Penyakit Dimas

"Bukan aku yang membuatnya menangis," ujar Rian membuat Arkan menatap pria itu dengan tatapan tajam, tentu saja Arkan tidak semudah itu percaya, pasalnya William tadi mengatakan jika Adelina tengah menangis di hadapan Rian, untung saja Alex tengah sibuk sehingga tidak memantau Adelina, jika Alex tau sudah tamat riwayat Arkan.

"Lalu?"

Rian menghela napas pelan, dia lalu menceritakan saat Adelina datang ke ruangan dan langsung menangis, dia juga menceritakan alasan Adelina menangis membuat Arkan menganggukkan kepala, walau dia tidak tau apa yang terjadi tetapi karena Adelina memfitnah Rian sudah pasti terjadi sesuatu sehingga Adelina terpaksa melakukan hal itu.

"Aku juga tidak paham kenapa dia melakukan itu," lanjut Rian mengakhiri ceritanya.

Arkan menghela napas pelan, sejak dulu Rian memang pria yang terlalu penasaran akan sesuatu hal, dia akan bertanya hal-hal penting saja dan selebihnya menjalankan tugas dengan patuh, bagi Rian itu saja sudah cukup.

"Adelina hamil anak tuan Alex."

"APA?"

Rian menatap Arkan dengan tatapan tidak pecaya, dia kira Arkan melindungi Adelina karena ada sesuatu di antara mereka tetapi ternyata tidak, ini semua karena perintah Alex. Tetapi yang menjadi pertanyaannya bagaimana bisa Adelina bisa berhubungan dengan Alex?

"Dan Adelina tidak tau jika ayah dari anaknya adalah tuan Alex," lanjut Arkan membuat Rian hanya menatap Arkan dengan tatapan tidak percaya, bagaimana ini bisa terjadi? Benar-benar di luar nalarnya.

"Karena itu aku memerintahkanmu untuk menyembunyikan hal ini serta menjaga Adelina dan anak yang tengah dia kandung!"

"SIAP LAKSANAKAN!"

Hanya sebatas itu percakapan antara mereka, Rian juga berpamitan untuk kembali ke ruangannya karena Arkan sudah menerima panggilan dari seseorang. Saat sampai ke ruangannya sendiri, dia sempat melirik Adelina yang tengah fokus mengerjapkan sebuah berkas, jika dilihat dari penampilan Adelina, dia benar-benar tidak percaya jika wanita baik-baik itu malah berhubungan dengan Alex, bukankah ada banyak pria di bumi ini? Kenapa harus Alex?

"Kenapa Ri?" tanya Adelina saat dia merasakan jika sejak tadi Rian terus saja menatapnya.

Dengan cepat Rian menggelengkan kepala, dia tidak mau Adelina tau jika dia sudah tau kebenarannya, lebih baik mereka tetap seperti awal, seakan tidak terjadi apa-apa.

Waktu berlalu, saat Adelina akan berniat pulang, Arkan tiba-tiba datang dan meminta wanita itu untuk segera ke ruangannya. Dengan patuh wanita itu melangkah memasuki ruangan Arkan, baru saja menutup pintu Arkan langsung menyodorkan sebuah kertas membuat Adelina menatapnya dengan tatapan penasaran walau tangannya tetap bergerak mengambil kertas tersebut.

"Gagal ginjal?" cicit Adelina benar-benar tidak percaya saat dia melihat hasil pemeriksaan kesehatan Dimas.

Jadi selama ini pria itu tengah sakit? Tetapi sejak kapan? Kenapa selama ini dia melihat pria itu baik-baik saja?

"Pak Arkan serius?" tanya Adelina memastikan lagi tetapi hanya dibalas tatapan oleh Arkan.

Tidak perlu jawaban Adelina tau ini semua benar, Arkan tidak mungkin membuat pernyataan palsu tentang penyakit seseorang, jujur saat membacanya Adelina benar-benar tidak tau akan bereaksi seperti apa, apakah Dimas sudah sakit sejak lama? Tetapi kenapa dia baru tau sekarang?

"Pak, aku mau pulang," ujar Adelina akhirnya karena benar-benar ingin beristirahat menenangkan dirinya.

Dia tidak tau melakukan apa, apakah dia datang menemui Dimas dan bertanya soal penyakitnya ini? Tetapi buat apa? Mereka saja tidak mempunyai hubungan apa-apa lagi, tetapi dia juga tidak bisa hanya diam seperti tidak terjadi apa-apa, walau pria itu sudah menyelingkuhinya tetapi tetap saja hubungan tiga tahun mereka berjalan dengan baik dan Dimas juga sangat baik kepadanya.

Tanpa banyak bicara Arkan melangkahkan kaki yang diikuti oleh wanita itu, bahkan mobil segera melaju setelah mereka masuk ke dalam, saat sampai pun Adelina langsung turun dan baru tersadar jika belum mengucapkan terima kasih saat mobil Arkan sudah melaju meninggalkannya.

Setelah masuk ke dalam, Adelina langsung membersihkan diri, berharap jika pikirannya akan tenang, setelah itu barulah dia merebahkan tubuhnya di atas kasur karena saat ini dia sama sekali tidak nafsu untuk makan. Beberapa menit berlalu, wanita itu sudah berupaya memejamkan mata tetapi dia tetap saja tidak bisa tidur, pikirannya terus dihantui oleh surat pernyataan jika Dimas mengidap penyakit gagal ginjal.

"Ah, sial!" pekik Adelina seraya mengacak rambutnya.

Dia tidak akan tenang jika terus begini, setelah mempertimbangkan beberapa hal, wanita itu mengambil jaket dan tas lalu melangkah keluar dari rumahnya, tidak lupa dia memesan taksi. Intinya malam ini dia harus bertemu dengan Dimas!

Tidak sampai setengah jam, Adelina sudah turun di depan sebuah rumah yang dulu sering dia datangi, dulu saat mereka baik-baik saja. Setelah berhasil menyakinkan diri sendiri, dia perlahan melangkah mendekati, menghembuskan napas sebanyak tiga kali lalu mengetuk pintu Dimas tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun.

Jantungnya berdetak sangat kencang, belum ada tanda-tanda pria itu akan keluar, dengan keberanian yang sedikit dan paksaan akan diri sendiri, kembali Adelina kembali mengetuk pintu rumah Dimas, untung saja kali ini ada seruan dari dalam membuat Jantung Adelina semakin berdetak sangat kencang.

"Siap---" Dimas terpaku saat melihat siapa yang baru saja mengetuk pintu rumahnya.

Sedangkan Adelina yang melihat Dimas tidak tau akan berekspresi seperti apa, apakah dia langsung bertanya atau basa-basi dulu?

"Adelina, kenapa ke sini?" tanya Dimas dengan tatapan penuh keheranan.

Pasalnya semenjak kejadian terakhir kali saat dia memohon kepada Adelina, wanita itu benar-benar menghindar darinya, bahkan kadang Adelina seakan-akan tidak melihat dirinya, Dimas mengerti akan hal itu, lagian memang dia yang salah.

"Apa aku boleh masuk?" tanya Adelina membuat Dimas tersadar dan menganggukkan kepala, dia menyuruh Adelina untuk duduk dulu lalu melangkahkan kaki menuju dapur mengambil air minum dan Beberapa cemilan.

Saat Dimas kembali, Adelina hanya bisa tersenyum kecut melihat cemilan yang dibawakan oleh Dimas, semua cemilan kesukaannya, apa pria itu benar-benar sudah lupa kepadanya?

"Minumlah!"

Adelina tersenyum tipis, dia meneguk air dengan pelan lalu kembali meletakkannya, tidak ada percakapan di antara mereka, walau Dimas penasaran alasan Adelina dating ke rumahnya tetapi dia tidak tau akan memulainya dari mana.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Adelina dengan basa-basi membuat Dimas menjawab jika dia baik-baik saja.

Kali ini Adelina tersenyum kecut, dia menatap pria yang pernah dia cintai dengan perasaan yang tidak menentu, bahkan tanpa dia sadari air matanya tiba-tiba mengalir membuat Dimas yang melihat itu sedikit panik, kenapa dia malah menangis?

"Maaf," lirih Adelina seraya menghapus air matanya, tetapi semakin dihapus malah semakin mengalir, Adelina benar-benar tidak bisa menghentikannya! Apa yang harus dia lakukan?

"Hei, kenapa? Jika aku ada salah aku minta maaf," ucap Dimas dengan perasaan yang bersalah, mau bagaimanapun dia tidak tega melihat Adelina menangis seperti ini.

"Kenapa kamu enggak pernah bilang jika tengah sakit gagal ginjal?"

DEG!!

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!