‘’Morning Pa,’’ sapanya pada sang papa, lalu mengambil sandwich yang sudah disediakan mamanya.
‘’Morning sayang,’’ jawab papanya sambil tersenyum.
‘’Morning Om, Tante.’’ Terdengar suara teriakan dari seberang telepon.
‘’Morning Chun Huaa,’’ jawab mama dan papa Jien kompak.
‘’Kamu kok udah jarang kesini, lagi sibuk ya?’’ tanya mama Feng Yin lagi.
‘’Baru juga seminggu Ma.’’ Bukan Chun Hua yang menjawab, tetapi Feng Yin. Dari balik telepon, Chun Hua sudah tertawa dengan nyaring. Chun Hua sudah terbiasa dengan perdebatan-perdebatan kecil antara Feng Yin dan mamanya.
‘’Aku lagi ada kerjaan luar kota Tan, pulangnya hari ini kok. Nanti aku mampir ya Tan.’’
‘’Udah ah, aku mau makan dulu. Bye!’’ Setelah itu, Feng Yin langsung menekan tombol merah pada layar ponselnya. Wanita itu makan dengan santainya, sedangkan mamanya sudah memasang wajah datar.
Papanya hanya menggeleng sambil tersenyum memperhatikan dua wanita tercintanya itu. Perdebatan-perdebatan kecil antara anak dan istrinya seakan menjadi irama tersendiri untuk menemani setiap pagi hari keluarga kecil mereka.
‘’Kamu tuh kebiasaan deh.’’ Mama kembali dibuat kesal, saat melihat Feng Yin yang dengan sengaja mengeluarkan tomat dari sandwich yang akan dimakannya.
‘’Lagian Mama, udah tau anaknya nggak suka sama tomat, musuan sama tomat, masih aja tomatnya dipake dan ini sengaja banget nih aku tau,’’ protes Feng Yin dengan tangan yang masih berusaha memisahkan potongan tomat dalam sandwich miliknya.
‘’Ya memang sengaja, Mama cuman takut aja kamu jadi setres karena kebanyakan ngehalu.’’ Mamanya menjawab dengan nada mengomel.
‘’Ya nggak pa-pa ngehalu, orang nggak dosa juga ‘kan?’’
Feng Yin lantas berteriak, lalu mengusap lengan atasnya karena pukulan yang barusan diberikan oleh mama yang sekaligus adalah teman berantemnya itu.
‘’Sakit Ma, kebiasaan deh, sukanya main tangan,’’ protesnya dengan nada lirih, sedangkan mamanya Nggak peduli. Paruh baya itu malah dengan santainya mengunyah sandwich miliknya.
Feng Yin menampilkan wajah manyun dan pura-pura sedih pada papanya, tetapi sang papa hanya menghibur dan mengusap kepalanya. Merasa Nggak mendapat pembelaan, Feng Yin langsung mengambil ponsel dan mengotak ngatik layar ponsel, mencari kontak kakek tercintanya.
‘’Hallo Kek, anakmu memukulku lagi, bawa dia pulang sekarang,’’ ucapnya penuh keluhan, sesaat setelah sang kakek mengangkat panggilan teleponnya.
Mendengar sebutan kakek dari mulut Feng Yin, mamanya pun langsung berdiri dan merampas ponsel Feng Yin.
‘’Cucumu membuatku kesal, jadi wajar jika aku memukulnya. Lagian aku Nggak memukul dengan keras, dia saja yang terlalu manja. Ini semua salah Papa, karena Papa terlalu memanjakannya, jadinya dia Nggak menurut lagi padaku!’’
Mamanya ikut melayangkan protes, sedangkan di seberang, sang kakek hanya bisa mendesah kasar. Kelakuan anak dan cucunya benar-benar membuatnya pusing, untung saja dia Nggak tinggal bersama dua wanita rewel itu, pikirnya sambil bernafas legah, tetapi merasa kasihan pada sang menantu yang harus meladeni sikap rewel dua wanita berbeda generasi itu.
‘’Mau kemana kamu?’’ tanya mamanya saat Feng Yin berdiri dari tempat duduknya.
‘’Aku sudah hampir terlambat,’’ jawabnya sambil melangkah.
‘’Sandwich nya dihabiskan, itu juga susunya belum diminum.,’’ teriak mamanya.
Mamanya pun berdiri dan mengejar Feng Yin, sambil membawa satu gelas susu di tangannya.
‘’Susunya diminum dulu,’’ ucapnya menghentikan langkah Feng Yin. Feng Yin pun langsung mengambil gelas itu dan meneguk habis dalam satu kali tegukan.
Dia lalu membalik gelas kosong itu di depan mamanya. ‘’Udah habis ‘kan?’’ ucapnya, lalu memberikan gelas kosong itu pada mamanya. Setelah itu, dia melangkah pergi.
*****
Hampir jam 9 pagi, saat Feng Yin sampai di sebuah rumah produksi yang akan mengadaptasi novelnya menjadi sebuah drama.
Sambil tersenyum, dia melangkah masuk dan menyapa satu staf yang sepertinya datang menyambutnya. Staf itu langsung membawanya ke ruangan meeting.
Hampir satu jam, meeting itu berakhir dengan baik. Penandatanganan kontrak kerjasama juga sudah mereka lakukan. Pihak rumah produksi juga menyampaikan beberapa permintaan yang katanya ingin merubah beberapa bagian dari novel. Feng Yin Nggak keberatan dengan hal itu, karena menurutnya perubahan pada beberapa bagian yang diinginkan sama sekali Nggak mempengaruhi inti dari cerita.
Rumah produksi juga masih mencari aktor dan aktris yang tepat untuk membintangi drama yang nantinya akan diberi judul ‘Idol’ itu, sesuai dengan judul yang ada di novel.
Sebelumnya, Feng Yin sudah menyarankan nama Lu Yuan, tetapi pihak drama produksi langsung menolak. Bukannya Nggak ingin, tetapi mereka Nggak yakin, aktor besar seperti Lu Yuan akan mau membintangi drama itu. Lu Yuan juga terbilang cukup pemilih dalam mengambil projek drama yang akan dilakukannya dan itu menjadi salah satu alasan.
Dengan banyak pertimbangan, rumah produksi memutuskan untuk mengadakan audisi, untuk mencari aktor dan aktris yang akan membintangi drama itu. Feng Yin pun setuju walaupun dalam hati, ingin sekali drama adaptasi novelnya kali ini dibintangi oleh idola tercintanya, yang juga menjadi inspirasi dalam menulis semua novelnya.
Setelah dari rumah produksi, Feng Yin memutuskan untuk mendatangi cafe milik Gu Anxin, sahabatnya. Feng Yin memiliki 4 sahabat, 3 wanita dan satu pria. Mereka berlima sudah bersahabat sejak duduk di bangku sekolah menengah atas. Saat itu, pada hari pertama masuk sekolah, mereka berlima datang terlambat hingga berakhir dihukum untuk membersihkan beberapa toilet. Hari terus berlalu, hampir setiap hari mereka berlima datang terlambat dan selalu berakhir dengan hukuman yang sama, hingga akhirnya mereka saling terbiasa dan menjadi dekat dengan sendirinya.
Sambil menunggu bus, Feng Yin dengan seriusnya memandangi layar ponselnya. Lu Yuan baru saja membuat postingan terbarunya. Foto itu diambil di luar negeri. Ya, Feng Yin sangat tahu, idolanya itu sekarang sedang berlibur di New York, bersama beberapa teman dekatnya.
‘’Hhmm, kamu terlihat sangat bahagia. Apa karena kau bisa berlibur dan menghilangkan kepenatan akibat banyaknya pekerjaan yang menumpuk?’’ ucapnya pada foto Lu Yuan. Dia lalu membawa ponselnya dan mencium foto pria tampan itu. ‘’Kuharap kau selalu bahagia, dimanapun kau berada, aku akan selalu mendukungmu.’’
Nggak berapa lama bus datang, Feng Yin pun langsung mematikan layar ponselnya lalu berdiri untuk memasuki bus. Sepanjang perjalan, beberapa kali dia tersenyum, saat melihat banyaknya wajah Lu Yuan yang terpampang di banyak videotron yang ada di beberapa gedung tinggi dan mewah yang ada di kota tempat tinggalnya itu.
‘’Tampannya idolaku.’’ Pujian itu seakan mengiringi perjalanannya.
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments