Part 4

‘’Ada apa?’’ Anxin ikut melihat layar ponsel Feifei. Wanita itu ikut diam dan menutup rapat mulutnya, lalu melihat pada Feng Yin yang masih tampak diam.

‘’Kau nggak kenapa-napa ‘kan?’’ tanyanya sambil memegang pundak kanan Feng Yin, seolah sedang menghibur.

‘’Dia terlihat sangat bahagia. Jadi, bagaimana aku bisa sedih untuk berita membahagiakan ini?’’ Mulutnya berucap, tetapi matanya nggak bisa bohong. Matanya sudah berkaca. Anxin dan Feifei pun langsung memeluknya. Mereka sangat tahu bagaimana sukanya Feng Yin pada seorang Lu Yuan. Feng Yin mencintai Lu Yuan, layaknya dia mencintai seorang pria dan bukan hanya sebagai idolanya.

‘’Kalian kenapa memelukku, aku nggak kenapa-napa kok,’’ ucapnya lagi, tetapi sudah dengan air mata yang mengalir di wajahnya.

‘’Sebagai seorang penggemar, seharusnya aku sudah siap akan hal ini. Sebagai seorang penggemar, aku sudah tahu hal ini akan terjadi, tetapi … tetapi kenapa ini sedikit menyakitkan untukku? Bukankah aku hanya seorang penggemar, aku hanya bisa menghayal sambil mengaguminya, tetapi … tetapi kenapa aku seakan memiliki harapan lain?’’

Anxin dan Feifei pun terus memeluknya, sambil mengusap punggungnya.

Nggak sampai 10 menit, Feng Yin sudah menghentikan tangisnya. Dia lalu mengambil tisu dan menghapus sisa air matanya.

‘’Aku nggak akan sedih lagi, aku nggak akan menangis karena hal ini lagi. Bukankah aku hanya seorang penggemar? Jadi, mana pantas aku menangis seperti ini. Kalau orang lain melihatnya, mereka akan berpikir Lu Yuan sudah menyelingkuhiku,’’ ucapnya diakhiri dengan tawa yang dipaksakan. Anxin dan Feifei pun terpaksa mengangguk dan ikut tersenyum.

‘’Sepertinya tiket liburan itu tahu kalau aku sedang butuh liburan. Makanya dia datang disaat yang tepat.’’ Feng Yin bercanda, sambil menunjuk tiket liburan yang tadi diberikan Feifei.

‘’Iya, kita akan liburan bersama untuk sedikit menjauh dari kepenatan. Kita akan bersenang-senang nanti,’’ timpal Feifei berusaha menghibur Feng Yin.

‘’Lu Yuan, kuharap kau selalu bahagia. Dimanapun kau berada, bagaimana pun keadaanmu, aku akan selalu menjadi pendukungmu, karena aku adalah penggemarmu.’’ Si penggemar yang baru patah hati itu berusaha tersenyum.

Nggak lama, dua orang pelayan datang dengan membawakan beberapa jenis hidangan makan siang. Feng Yin yang biasanya nggak makan banyak, makan sedikit lebih banyak dari biasanya. Feifei dan Anxin pun membiarkan tanpa menegur.

Setelah itu, mereka bertiga kembali mengobrol. Feng Yin nggak terlalu fokus pada apa yang diobrolkan, karena pikirannya masih kemana-mana, masih tersita pada seorang Lu Yuan.

Hari hampir malam, saat Feng Yin pamit pulang ke rumah. Mereka sudah berempat sekarang, karena setengah jam lalu, Chun Hua sampai dari perjalanan luar kotanya. Yue Bin nggak ikut berkumpul, karena pria itu dalam perjalanan bisnis keluar negeri.

*****

Setibanya dirumah, Feng Yin langsung masuk ke kamarnya. Orang tuanya sampai saling pandang, mengira meeting yang diikuti Feng Yin nggak berjalan dengan baik.

Keduanya langsung menyusul ke kamar Feng Yin. Mamanya mengetuk pintu kamar terlebih dulu.

‘’Mama sama Papa masuk ya …,’’ ucap mamanya dari balik pintu, tetapi nggak mendapat sahutan dari Feng Yin. Keduanya memutuskan untuk langsung masuk ke kamar, tetapi nggak mendapati Feng Yin di dalam kamar.

Samar-samar, keduanya mendengar percikan air dari dalam bathroom. Mereka pun keluar dan memutuskan untuk bertanya besok, tentang apa yang terjadi pada Feng Yin.

Feng Yin memperhatikan wajahnya di depan cermin. Entahlah, dia merasa begitu patah hati akan kabar kencan idola tercintanya. Padahal, beberapa kali dia memberitahu diri sendiri untuk nggak sedih dan harusnya ikut bahagia akan kabar itu. Tapi ternyata, mulut dan perasaannya nggak berjalan selaras.

‘’Wake up Feng Yin, dia itu hanya idolamu dan kau hanya seorang penggemar. Jadi, bagaimana bisa kau bersikap seperti ini, hanya karena berita kencannya?’’

‘’Sadarlah Feng Yin, dia memiliki kehidupan sendiri dan kau juga memiliki kehidupanmu sendiri. Dia bagaikan matahari yang menemani harimu. Bukan untuk kau gapai atau kau miliki, karena itu terlalu mustahil.’’

Sekarang Feng Yin sudah siap dengan piyama tidurnya. Namun, bukannya tidur, dia malah berdiri memperhatikan banyaknya poster Lu Yuan yang terpampang di dinding kamarnya.

‘’Apa aku harus melepas semuanya?’’ Tiba tiba dia kepikiran untuk melepas semua poster Lu Yuan.

Hampir 10 menit berpikir, akhirnya Feng Yin melangkah untuk melepaskan semua poster Lu Yuan, lalu meletakkannya di dalam kardus kosong, bersama beberapa barang dan pernah pernik yang dikoleksi olehnya.

‘’Aku melepaskan semuanya, tetapi bukan berarti aku berhenti untuk menjadi penggemarmu. Aku hanya ingin menghilangkan perasaan yang nggak seharusnya kumiliki. Perasaan menyimpang ini membuatku sedikit tersiksa sekarang,’’ ucapnya sebelum menutup kotak yang berisi banyak barang tentang seorang Lu Yuan. Dia meletakan kardus itu dilemari pakaiannya.

Sudah tengah malam, tetapi Feng Yin masih terjaga. Sudah berbagai macam cara dilakukan, tetapi tetap saja dia nggak bisa tidur. Akhirnya, dia memutuskan untuk bangun dan mengambil laptop, mulai membuat cerita baru untuk novelnya. Seperti biasanya, seorang Lu Yuan masilah menjadi tokoh utama dalam novelnya.

Perlahan, kantuk mulai menghampirinya. Feng Yin pun tertidur. Sudah jam 4 pagi.

Nggak terasa, matahari mulai masuk dari cela tirai jendela kamarnya, suara Tv juga sudah bergema. Seperti biasa, hal itu nggak dapat mengusik tidur lelap Feng Yin, apalagi alarm ponsel juga nggak diaktifkan.

Seperti biasa, mamanya datang untuk membangunkannya.

‘’Tidur jam berapa dia?’’ Mama memperhatikan Feng Yin yang tidur dengan posisi duduk, kepalanya diatas meja, dengan tangan yang sebagian menutupi keyboard laptop. Eh tapi tunggu dulu, pandangan mama teralih pada dinding kamar Feng Yin yang sudah tak ada lagi poster poster Lu Yuan disana.

Mamanya bingung sendiri. Bukankah Feng Yin sangat menyayangi poster poster itu?

Dengan pertanyaan besar, mama memilih keluar dan nggak jadi membangunkan Feng Yin.

‘’Feng Yinnya mana?’’ tanya papa memperhatikan istrinya yang berjalan mendekat menuju meja makan.

‘’Kecapean kali jadi nggak tega banguninnya.’’ Mama mendudukan dirinya. Dia lalu mengambil piring dan mengambil sarapan untuk papa. Tetapi pikirannya masih saja merasa aneh dengan hilangnya poster-poster dan pernak pernik kesayangan Feng Yin.

Bersambung .....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!