Di usia dua puluh tujuh tahun, Shein masih memikirkan soal pendidikannya. Di bantu oleh Demi untuk membiayainya, agar langsung menempuh pendidikan lagi. Mengingat sang ayah yang selalu mendesaknya untuk cepat menikah.
Niat hati ingin melanjutkan beberapa tahun lagi, mengumpulkan dana untuk biaya kuliahnya. Dan siapa sangka Demi bergerak cepat untuk membantunya. Tentu, karena sebuah alasan tertentu.
"Jangan terlalu memaksakan diri, nak. Ayah tahu, kamu, pasti lelah. Mengejar sebuah impian memang tidak gampang, tapi jangan terlalu memaksakan diri."
Ayah Shein berkunjung ke kota Chend. Menemui putrinya yang sudah jarang pulang ke desa Chuan.
"Entah terbuat dari apa kepala, Abang. Bisa mikir keras begitu, malah di sambi bekerja lagi. Apa gak capek, bang?" Aisyah ikut nimbrung mengomentari abangnya
"Selagi di berikan jalan sama Allah. Shein akan tetap berjuang, ayah. Insya Allah, selesai S3 baru nikah." Ucapnya dengan senyum nyengir
"Berapa lama itu, Shein?" Tanya sang ayah
"Insya Allah, tiga tahun, ayah." Sahutnya
"Allahu Akbar. Udah berapa usia, kamu? Keburu ayah pergi, Shein."
"Shein masih usaha, ayah. Doain rezekinya lancar, kalau cukup buat nafkasi anak orang Shein nikah lebih cepat. Gak janji, tapi berusaha berjanji." Ucapnya terkekeh
"Yeh, Abang. Jangan omong doang yak, jangan membujang sampai karatan. Percuma juga wajah good looking, kalau ujung-ujungnya jadi bujang lapok." Ledek Aisyah
"Anak kecil diem aja." Sahut Shein
"Abang, nih, yah. Kebanyakan milih, entah yang gimana dia mau. Heran banget, padahal mah banyak wanita yang mau sama dia."
"Aisyah!" Tegas Shein yang menyuruh adiknya untuk diam
Sang ayah hanya terkekeh melihat kedua anaknya itu. Tidak pernah akur, tapi selalu saling membutuhkan satu sama lain.
...
Mulai dari pekerjaan kecil hingga pekerjaan yang cukup merepotkan untuk Shein. Belum lagi segala penelitian dari tugas kampus. Menempuh pendidikan tidak semudah katanya. Namun, mampu membuat pusing untuk menjalaninya
Bukan sebuah gelar, tapi sebuah pengalaman dan pekerjaan. Itu yang lebih di utamakan seorang Shein Nanendra. Tidak pernah puas dengan hasil yang dia gapai. Yang padahal, semua itu sudah cukup membuat bangga orang tuanya.
Bahkan, tidak ada yang mampu merendahkan keluarganya lagi saat ini. Shein dan Aisyah, berjuang untuk mengganti cacian menjadi sebuah pujian. Sejak kecil mereka bekerja keras dalam hal pendidikan. Hingga mereka sampai di titik perjuangan besar.
"Kapan Aisyah selesai kuliah?" Demi mengecek kembali semua kertas yang berisi coretan itu
"Setahun lebih, pak." Sahut Shein yang masih fokus membuat pola-pola gambar yang luar biasa itu
Demi memberikan pekerjaan Shein. "Sudah cukup, tambahkan di sini sedikit. Seperti ini." Demi memberikan arahan kepadanya . "Selesai kuliah nanti, suruh dia bekerja di kantor. Jangan repot mencari pekerjaan lain." Ucapnya
"Insya Allah, pak." Sahut Shein tersenyum. "Benar begini?" Shein menunjukkan lagi hasil gambarnya
"Ya, cukup baik. Fighting spirit!" Ucapnya menyemangati
"Thank you, pak. Saya akan berjuang!" Tegasnya pula
Demi memberikan beberapa pelajaran kepada Shein. Memberikan ilmu yang dia ketahui selama belajar. Mencoba mewarisi segala pengetahuannya kepada Shein. Entah mengapa, Demi begitu menaruh harapan kepada Shein terutama soal impiannya yang masih di usahakan oleh Shein.
"Ya Allah." Ucapnya lirih
Shein langsung menoleh kearah Demi yang sudah nyengir menekan dadanya. "Kenapa, pak?"
"Terasa sakit." Sahutnya dengan wajah nyengir
"Kita ke rumah sakit ya, ayo saya antar."
"Biar sopir saja yang antar, kamu, terlalu banyak tugas." Demi mencoba menolak tawaran Shein
"Tidak, pak. Biar saya aja." Shein langsung membantunya untuk bangun. Mengabaikan tugas-tugasnya dan memilih untuk membawa Demi ke rumah sakit
Demi terus merasakan sakit yang luar biasa. Shein mencoba tenang menanganinya, melajukan mobilnya dengan cepat dan hati-hati. Keadaan darurat seperti ini sudah sering dia alami semenjak mengenal Demi. Tiga tahun terkahir, Demi mulai menunjukkan gejala penyakit dirinya.
Disaat Shein mulai diangkatnya menjadi anak. Dan disaat itu pula Shein menyibukkan dirinya untuk membantu Demi berobat. Segala kegigihan Shein membuat Demi merasa bangga. Mengingat akan perjuangan dirinya semasa hidup.
Sendiri, terbuang tanpa tahu sanak keluarga. Sampai menemukan kedua malaikat yang menjadikan dirinya anak angkat. Memberikan segala keperluan finansial dan juga pendidikan. Hingga Demi menjadi orang yang sukses, dan menerima warisan orang tua angkatnya yang kaya itu.
"Sabar ya, pak."
Shein mencoba berjongkok, menggendong belakang tubuh Demi yang tidak terlalu besar. Berlari membawanya masuk kerumah sakit elite itu. Keadaan yang tiba-tiba membuatnya tidak ada waktu untuk menunggu lagi.
"Loh, pak Demi." Suster yang memahami mereka berdua terlihat kaget
"Panggil dokter Arya, sus." Teriak Shein yang membawanya keruangan yang biasa di gunakan oleh Demi
Meletakkan tubuh tua itu di atas kasur, dan tidak menunggu waktu lama dokternya datang. Demi langsung mendapatkan pemeriksaan. Shein hanya bisa menunggu dan berdoa.
"Tunggu sebentar, mas." Ucap Suster yang langsung menutup pintu ruangan itu
Shein mencoba menghubungi orang kepercayaan Demi. Memberikan kabar buruk ini kepada mereka.
...
"Biar saya yang menemani pak Demi. Sebaiknya, kamu, kembali ke kampus. Jangan membuatnya kecewa, Shein."
"Saya titip bapak, mas." Ucap Shein
Pria itu mengangguk dan menggantikan peran Shein untuk sementara. Shein harus menyelesaikan semua penelitian yang sedang dia jalankan. Mengerjakan apa yang seharusnya dia kerjakan. Walau pun rasa khawatirnya teramat mendalam kepada Demi.
Ting!
Shein menatap notifikasi handphonenya, melihat pesan singkat dari Aisyah.
”Jangan jemput, bang. Adek sama Zenitha mau jenguk pak Demi.”
Shein membaca pesan itu, mengabaikannya kembali. Melajukan mobil yang dia kendarai menuju kampusnya. Sebuah rasa pusing dan juga lelah yang sudah tidak bisa dia ucapkan lagi.
Ayah dan ibunya juga sedang dalam perjalanan. Mereka ingin melihat kondisi Demi. Keakraban mereka sudah selayaknya saudara sekandung. Setiap kali ayah Shein mendapat masalah, demi akan membantu. Begitu sebaliknya sikap ayah Shein kepada Demi.
Beberapa hari di rawat, namun Demi masih belum membaik. Komplikasi yang dia alami membuatnya kewalahan menanggung sakit. Berharap jika kesembuhan itu ada, walau pun memang sulit.
Satu persatu teman dan sahabatnya datang menjenguk. Begitu pun dengan keluarga Liand yang termasuk dekat dengannya.
Beberapa waktu berlalu, Shein mencoba menyelesaikan semuanya. Menatap layar yang menunjukkan sebuah angka-angka yang rumit. Tentu Shein harus menguasai ilmu matematika dalam bidang ini.
Ting!
Sebuah pesan baru kembali masuk di handphone Shein
”Ayah sudah bersama pak Demi. Kapan, kamu, selesai kuliah, nak?”
Shein membalas pesan singkat itu
”Sejam lagi Shein menyusul." Balasnya
Shein kembali fokus pada laptopnya. Memahami semua konsep dalam ilmu matematika. Selain memahami semua bentuk struktur dan pola-pola rumit dalam bidang pengetahuan itu.
"Gambar ini luar biasa. Berapa lama, kamu, mencari pengalaman kerja di bidang ini?"
"Baru tujuh tahun, prof." Sahutnya
"Kamu, mengatakan itu baru? Kamu, luar biasa. Meneliti apa lagi yang belum, kamu, lakukan?"
"Saya belum pernah terjun langsung di bagian pembangunan jalan." Sahut Shein
"Mau melakukan penelitian itu?"
"Sepertinya menarik, prof." Sahut Shein dengan penuh keyakinan
"Semua harus diteliti terlebih dulu, setelahnya baru bisa membangun. Kerjakan!" Tegas profesor itu
Shein mengangguk dan menarima sebuah tugas baru. Shein harus bisa profesional dalam bidang ini. Setidaknya harus mengerti semuanya, baru bisa dikatakan hebat.
"Desa pede sedang melakukan pembangunan jalan. Kita bisa kesana, mencoba inovasi baru dalam pembangunan jalan. Harus ada penemuan baru dalam hal ini, Shein."
"Jangan sekarang, saya masih terlalu repot." Sahut Shein yang membereskan barangnya
"Proyek-mu, belum selesai?"
"Bukan itu, tapi bapak saya sedang sakit saat ini. Sudah hampir seminggu, tidak mungkin di tinggal terlalu lama." Jelasnya
"Oh, oke. Jangan terlalu lama, atau aku yang menjadi kesayangan prof Hendro." Ucap temannya itu
"Ah, terserah saja." Sahutnya yang merasa tidak perduli akan itu semua. "Aku mau balik, sudah di tunggu di rumah sakit." Ucapnya
"Oke, hati-hati, bro!"
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments