Asyifa terlihat merona karena malu dengan tingkahnya. Sejak awal, ia selalu mendorong Bastian menjauh pergi, tapi begitu ia mendapat sesuatu yang menarik diberikan pria itu, malah terlihat girang.
Sekitar lima belas menit yang lalu, Bastian mengatakan kalau lukisan yang ada di sana bisa menjadi milik Asyifa. Karena terlalu senang, dirinya tanpa sadar memeluk pria itu.
Tentu saja, Bastian tidak keberatan dengan hal itu. Hanya dirinya yang malu setengah mati.
Kini, Bastian berdiri di sampingnya dengan tersenyum lebar. "Ris, sepertinya dia sangat menyukai lukisan itu."
Wanita yang dipanggil Risma itu tertawa kecil. "Ya, ya, kau bisa memilikinya. Aku sama sekali tidak memiliki jiwa seni. Jadi, sebagus apa pun lukisan itu, bagiku tetap terlihat biasa."
"Baiklah, aku akan membawanya."
Risma mengangguk, lalu dia memberi isyarat pada karyawannya yang sejak tadi berdiri tidak jauh darinya, memegang beberapa pakaian di tangannya.
"Pesananmu," ucap Risma.
Bastian melihat pakaian-pakaian itu dan mengerakkan kepalanya supaya mereka mendekat ke arah Asyifa.
"A-apa?" tanya Asyifa bingung karena karyawan toko itu menyerahkan tumpukkan pakaian padanya.
"Bukannya tadi kau berkata ingin belanja? Kamu bisa coba terlebih dahulu pakaian-pakaian ini."
Asyifa terkejut dengan perkataan Bastian. Tadi, saat mereka sampai dirinya hanya sedang meledek pria itu karena memaksa dirinya untuk menemani berbelanja bukannya ia yang ingin berbelanja.
"A-aku tidak mengatakan itu. Aku hanya bilang—"
"Tidak perlu banyak protes, lebih baik kamu coba saja semuanya."
Bastian menarik tangan Asyifa untuk menuju ke ruang ganti tapi gadis itu menahan tubuhnya hingga tak bergerak dari tempatnya.
"Aku tidak mau!"
Bastian sama sekali tidak memaksa, ia melepaskan tangan gadis itu dan mengangguk.
"Baiklah, kalau kamu tidak mau mencobanya." Ia melirik ke arah para karyawan toko. "Tolong, bungkus semuanya aja."
Dua orang yang sedang membawa tumpukkan pakaian mengangguk mendengar permintaan Bastian tapi Asyifa justru melotot karena terkejut.
"Apa maksudmu semuanya?"
"Bukannya kamu tadi bilang tidak mau mencobanya dulu?"
Asyifa semakin terkejut dengan jawaban Bastian. "Bukan itu yang kumaksud!" serunya sedikit frustrasi.
"Lalu apa? Kamu tidak suka dengan bajunya?"
Bastian menoleh pada Risma, sang pemilik toko dan berkata.
"Kau bilang ini barang baru dan belum pernah dijual."
"Ini memang koleksi terbaruku dan belum sempat aku pajang di depan," jawab Risma.
"Buktinya dia tidak suka dengan koleksi yang kau bawa?"
Asyifa yang berdiri di samping Bastian merasa semakin frustrasi dengan sikap pria itu, yang seenaknya menerjemahkan ucapan dirinya yang singkat.
"Hei, bukan itu maksudku!" seru Asyifa untuk menghentikannya.
"Lalu apa maksudnya? Kamu mau lihat koleksi yang lain? Baiklah!"
Saat Bastian akan berbicara pada Risma, wanita itu terlebih dahulu menginjak kakinya.
"Dia—Hei, kenapa kau menginjak kakiku?"
"Karena kau bodoh!" umpat Risma yang ikut jengkel dengan tingkah temannya ini.
Apakah Bastian benar-benar membangun perusahaannya sendiri hingga menjadi sebesar sekarang?
Pemikiran itu melintas begitu saja di benak Risma. Jika itu orang lain, mungkin mereka tidak akan percaya kalau Bastian memiliki perusahaan berskala cukup besar dengan tingkahnya yang konyol saat ini.
"Beraninya kau mengataiku bodoh! Kau—"
"Kau memang bodoh! Dengarkan dia selesai bicara, baru kau memutuskan!" serunya semakin jengkel dengan tingkah Bastian.
Bastian terdiam dengan ucapan Risma, dia melirik ke arah Asyifa yang menatapnya dengan kesal.
"Ah, oke, oke." Bastian mengangkat tangannya seperti orang yang sedang menyerah. "Aku akan mendengarkanmu sekarang."
Melihat hal itu, Risma hanya bisa menggeleng. Tidak menyangka kalau Bastian benar-benar akan menuruti keinginan seorang perempuan.
"Aku tidak mau belanja," katanya. "Lebih baik kita pulang saja."
Bastian menaikkan sebelah alisnya, tidak suka dengan penolakan gadis itu. Namun, dia juga sadar kalau memaksanya hanya akan semakin membuatnya kesal.
"Kamu tetap harus membeli beberapa baju itu," ucap Bastian, menunjuk karyawan toko yang memegang tumpukan pakaian sejak tadi. "Apa kamu tidak kasihan pada mereka? Sejak tadi membawa baju sebanyak itu untukmu. Risma juga sengaja tidak memajang koleksi barunya hanya untukmu."
Asyifa menoleh pada dua karyawan yang terlihat kepayahan memegang baju-baju itu, lalu ia beralih pada Risma yang mengangguk padanya, seolah membenarkan perkataan Bastian.
Asyifa terlihat bingung. Ia tidak bisa membeli salah satu pakaian itu karena uangnya tidak akan cukup. Tapi, jika meminta Bastian yang membelikannya ... .
"Sayang, cepat putuskan. Kasihan mereka terus memegang baju-baju itu."
Asyifa menatap sinis pada Bastian. "Itu semua gara-gara kamu!"
Bastian hanya mengangkat bahunya dan tetap meminta Asyifa memutuskan.
"Baiklah, aku akan mengambil yang ini." Dia menunjuk sebuah kemeja oversize berwarna burgundi.
Bastian mengangguk. "Tolong bungkus yang itu. Yang ini, ini, dan ini. Empat. Aku ambil semua ini."
Asyifa tercengang, sedangkan Risma hanya menahan senyumnya dengan tingkah seenaknya Bastian.
Ternyata, tidak sepenuhnya penurut.
Bastian nyengir melirik ke arah Asyifa. “Aku hanya bilang, kan, kamu mau yang mana? Dan aku sudah setuju. Aku hanya memilih baju yang aku suka untuk kamu,” ucap Bastian enteng.
Asyifa terlihat semakin kesal, ia berbalik, dan melangkah pergi dari ruang kerja Risma dengan menghentakkan kaki ke lantai.
“Kau benar-benar bodoh.”
Bastian mengabaikan ucapan temannya, ia masih melihat ke arah perginya Asyifa dengan tersenyum senang.
“Lihat, kan? Dia memang menggemaskan kalau lagi kesal.”
“Dasar gila.”
Risma langsung melangkah pergi tapi baru beberapa langkah wanita itu berucap, “Aku ingin kau langsung membayarnya. Kau tahu, kan, itu koleksi terbaru.”
“Haha ... Oke, oke, jangan khawatir.”
Bastian mengikuti langkah Risma keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju kasir untuk membeli semua baju yang dipilihnya.
Setelah menyelesaikan semua transaksi, Bastian keluar dari toko dengan membawa dua paper bag di tangannya.
Asyifa ternyata sedang menunggu di samping mobilnya dengan memegang handle pintu yang masih terkunci.
Saat Bastian sudah membuka kuncinya, Asyifa langsung masuk tanpa menunggu Bastian. Dia juga tidak berniat membantu membawakan belanjaannya.
“Senyum, dong, Sayang,” goda Bastian saat sudah duduk di sampingnya, di belakang kemudi.
Asyifa memalingkan wajahnya pada Bastian dengan tatapan jengkel, “Berhenti memanggilku seperti itu, kau tahu kalau aku sudah punya pacar.”
“Cincin itu?” tanya Bastian. “Kalau begitu, aku akan menggantinya dengan yang baru. Kamu mau mendesainnya sendiri?”
Asyifa mengalihkan pandangannya ke arah jendela mobil dan menggerutu kesal. “Menyebalkan.”
Bastian hanya tertawa kecil. Semakin Asyifa kesal, ia semakin suka. Baginya, dia terlihat menggemaskan.
Mobil melaju meninggalkan toko baju, tidak ada percakapan di antara mereka. Asyifa tetap mendiamkan Bastian meski pria itu berusaha mengajaknya berbicara.
Tiba-tiba, ponsel Bastian yang diletakkan di samping kirinya berdering, membuat Asyifa refleks menoleh karena terkejut.
Mona
Nama itu tertera di layar ponselnya.
Bastian melirik siapa yang meneleponnya, ekspresi wajahnya terlihat datar lalu menyentuh tombol berwarna merah untuk menolak panggilannya.
Asyifa yang tadi sempat melihat layar ponsel Bastian segera membuang muka ke arah jendela mobil, berpura-pura tidak melihat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘
🥰🥰🥰🥰🥰
2024-11-20
0
Bungamatahari
aaa Abimanyu tolong adikmuu/Sob/
2024-04-07
0
Heny Janitasari
😪
2024-02-13
1