Adelia, teman sekaligus orang yang akan menjadi rekan kerja Asyifa baru sampai di Jakarta keesokan harinya. Perempuan itu datang ke rumah kakaknya Asyifa diantar oleh seorang sopir perusahaan yang diutus oleh Hoshi, asisten pribadi Bastian secara langsung.
Adelia menggerutu sejak setengah jam yang lalu. “Ah, ini tidak adil,” katanya dengan kesal. “Bagaimana mungkin aku langsung bekerja begitu sampai di Jakarta? Sedangkan kamu bisa beristirahat selama dua hari.” Adelia mengerucutkan bibirnya.
Asyifa hanya tertawa dan mendengarkan semua keluh kesah sahabatnya.
“Terus saja tertawa!”
“Haha ... terus, aku harus apa?”
“Menyebalkan!” cetus Adelia lalu beberapa detik kemudian dia tersenyum penuh semangat. “Eh, sebenarnya tidak buruk juga aku langsung bekerja. Kamu tahu, ga—“
“Engga!”
“Aku belum selesai,” sungut Adelia kesal.
“Oke, apa?”
“Kamu tahu, kan, kalau besok kita ada meeting dengan investor? Nah, hari ini aku langsung ketemu dengan mereka.”
Asyifa mengerutkan kening. “Terus?”
“Ternyata investornya ganteng banget tahu, ga?” Adelia berbinar mengatakan hal itu, ia kembali membayangkan wajah pria yang ditemuinya beberapa jam yang lalu. “Sepertinya pekerjaan kita akan berjalan dengan sangat baik jika atasannya kaya dia.”
Syifa menggelengkan kepala. “Kau ini, mudah sekali berubah,” katanya dengan tidak percaya. “Jadi, sebenarnya kau kesal atau tidak?”
“Ya, kesal, sih, tapi tidak jadi deh. Soalnya aku ketemu pria tampan.”
Asyifa hanya bisa tertawa untuk menanggapinya karena dia sendiri tidak tahu, setampan apa pria yang dimaksud temannya ini.
“Siapa yang tampan?” tanya seorang wanita yang tak lain adalah kakak ipar Asyifa. Wanita itu membawa nampan di tangannya.
Asyifa dan Adelia seketika menoleh ke arah pintu masuk. “Kak,” sapa Adelia seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa malu karena ternyata ada orang lain yang mendengar ucapannya.
“Itu, loh, Kak, dia ketemu pria tampan di kantor.”
Infiera, kakak ipar Asyifa tersenyum dan meletakkan nampan di atas meja. “Bagus, dong, jadi kalian bisa semangat kerjanya. Tapi hati-hati, loh, kerjaan kalian juga bisa berantakan kalau terlalu fokus pada pria tampannya.”
“Kalian? Hanya dia, Kak, bukan aku,” timpal Asyifa yang tidak terima dengan ucapan kakak iparnya.
Infiera hanya tersenyum sebagai tanggapan, dia menoleh pada Adelia yang duduk di sebelah adik iparnya. “Maaf, ya, kalian harus berbagi kamar. Soalnya kamar satunya lagi berantakan banget, lagi direnovasi.”
Adelia mengibaskan tangannya. “Ah, itu tidak masalah, Kak. Aku malah lebih senang seperti itu karena selama di sini mungkin kami akan lebih sering bergadang.”
“Syukurlah kalau begitu. Kamu tidak perlu sungkan. Anggap saja ini rumah sendiri,” ucap Infiera dengan ramah.
“Ah, jadi enak. Terima kasih banyak, ya, Kak. Maaf, mungkin aku akan sedikit merepotkan untuk beberapa minggu ke depan.”
“Jangan bicara begitu. Kakak malah senang. Belakangan kakaknya Syifa memang lagi sibuk banget. Jadi, kalau malam tidak ada teman karena Bibi di sini kebetulan tidak menginap.”
“Terima kasih, ya, Kak.”
“Sama-sama,” ucap Infiera. “Kalian ngobrolnya jangan sampai larut, ya? Besok, kan, kalian sudah mulai bekerja.”
“Baik, Kak.”
“Ya sudah, kakak naik ke dulu ke kamar.”
Setelah kakak ipar Asyifa pergi ke kamarnya, dua wanita yang sedang berada di ruang tengah itu melanjutkan pembicaraan mereka—membahas apa saja yang harus dilakukan besok.
Tadi siang, Asyifa juga sudah mendapat email dari Hoshi, asisten Bastian mengenai apa saja yang harus dilakukannya besok.
Saat mengetahui kalau Adelia langsung pergi ke perusahaan, Asyifa juga sedikit bertanya-tanya, kenapa dirinya malah diizinkan istirahat dua hari untuk mempersiapkan semuanya.
Tidak mau ambil pusing, Asyifa akhirnya mengabaikan hal itu.
***
Keesokan harinya, Asyifa dan temannya sudah terlihat rapi untuk memulai pekerjaan mereka di hari pertama. Kedua wanita itu terlihat antusias dengan alasan yang berbeda.
Jika Adelia antusias karena akan bertemu kembali dengan pria tampan yang kemarin ditemuinya, sedangkan Asyifa antusias karena akhirnya ia bisa melakukan apa yang disukainya.
“Dek, selama kalian di Jakarta, akan ada supir yang antar jemput,” ucap Abimanyu kakak laki-lakinya.
“Bang, itu pasti repot. Aku, kan, bisa pesan taksi online.”
Meski itu adalah kakaknya, Asyifa merasa tidak enak hati kalau harus merepotkan kakaknya lagi.
“Tidak apa-apa, Dek. Abang khawatir kalau kalian harus pulang malam.”
Asyifa menghela napas berat, ia tahu kalau kakaknya tidak mungkin bisa didebat. “Baiklah, terima kasih, ya Bang.”
“Sama-sama, Dek, abang pergi berangkat ke kantor dulu, ya.”
Setelah kakaknya pergi ke kantor dengan menggunakan motornya, Asyifa juga bergegas pergi karena Hoshi sudah menghubungi kalau satu setengah jam lagi mereka akan mengadakan meeting pagi terlebih dahulu.
Saat keluar rumah, ternyata benar sudah ada seorang pria berumur empat puluh tahunan yang menunggu mereka.
“Saya sopir yang disuruh Pak Abi mengantar kalian,” ucap pria paruh baya yang berdiri di samping mobilnya.
Asyifa mengangguk untuk menyapanya, dia tampak memikirkan sesuatu.
Bukankah dia yang malam kemarin pergi bersama dengan Bastian? Kenapa bisa jadi supirku?
Namun, Asyifa terlalu malu untuk bertanya secara langsung. Akhirnya, ia hanya menelan semua pertanyaan yang ada di dalam pikirannya.
Begitu sampai di kantor, Hoshi, asisten pribadi Bastian sudah menunggu kedatangan mereka berdua.
“Hari ini, kita akan bertemu dengan rekanan perusahaan untuk membahas proyek yang akan kita kerjakan. Ini adalah proyek besar, jadi saya meminta kerja sama kalian,” ucap Hoshi lalu tiba-tiba dia melangkah melewati kedua wanita yang ada di hadapannya.
“Pak Rendi, Anda sudah sampai,” sapa Hoshi pada orang yang baru saja keluar dari lift.
Asyifa dan juga Adelia menoleh ke arah belakang. Keduanya melihat tiga orang pria sedang berhadapan dengan Hoshi.
Adelia tiba menyenggol tangan Asyifa yang berdiri di sampingnya dengan mata yang berbinar, menatap pria yang berbicara dengan Hoshi.
“Apa?”
“Itu, itu cowok tampan yang kumaksud,” ucap Adelia tatapannya tidak lepas dari pria yang dimaksud.
Asyifa tidak menanggapi, ia justru menatapnya dengan bertanya-tanya.
Setelah beberapa saat, Hoshi mengajak tiga pria di hadapannya untuk menghampiri Asyifa dan temannya. “Pak Rendi, perkenalkan, mereka ini yang akan terlibat langsung untuk pembuatan ilustrasi proyek kita yang ada di Palembang. Keduanya akan mendapatkan arahan langsung dari Anda dan juga Pak Bastian.”
Bukannya menanggapi ucapan Hoshi, pria itu malah memperhatikan Asyifa yang sedang diperkenalkan. “Asyifa?”
“Kak Rendi?” balas Asyifa yang langsung mengenali pria yang akan menjadi atasannya juga.
“Kalian saling mengenal?” tanya Hoshi menatap bergantian Asyifa dan juga Rendi.
“Ya, kami saling mengenal,” ucap Rendi, “Saya tidak menyangka kami bisa bertemu di sini, bahkan akan bekerja bersama.”
Asyifa juga tersenyum lebar mendengar hal itu. “Benar, aku juga tidak menyangka bisa ketemu Kak Rendi di sini. Padahal, kita sudah membuat janji untuk bertemu di acara tahunan komunitas.”
Rendi tersenyum semakin lebar mendengar hal itu, ia menatap Asyifa begitu dalam.
Hoshi yang menyimak juga memperhatikan bagaimana Rendi menatap Asyifa. Sebagai laki-laki, tentu saja dia juga bisa tahu tatapan apa itu.
Bos, sepertinya kau harus segera kembali ke sini sebelum gugur dalam berperang.
Hoshi sangat yakin kalau Rendi menaruh perhatian berbeda pada Asyifa. Terlihat dari cara menatapnya dan juga cara dia berbicara. Ekspresi wajahnya langsung berubah ketika menyadari keberadaan Asyifa di sana.
Tidak menyangka bosnya akan secepat itu mendapat saingan. Jika diperhatikan, keduanya cukup dekat. Asyifa juga sepertinya menaruh perhatian yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘
🥰🥰🥰🥰
2024-11-20
0
BCuan
cepetan pulang oiiiiii
2024-02-17
2
Zea Rahmat
asisten bastian thor
2024-02-16
3