Barang-Barang Branded

Adelina tersenyum lebar, kali ini wanita itu menjadi pusat perhatian karena pakaian, tas serta sepatu yang dia pakai semuanya branded, bahkan Fiola sampai menatap Adelina dengan tatapan tidak berkedip, apa dia salah lihat? Sejak kapan Adelina mendadak kaya begini?

"Jangan bilang tadi malam kamu ngepet! Tapi 'kan belum malam jumat."

Adelina yang mendengar itu hanya tertawa pelan, beberapa karyawan berkomentar tentang tas Adelina yang benar-benar keluaran terbaru dari salah satu brand terkenal, harganya jangan ditanya seberapa mahalnya, mungkin tiga bulan gaji mereka.

Sebenarnya setelah sampai rumah beberapa jam kemudian ada yang mengantarkan pesanan ke rumah Adelina, awalnya Adelina dibuat terheran-heran karena semua barang yang mereka beli di Mall malah diantarkan ke sini.

"Sepertinya salah alamat, pak," ujar Adelina kepada salah seorang yang tengah memeriksa semua pesanan tersebut.

"Alamatnya benar kok mbak, bias mbak lihat sendiri."

Saat dilihat apa yang dikatakan pria itu benar, alamat yang dituju adalah alamatnya dan nama penerima adalah namanya, tetapi bukankah Arkan membelinya untuk seseorang? Kenapa malah dikirim untuknya?

"Halo pak, ini kenapa semua barang yang tadi dibeli malah diantarkan ke rumah saya?" tanya Adelina saat berbicara dengan Arkan melalui ponselnya.

"Itu memang untukmu," balas Arkan.

Adelina sejenak terdiam, barang semahal itu untuknya? Arkan mungkin bercanda, bahkan jika ditotalkan semuanya lebih dari satu miliar dan Arkan bilang untuknya? YANG BENAR AJA!

"Bapak bercanda aja."

"Saya serius Adelina, sudah dulu ya!"

Panggilan terputus membuat Adelina hanya diam terpaku, dia benar-benar tidak tau akan bereaksi seperti apa, kenapa Arkan malah membelikannya barang-barang mewah ini? Dia rasa tidak pantas memakainya.

Sebenarnya Adelina berniat untuk tidak memakainya, tetapi tadi pagi Arkan mengirim pesan jika mereka akan bertemu klien jadi Adelina diharapkan berpakaian rapi dan sopan. Ditambah klien tersebut cukup penting membuat Adelina mau tidak mau harus memakainya, daripada nanti membuat klien kabur.

Saat semua orang masih berkomentar tentang barang-barang yang Adelina pakai, sebuah suara memanggil namanya membuat semua orang segera bubar bahkan Adelina sedikit terlonjak kaget mendengarnya, dia membeku sejenak saat Bayu sudah berdiri di depannya.

"Pagi pak Bayu," sapa Adelina dengan sedikit kaku.

Bayu menatap Adelina dengan tatapan tajam, dia bahkan meneliti dari kaki sampai rambut Adelina membuat wanita itu sedikit rishi ditatap seperti itu, apa ada yang salah dengan pakaiannya? Dia memakai rok di bawah lutut jadi rasanya tidak ada masalah, pakaiannya bias dibilang tidak seksi juga.

"Kita di sini untuk bekerja, bukan pamer apalagi bergosip!" tekan Bayu seraya melangkahkan kaki membuat Adelina menganggukkan kepala.

Dia juga melangkahkan kaki mengikuti Bayu, kenapa pria ini sangat menakutkan? Bahkan hari masih pagi tetapi dia sudah emosi saja, Apa dia marah karena Arkan menyuruhnya mengerjapkan dokumen itu? Tetapi itu 'kan kemauan Arkan, bukan dirinya! Setelah sampai di ruangan, Adelina hanya duduk seraya melirik Bayu yang sudah focus bekerja, dia tidak tau akan melakukan apa.

"Pak Bayu, itu-- tugas saya mana pak?" tanya Adelina dengan sedikit gugup, dia takut Bayu akan marah kepadanya lagi karena tidak tau akan mengerjapkan apa.

"Terserahmu! Lakukan apa saja yang kamu bisa," ketus Bayu membuat Adelina tidak mengatakan apa-apa lagi. Sepertinya Adelina benar-benar harus banyak bersabar bekerja dengan Bayu.

Beberapa menit berlalu begitu saja dan Adelina hanya duduk belum tau akan mengerjapkan apa, Arkan juga sepertinya belum ada tanda-tanda akan datang, karena bosan terus-terus berada di sana, wanita itu melangkah menuju dapur, setidaknya dia bisa membuat the di sana.

Baru saja akan masuk, langkahnya terhenti saat mendengar dua suara yang tidak asing untuknya, apa yang tengah mereka bicarakan?

"Dimas, kamu harus ingat untuk menjauhi Adelina!"

"Iya, aku tau," lirih suara pria yang Adelina yakin suara Dimas.

Sepertinya Dimas berbicara dengan Riska karena Adelina lumayan hapal suara wanita itu.

"Penyakitmu itu ---"

"Adelina? Kenapa hanya berdiri di sana?"

"Fiola! Diam!" pekik Adelina pelan seraya menatapnya dengan tatapan tajam, kenapa wanita itu harus berbicara begitu keras? Dia jadi ketahuan.

"Kenapa?" cicit Fiola dengan heran, dia sama sekali tidak merasa melakukan suatu kesalahan.

Baru saja Adelina akan membuka suara, dua orang tadi terlebih dahulu keluar dari dapur, bahkan Dimas sedikit terkejut dan panik melihat Adelina di depan pintu Bersama Fiola, hanya Riska yang menatap Adelina dengan tatapan sinis.

"Lihat nih orang kampung yang baru memakai pakaian mahal. Ngapain di sini? Nguping pembicaraan ya? Belum bisa lepasin Dimas?"

"Cih, siapa juga yang belum lepasin dia, mimpi aja kali," cibir Adelina seraya menarik tangan Fiola untuk pergi dari sana.

Dia tidak mau membuat keributan di sana, tetapi jujur ucapan terakhir Riska membuatnya penasaran, apa Dimas sakit? Tetapi sakit apa pria itu? Apa dia ke Rumah Sakit waktu itu tengah berobat? Tetapi bisa saja Dimas sakit biasa saja, kenapa dia harus memikirkan pria itu.

"Kukira kenapa cuma berdiri, ternyata ada mantan," ujar Fiola membuat Adelina menatapnya dengan tatapan kesal, karena Fiola dia jadi tidak tau lanjutan ucapan Riska.

"Menurutmu Dimas sakit enggak?"

"Sakit apaan? Dia sehat-sehat aja tuh, yang sakit tu hatimu," ketus Fiola membuat Adelina hanya diam, benar juga akhir-akhir ini Dimas juga jarang libur, jadi mana Mungkin pria itu sakit.

Baru saja Adelina akan membuka suara, seseorang memanggil namanya membuat wanita itu membalikkan badan, senyumnya perlahan terbit melihat Arhkan melangkah bersamanya.

"Ikuti aku!" tekan Arkan membuat Adelina segera menganggukkan kepala, dia melambaikkan tangan ke arah Fiola yang dibalas tatapan sinis wanita itu, apalagi jika bukan iri karena dia berdekatan dengan Arkan.

"Tunggu pak, tas saya masih ada di ruangan," ujar Adelina saat ingat jika barang-barangnya ada di ruangan.

"Sudah ada di mobil," ujar Arkan membuat Adelina segera diam dan bergerak.

Melihat wajah serius Arkan sepertinya terjadi sesuatu, tetapi Adelina juga tidak tau apa itu. Dia terus melangkahkan kaki mengikuti Arkan, bahkan saat mobil melaju membelah jalanan sama sekali tidak ada yang bisa diucapkan.

Adelina dibuat melongo saat mereka malah berhenti di sebuah Rumah Sakit, kenapa mereka ada di sini? Siapa yang sakit?

Arkan dan wanita itu melangkah turun, Adelina juga tidak mengataka apa-apa sampai akhirnya mereka berada di depan ruangan khusus ibu hamil, kaki Adelina berhenti melangkah, apa maksud Arkan membawanya ke sini?

"Ayo masuk!" ajak Arkan tetapi dibalas tatapan kosong oleh Adelina, dia benar-benar tidak paham maksud Arkan membawanya ke sini.

"Kenapa kita di sini, pak?" tanya Adelina dengan sopan karena mau bagaimanapun Arkan atasannya dan pria itu sudah sangat baik kepadanya.

"Memeriksa kehamilanmu!"

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!