahu kenapa dia sampai kecelakaan tadi kebetulan aku lewat dan melihat ada perempuan tergeletak di jalan. Kupikir orang lain, namun pas aku berhenti rasanya aku mengenali motor itu. Dugaanku benar kalau itu adalah Jihan. Tolong yah hubungi keluarganya, aku sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit terdekat. Kondisi Jihan kelihatan begitu parah."
"Astaga. Baiklah, aku akan coba cari tahu dulu. Motor kalian gimana?"
"Tenang sudah aku urus. Aku minta teman untuk menjemput motor-motor itu. Vi, tolong cepat ya. Aku takut ada apa-apa dan keluarganya dibutuhkan untuk persetujuan dari rumah sakit."
"Baiklah. Kamu jaga Jihan baik-baik yah."
Dama menutup telponnya dan membersihkan darah yang menetes di pelipis Jihan. Tak lama setelah itu, mereka pun tiba di rumah sakit Harapan Kita.
Dama menggendong tubuh Jihan yang terkulai lemah. Darah telah berhenti mengucur tapi tetap saja Dama takut terjadi apa-apa.
"Tolong Sus, teman saya kecelakaan. Lakukan yang terbaik." Ucap Dama pada Suster yang menyambutnya di pintu UGD.
"Letakkan di situ, akan kamu lakukan pemeriksaan awal terhadap pasien." Jawab Suster.
Dama meletakkan tubuh Jihan di atas tempat tidur pasien. Sementara itu dia melihat Suster melakukan beberapa tindakan dan tak lama kemudian dokter datang untuk mengambil alih.
Dama disuruh menunggu di luar, perasaannya bertambah khawatir saat Dokter meminta peralatan medis yang lainnya disiapkan.
Ya Tuhan selamatkan Jihan. Bagaimana bisa dia terjatuh dan menabrak pohon besar di pinggir jalan?
Dama mengusap wajahnya yang cemas. Dia berdiri di depan pintu UGD, melipat tangannya di dada dan sesekali mengintip dari kaca pintu ruang UGD.
"Bagaimana keadaan Jihan?" Saat itu Viona sudah tiba di rumah sakit bersama Ibu Jihan.
Ibu Jihan tak kalah cemas, dia bahkan menangis karena sama sekali tidak bisa membayangkan kondisi anak semata wayangnya sekarang.
"Bagaimana itu terjadi?" Tanya Ibunya ke Dama.
"Aku juga tidak tahu bagaimana cerita yang sebenarnya karena sesungguhnya aku menemukan Jihan di jalan sudah dalam keadaan pingsan dan darah mengucur di area kepala hingga pelipisnya."
"Ya Tuhan...Jihan!" Ibu Jihan kembali histeris. Beberapa orang memperhatikan kami yang saat itu bisa dibilang tengah frustasi dan sedih karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
"Dam, sudah berapa lama Jihan di dalam?" Tanya Vio.
"Dari setengah jam yang lalu. Aku berharap semua baik-baik saja."
Tak lama kemudian seorang suster keluar dari ruang UGD.
"Keluarga pasien atas nama Jihan?"
"Iyah Sus, saya Ibunya."
"Silakan masuk Bu, dokter mau bicara."
"Sus, bolehkah kami ikut masuk?" Tanya Dama yang diikuti ekspresi berharap dari Viona.
"Boleh silakan masuk. Tapi yang bertemu dokter hanya Ibunya."
"Baiklah."
Mereka bertiga masuk ke dalam dan Ibu Jihan lagi-lagi menangis melihat kondisi Jihan dengan kepala di perban. Jihan masih terbaring menutup matanya. Mungkin belum sadar.
"Mari Bu silakan masuk." Dokter meminta Ibu Jihan menyusulnya ke ruangannya.
Dokter dan Ibu Jihan duduk dan mereka mulai bicara.
"Beruntung anak Ibu cepat dibawa ke rumah sakit. Jika tidak saya tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi ke depannya. Tapi Ibu tidak usah khawatir anak Ibu tidak apa-apa, benturan di kepalanya yang menyebabkan darah mengalir keluar itu adalah suatu yang wajar. Karena jika dia tertinggal di dalam bisa saja berakibat fatal pada anak Ibu. Tunggulah sampai dia siuman kembali."
"Trimakasih dok sudah menyelamatkan anak saya. Tapi benar tidak ada yang serius kan dok?"
"Sejauh ini tidak ada Bu, anak Ibu baik-baik saja hanya mungkin dia perlu dirawat beberapa hari untuk memulihkan luka di bagian kepalanya. Oh iya Bu, mungkin dia tidak sadar itu disebabkan karena dia mengalami shock. Serta bisa jadi, shock itu juga yang membuat dia mengalami kecelakaan."
"Oh jadi begitu dok. Baiklah, apa sekarang saya bisa menemui anak saya?"
"Silakan Bu!"
Ibu Jihan keluar dari ruangan dokter itu dan menemui anaknya di ruang UGD.
"Sekali lagi Terimakasih sudah menolong Jihan. Kata dokter jika terlambat sedikit saja mungkin Jihan bisa saja tidak tertolong." ucap Ibu Jihan pelan.
Dama dan Vio yang mendengar itu cukup kaget dan memastikan pada Ibu Jihan.
"Iyah Bu. Tapi Jihan baik-baik saja kan? Apa kata dokter?" Tanya Dama yang disusul Vio.
"Alhamdulilah tidak ada luka yang serius. Jihan hanya perlu dirawat beberapa hari saja di sini."
"Fhiuhh!! Syukurlah." Jawab Dama lega.
*Hari itu jika saja Tuhan tak mengirimkan Dama, mungkin aku sudah pergi. Menyusul Andrea yang sudah lebih dulu pergi.
.
.
.
Bersambung*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Putrii Canzcerr
kok yesek banget siii😌😌
2021-03-09
0
Mita Sumita
dama baik menolong jihan dgn ikhlas
2020-08-05
1
Dii 💔🥀
kok mataku perih yaa
2020-07-12
0