Misi Membosankan Arkan

"Apakah ayah dari anakku sudah diketahui?" tanya Adelina ketika beberapa hari dia sudah keluar dari Rumah Sakit.

Apakah dia boleh berharap jika pria itu tidak usah ditemukan sehingga dia bisa menikah dengan Arkan? Bahkan sudah hampir sudah bulan dan pria itu belum juga ditemukan, usia kandungan Adelina sudah memasuki bulan ketiga dan hanya menunggu waktu sampai perutnya membesar dan se,mua orang tau akan kebenarannya.

"Aku akan menepati janjiku," ucap Arkan menjawab pertanyaan Adelina yang diangguki oleh wanita itu.

Dia juga tidak mau memaksa Arkan karena masalah itu, dia sendiri juga tau jika Arkan sangat sibuk dan bertambah sibuk hanya karena dirinya, tetapi Adelina juga tidak bias melakukan apa-apa sendiri, dia saja belum ingat apakah pernah melakukan hubungan badan atau tidak.

Hari ini, wanita itu tengah makan di Kantin bersama Fiola, semenjak kejadian terakhir kali tidak ada yang berani kepadanya, mungkin masih ada yang menggosipkannya tetapi selagi tidak terdengar ke telinganya Adelina tidak peduli, lagian mereka tau risiko mengibah Adelina.

"Tumben makan ini, biasanya juga Enggak pernah," cetus Fiola saat Adelina memesan mie ayam, padahal wanita itu kurang suka dengan makanan itu.

"Pengen aja," jawab Adelina sambil tersenyum tipis.

"Kek orang lagi hamil aja."

DEG!!

Jantung Adelina seketika berdetak cukup kencang, dia menatap Fiola yang masih asik makanannya sendiri, walau Adelina tau Fiola bercanda tetapi dia tetap takut jika saja ada yang mengetahui hal tersebut.

"Aku lihat-lihat kamu makin gemuk," ucap Fiola seraya mengalihkan pandangannya menatap Adelina.

Adelina hanya tersenyum kaku, dia juga menyadari hal itu, sudah sebulan nafsu makannya selalu naik dan Adelina juga merasa jika pipinya semakin membengkak. Adelina tidak menanggapi ucapan Fiola barusan, dia kembali fokus dengan mie ayam yang ada di mangkoknya ini sampai akhirnya seorang pria dan seorang wanita melangkahkan kaki memasuki kantin.

Adelina masih ingat, bagaimana pria itu memohon kepadanya, bagaimana rasanya sangat sakit saat dia mengetahui jika pria itu begitu mencintai wanitanya. Walau seperti mimpi tetapi hubungan tiga tahun bagi Adelina hanya sebuah kesia-siaan, apa mungkin hanya dia yang jatuh cinta kepada Dimas?

"Udah, jangan dilihat terus!"

Adelina seketika mengalihkan pandangannya, dia hanya tersenyum tipis lalu segera menggelengkan kepala, mengusir pikirannya yang mulai bernostalgia, semua itu hanya kenangan dan tetap akan jadi kenangan. Cerita mereka sudah usai dan tidak perlu di tambah bab baru lagi, sekarang Adelina bias sendirian.

Saat Adelina tengah makan di kantin, Arkan tengah berdiri di hadapan Alex, dia harus menanyakan beberapa pertanyaan kepada pria itu termasuk tentang Adelina.

"Aku sudah mengurus orang-orang itu dan kupastikan jika mereka mati karena kecelakaan sehingga mereka tidak curiga," jelas Arkan menjelaskan nasib para pria yang menganggu Adelina terakhir kali karena sesuai perkiraan Alex, mereka bukan preman biasa melainkan orang suruhan.

Jadi sudah ada yang mengendus bau Adelina, cepat atau lambat nyawa wanita itu semakin terancam, padahal Alex sudah menjaga jarak dengan wanita itu.

"Tetap awasi Adelina!" perintah Alex membuat Arkan hanya diam.

"Tuan, untuk apa tuan mempertahankan wanita itu?"

Alex mengangkat sebelah alisnya, dia hanya menatap Arkan dengan pandangan lurus ke depan, tidak ada yang lebih tau daripada siapapun tentang kehidupannya selain Arkan, pria itu mengetahui semua yang bahkan tidak dijelaskan oleh Alex sekalipun.

"Aku hanya ingin mempertahankan anakku," jelas Alex seraya membakar sebatang rokok.

Asap mengepul keluar dari mulut Alex, pria itu sempat melirik Arkan lalu memberikan sebatang rokok yang diterima oleh Arkan. Kedua pria itu mulai merokok di dalam ruangan itu.

"Tetapi tuan, jika tuan mau kenapa tidak memberi tahu saja jika tuan adalah ayah dari anak Adelina, kenapa harus bersembunyi?" lanjut Arkan benar-benar tidak paham dengan maksud dari Alex.

Jika memang ingin mempertahankan anak itu, Alex bias menculik Adelina, menempatkannya di sebuah pulau terpencil yang terjamin keamanannya, tidak seperti ini yang menuruti Arkan malah dia yang repot, ada banyak misi yang harus dikorbankan hanya demi menjaga Adelina.

Alex masih diam, dia memiliki alasan atas semua hal yang telah dia lakukan, tetapi jujur selain ingin mempertahankan anaknya, ada alasan lain kenapa Alex begitu memperhatikan wanita itu, ada alasan yang tidak ingin siapapun ketahui termasuk Arkan.

"Jalani saja!" ucap Alex memutuskan obrolan.

Arkan tidak bias mengatakan apa-apa lagi, jika Alex sudah memutuskan obrolan maka tidak ada obrolan, pria itu akan marah jika ada yang melanggar perintahnya.

"Permisi!" Arkan melangkah keluar dari ruangan Alex, dia segera duduk di sebuah sofa membuat William hanya mengerutkan kening melihat wajah masam Arkan, semenjak diberi tugas menjaga Adelina, wajah pria itu tidak ada semangatnya.

"Kenapa?" tanya William sekedar basa-basi walau sebenarnya dia tau alasan Arkan seperti ini.

"Kamu tau sendiri, aku sudah muak menjaga wanita itu, dia terlalu manja, selalu ingin diperhatikan, sangat-sangat membosankan. Aku malah merindukan markas kita di Brazil," keluh Arkan untuk kesekian kalinya karena hanya kepada William, Arkan bias menyampaikan kekesalannya, jika kepada Alex bisa-bisa kepalanya langsung hilang.

"Kamu merindukan markas atau---"

Arkan tertawa pelan mendengar itu, memang ada maksud lain dia ingin ke Brazil tetapi sayang sekali dia harus di sini menjaga Adelina, sampai kapan misi ini akan selesai?

William tidak lagi menanggapi ucapan Arkan, pria itu adalah otak kedua Alex sehingga pria itu tidak pernah ikut misi berbahaya, karena suatu alasan sehingga Alex selalu menjaga keamanan William. Maka itu William kurang menanggapi keluh kesan bosan Arkan karena setiap hari dia terus duduk dan melihat pergerakan semua orang, dia harus siaga melapor kepada Alex jika terjadi sesuatu. Jadi kebosanan Arkan sudah makanan sehari-hari untuk William.

"Aku tidak paham jalan pikiran Alex," lirih Arkan seraya memejamkan mata, dia sedikit menghela napas pelan dan tidak tau akan berkomentar apa, sudah dua bulan dia menjaga Adelina dan rasanya separuh nyawanya direbut secara paksa.

"Tidak ada yang tau soal perasaan."

Arkan perlahan membuka matanya, sangat tidak mungkin Alex jatuh cinta kepada Adelina, apa spesial wanita itu sampai Alex suka? Bahkan Adelina sendiri tidak tau jika Alex sendiri hidup.

"Aku hanya bilang, jangan jatuh cinta kepada wanita itu!" peringat William tetapi dibalas tertawaan oleh Arkan.

"Aku jatuh cinta kepada Adelina? Lelucon apa itu? Kamu tau sendiri ada berapa banyak wanita yang bisa kudapatkan dan lebih baik dari wanita itu," lanjut Arkan dengan perasaan bangga.

William yang mendengar itu hanya sedikit melirik Arkan lalu kembali fokus dengan pekerjaannya, yang penting dia sudah memperingatkan, selanjutnya itu urusan Arkan.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!