Karena Jarak Membuat Rindu

Texas, AS

Leonard kini berada di sebuah markas rahasia gengnya, di sebuah kawasan perbukitan di Texas. Markas yang disebut di sini adalah sebuah bangunan yang jika dari luar hanya seperti lahan bukit kosong biasa namun memiliki pintu di salah satu sisinya dengan cat berwarna coklat kehitaman. Rumah tersebut dibuat dengan perhitungan arah datangnya sinar matahari.

Hasilnya masing-masing bagian rumah ini menerima paparan sinar matahari yang berbeda-beda pada waktu yang bersamaan.

Sesuatu yang unik adalah ketika telah memasuki pintu utama tersebut, maka yang terlihat adalah interior bergaya mewah yang dibangun di ruang bawah tanah. Markas tersebut sangat luas, dengan memiliki banyak pintu dengan ruangan di setiap sisinya. Sungguh menakjubkan!

Awalnya Javier membangun markas di daerah California, namun seiring bergabungnya Leonard di geng mereka, lelaki tersebut membawa banyak perubahan. Terutama untuk markas. Awalnya lelaki tersebut hanya ingin membangun rumah di daerah bukit yang telah menjadi hak miliknya. Ia membangunnya di bawah tanah dengan memanfaatkan tangan ahli sang arsitektur terbaik dunia.

Bangunan tersebut begitu istimewa, terutama untuk interiornya yang mewah. Selain itu, rumah tersebut memiliki segudang fasilitas mewah seperti lapangan golf, lapangan tenis, gudang anggur, gudang senjata api, bahkan ballroom dan ruang pertemuan untuk rapat anggota gengnya yang tidak kalah luas. Material utama yang digunakan untuk membangun rumah bawah tanah ini adalah beton. Bentuk luar menyerupai sebuah baling-baling bermata tiga dengan gundukan tanah rumput di atasnya.

Rapat yang dilakukan oleh Dragon Blood kala itu lebih sedikit dari biasanya. Sebagian besar tengah ditugaskan diluar, sementara yang mengikuti adalah ketua inti di setiap wilayah negara. Semua berjumlah 500 orang. Tidak ada yang tidak hadir. Karena ketidakhadiran tanpa alasan di geng tersebut artinya cari mati.

Saat ini mereka tengah menempati ruang pertemuan yang sangat luas dengan kapasitas yang bahkan bisa mencapai ribuan orang. Bangunan beton di bawah tanah menjadi suatu hal yang unik disana. Sementara di meja sudah tersedia beberapa jenis whiskey dan anggur yang mahal. Leonard sengaja mengoleksinya yang sebagian diletakkan disana, sementara koleksinya yang lain berada di dalam mansionnya.

"Aku ingin pengiriman heroin ke Italia lebih hati-hati. Beberapa hari lalu kita rugi karena mafia Italia terlalu licik."

Javie kembali menegaskan dan menenggak whiskey yang telah ia tuang ke dalam gelasnya.

"Oh, ini sungguh nikmat, Leo. Seleramu memang tinggi."

Leonard berdeham agak keras untuk memfokuskan pikiran Javier yang agak dibuyarkan oleh jenis whiskey yang baru saja ia tenggak.

Jenis whiskey yang kebetulan diminum oleh Javier adalah The Dalmore 62, salah satu whiskey termahal di dunia yang dirilis pertama kali pada tahun 2012, dimana satu botolnya setara 300 juta lebih dan hanya diproduksi sebanyak 12 botol.

"Robert, kau yang bertugas disana. Kau tahu kan, kita mengalami kerugian yang sangat besar. Kuberi kesempatan sekali lagi padamu untuk misi berikutnya, aku tidak ingin ada kata gagal lagi. Pastikan kita bisa membalas perbuatan si mafia licik itu!"

Robert adalah salah seorang pemimpin yang bertugas di negara Italia. Ia telah lama menjadi orang kepercayaan Javier untuk bisnis heroinnya.

Namun kali ini, ada yang berbeda dari pria tersebut. Robert bahkan masih bergeming, perintah Javier membuatnya ragu.

"Ada apa, Mr Robert? Kau kehilangan telingamu, sampai tidak mendengar perintahku heh?"

Robert memejamkan kedua matanya sesaat sebelum akhirnya ia mengucapkan pernyataan yang mencengangkan anggota lainnya.

"Saya ingin berhenti dari semua ini."

Seluruh anggota rapat terdiam. Seolah tidak peraya dengan apa yang baru saja dikatakan Roberts.

"What? Apa kau mabuk, heh?" Javier masih menenggak whiskey-nya.

"Tidak, Javier. Aku sudah memikirkannya berulang kali."

“Damn you!" Javier beranjak dari tempatnya berdiri dan menggebrak meja yang terbuat dari kayu tersebut.

"Kau pikir berhenti akan membuatmu hidup heh?"

"Saya hanya ingin hidup normal, Tuan Javier. Saya telah menemukan putri saya. Saya ingin hidup normal bersamanya."

Javier tidak mengenal ampun. Penjelasan Robert seperti terdengar cicitan untuknya. Tanpa pikir panjang, Javier mengambil pistol yang tersembunyi di balik saku jasnya.

Ia menembak dengan beberapa peluru ke arah Robert yang telah berdiri hingga tubuh tersebut lunglai dan roboh.

“No, Javier!"

Leonard terlambat menghentikan Javier.

Itu adalah pemandangan biasa yang dilakukan oleh seorang Javier ketika mendengar salah satu dari anak buahnya akan mundur dari gengnya.

Baginya kesetiaan nomor satu. Tidak ada kata mundur dari gengnya jika ia tidak ingin mati di tangannya. Semua anggota geng terdiam.

Seketika aroma segar darah dari tubuh Robert menyeruak ruangan.

“Shit, kau bahkan mengotori rumahku dengan mayat, Javier."

"Itu peringatan untuk siapapun. Gunakan kesetiaan kalian dengan benar, ingat itu!"

 Javier merasa geram dan bercampur amarah karena salah satu kaki tangannya berkhianat padanya sehingga cicitan Leonard tidak digubrisnya.

"Siap, Tuan." Semua berkata serempak dan patuh, kecuali Leonard.

Ia hanya menengguk anggurnya dan menatap Javier tajam. Sementara beberapa anak buahnya yang lain mulai bergegas membereskan mayat Roberts yang telah terbujur kaku.

"Leo, hanya kau yang bisa selesaikan masalah di Italia."

Leonard hanya mengerlingkan matanya pada Javier.

"Itu mudah."

Rapat tersebut selesai dalam dua jam kemudian dengan beberapa hal yang dibahas setelahnya. Sisa anggota rapat telah berangsur kembali ke wilayahnya masing-masing. Hanya menyisakan Leonard dan Javier disana yang tengah duduk di bagian teras depan dengan beratapkan langit. Udara malam mulai tidak bersahabat karena dinginnya menusuk tulang.

"Kurasa aku merasa payah setelah membunuh Roberts."

"Apa kau menyesal?" tanya Leonard asal. Ia menyesap anggurnya kembali.

"Apa kau bercanda? Aku tidak pernah mengenal kata itu."

"Baiklah, lalu apa yang membuatmu payah?"

"Aku kehilangan kaki tanganku."

Leonard hampir saja tertawa mendengar pengakuan Javier, lalu menepuk punggung Javier.

Si pria tua ini memang tergolong unik untuk mengakui sesuatu. Dibalik kekejamannya, dia hanyalah pria tua biasa. Tapi satu hal yang memang tidak pernah Javier sukai, dia tidak suka pengkhianatan. Baik Chloe ataupun Roberts, keduanya bernasib sama dengan menjemput kematiannya sendiri.

"Ah aku baru ingat. Apakah wanitamu jadi ke Bali?"

“Shit, sejak kapan kau tertarik pada hubungan kita?”

"Hahaha jadi benar kau serius pada Nana?" Javier terbahak.

"Shayna."

“Whatever." Javier masih terkekeh. Lalu sejauh mana kau mengencaninya?

“Shit, aku berbeda denganmu, Javier."

Javier hanya tertawa terbahak melihat reaksi Leonard. Menggoda Leonard adalah salah satu kebahagiaannya di usia senjanya. Ia menatap wajah Leonard yang entah kenapa hari itu ia tampak berbeda. Mungkin lebih tepatnya sejak ia mengencani Shayna. Walau Leonard tidak menceritakannya, tapi Javier paham.

Berbeda dengan dirinya yang anti-pernikahan, ia lebih tidak mengekang Leonard untuk menganut hal yang sama dengannya. Dia memang anti wanita, tapi tidak berarti dia tidak pernah mengencani mereka. Tapi sepertinya kali itu anaknya mulai tertarik dengan wanita. Ini untuk pertama kalinya.

Sekilas, Javier teringat cintanya yang telah mati. Ia tersenyum kecut dan memilih menenggak kembali minumannya.

⁕ ⁕ ⁕

Bali, Indonesia

Menyebut nama Bali bagai mimpi untuk Shayna. Sudah beberapa bulan terakhir ia tidak pulang ke kota kelahirannya karena pekerjaannya yang sangat menyita waktu. Ia bersyukur akhirnya telah menyelesaikan syuting iklannya dengan D&W Diamonds, baik yang dilakukan secara indoor ataupun outdoor. Semua telah dilaluinya dengan lancar dan cepat dari waktu perkiraan, walau ia sempat mengalami kendala di awal.

Saat ini ia harus melanjutkan pekerjaan selanjutnya sebagai tamu undangan untuk mengisi acara di sebuah hotel di Bali, Hotel Muljana, sekaligus pembuatan video klipnya untuk single terbarunya yang berselang hanya seminggu dari acara tersebut. Jadi prediksinya ia akan lama tinggal di Bali. Itu cukup untuk melepas kerinduannya dengan ayahnya dan semua tentang Bali, termasuk mendiang Ibunya.

Ia sengaja memilih Bali sebagai kota untuk pembuatan video klip terbarunya karena selain bisa meluangkan waktu untuk pulang, ia ingin kota kelahirannya ikut terlibat di salah satu lagunya. Dan ia memilih single lagunya kali ini cocok dengan Bali sebagai setting tempatnya.

Seperti yang disepakati sebelumnya, pada pembuatan video klip kali ini banyak pihak yang terlibat sebagai partner bisnis. Salah satunya adalah aksesoris perhiasan yang digunakan oleh Shayna masih disponsori oleh D&W Diamonds, sementara untuk wardrobenya kali ini menggunakan brand Kylee yang dirancang oleh desainer terkenal dari Jepang, Fumio Hisashi.

Sebelumnya Shayna memang belum pernah terlibat kerjasama langsung dengan desainer tersebut. Namun nama Fumio Hisashi amat terkenal dengan rancangan gaya busananya yang memiliki ciri khas tersendiri. Ia memadukan kultur budaya Asia dengan Amerika, atau Asia dengan Eropa. Bahkan ketika melihatnya saja, orang akan tahu bahwa busana tersebut adalah rancangannya.

Terik matahari mulai tidak bersahabat. Sang pemilik cahaya kini berada tepat di tengah-tengah langit, membuat peluh semakin deras bercucuran. Suara kicau burung yang tadi pagi menghiasi lingkungan itu, telah berubah dengan suara riuh-rendah yang terdengar nyaring karena kini Shayna berada di area panggung pertunjukan di kawasan Pantai Pandawa, Bali. Pantai ini terletak di salah satu kawasan wisata di area Kuta Selatan, Badung, Bali. Hal yang menarik dari pantai ini karena terletak di balik perbukitan dan sering disebut dengan Pantai Rahasia ( Secret Beach ).

Di sekitar pantai ini terdapat dua tebing yang sangat besar, dimana salah satu sisinya dipahat lima patung Pandawa dan Kunti. Keenam patung tersebut dari posisi tertinggi secara berurutan yaitu Dewi Kunti, Dharma Wangsa, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Hal lain yang menarik adalah selain untuk tujuan wisata dan olahraga air, pantai ini juga dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut karena kontur pantai yang landai dan ombak yang tidak sampai ke garis pantai. Cukup banyak wisatawan yang melakukan paralayang dari Bukit Timbis hingga ke Pantai Pandawa.

Siang itu, ia tengah melakukan persiapan untuk acara ulang tahun Hotel Muljana yang ke-10 tahun dan berjarak sekitar 5 menit dari pantai Pandawa. Ini adalah pertama kalinya ia bekerjasama dan dipercaya untuk mengisi acara party hotel tersebut dengan lagu ciptaannya. Tata panggung telah dilengkapi dengan sound system terbaik dari Meyer MICA, serta memiliki kualitas tata pencahayaan, suara dan akustik yang sangat sempurna. Panggung tersebut tidak terlalu tinggi, sehingga diharapkan akan dapat berinteraksi dengan penonton yang duduk tertata melingkar dalam setiap meja bundar. Total ada sekitar 1.000 orang yang akan datang menghadiri acara tersebut.

Saat ini Shayna tengah menenggak isotonik yang disediakan oleh panitia. Tidak hanya itu saja, karena pertunjukan ini akan dilaksanakan secara live, maka akan ada tv swasta yang meliput untuk acara ini. Seperti kali ini, Shayna tengah berbincang dengan para wartawan yang agresif untuk bertanya kesiapannya menjelang pertunjukan lusa malam.

"Kuharap semua akan berjalan dengan lancar."

Suara Shayna menggema lirih dan memberikan sinyal jawaban terakhir yang dapat ia berikan pada para wartawan tersebut. Selanjutnya ia tersenyum ramah dan menarik dirinya dari kerumunan tersebut.

"Kau sudah meladeni mereka selama setengah jam, apa kau tahu itu? Itu artinya waktu istirahat untukmu berkurang lebih banyak."

Kali ini, ia tengah berjalan beriringan dengan Emma. Seperti biasa, Emma selalu kritis dengan jam istirahat Shayna karena ia harus selalu memastikan bahwa artisnya selalu dalam kondisi fit.

"Ayolah Emma, aku tidak akan mati hanya menjawab pertanyaan mereka sedikit lebih lama. Okay?"

Shayna mencoba tersenyum dan menangkap lengan Emma dengan lembut.

"Kau sudah makan?"

"Bagaimana aku bisa makan, jika artisku sedang bersama para wartawan tadi?"

Shayna dibuat tertawa dengan nada bicara dan kalimat Emma yang selalu terus terang.

Langkah mereka terhenti ketika Shayna menangkap sosok yang tidak asing lagi di matanya. Kali itu ia tampak lebih casual dari sebelum terakhir kali ia melihatnya. Ia hanya memakai setelan jins dan kemeja berwarna navy.

Pria itu tengah bertelepon, namun kedua matanya tampak mencari seseorang. Langkahnya terhenti ketika menangkap sosok Shayna yang tengah berdiri beberapa meter dari jangkauannya. Pria itu melengkungkan senyumannya. Aksi sederhana itulah yang berhasil menyulap dirinya terlihat jauh lebih muda dari usia sebenarnya dengan senyum khas lesung pipinya.

"Lalu apa kau berpikir akan menikah dengan si pria berlesung pipi itu?"

Akhirnya Shayna menjadi gila semenjak percakapan terakhirnya dengan Leonard beberapa waktu lalu. Lihat saja, kalimat Leonard langsung teringang begitu saja saat melihat sosok Daniel. Ini sungguh tidak waras. Terlebih Shayna masih belum melupakan insiden yang terjadi di rumahnya saat bersama Daniel.

"Emma, aku akan menyusulmu," bisik Shayna akhirnya.

Emma mengerlingkan matanya kepada sosok yang ada di hadapannya.

"Baiklah, pada akhirnya aku makan siang sendiri. Dadah."

Mereka berpapasan, dan Emma cukup sopan menyapa Daniel dengan sedikit membungkukkan badannya.

Shayna kini menghentikan langkahnya tepat di hadapan pria itu. Sebelum menyapa Shayna, Daniel memang tengah terlibat pembicaran di telepon, dan sejurus kemudian menyimpan ponselnya ke dalam sakunya.

"Hai."

Daniel menyapa Shayna dengan sedikit canggung. Sepertinya Daniel mengalami hal serupa atas apa yang telah terjadi di antara mereka berdua di rumah Shayna.

"Hai juga, Daniel."

Shayna menjawabnya dengan lirih, lalu tersenyum. Suasana tidak hangat seperti biasanya. Mereka hanya berdiri berhadapan dalam diam, sementara angin pantai berhembus dengan sedikit kencang menggoda keduanya.

"Kapan Anda datang?"

Anda. Seperti biasanya.

Sekarang kata itu terdengar begitu menyakitkan di telinga Daniel. Baiklah, senyuman akan membuat dirimu lebih baik, Daniel.

"Pagi tadi." Daniel tersenyum hangat, seperti biasa. "Bagaimana persiapannya?"

"Yaa... sudah 80%," jawab Shayna tanpa basa-basi.

Beberapa saat kemudian ia baru bersuara kembali, " Saya pikir Anda tidak ikut kesini."

Pembuatan video klip kali ini sebenarnya tanpa kehadiran Daniel pun sudah berjalan, namun hari itu Daniel sengaja meluangkan waktunya ke Bali.

Daniel memilih tidak menjawabnya. Ia melangkahkan kakinya lebih dekat, memangkas jarak keduanya. Sejurus kemudian, ia mengulurkan kedua tangannya menuju ke belakang kepala Shayna dan meraih ikat rambutnya yang sudah melorot. Tanpa meminta persetujuan dari Shayna, ia membenarkan ikatan rambutnya dan mengencangkannya disana.

"Aku membencimu."

"Ap-apa?

"Kenapa kau pakai bahasa formal lagi? Aku lebih suka kita mengobrol dengan bahasa lebih santai."

Shayna bergeming memandang wajah Daniel. Setelah selesai dengan mengikat rambut Shayna, ia mencoba tersenyum lagi. Jarak keduanya sangat dekat. Sampai sampai keduanya mencium aroma parfum masing-masing.

"Sejujurnya sejak hari itu, aku jauh lebih baik, Shay."

Tatapan Daniel menghujamnya, namun sorot matanya begitu lembut menatapnya. Ada keseriusan disetiap kalimatnya.

“Benarkah?

"Ya. Aku tidak tahu kalau kau punya bakat membuat suasana hati seseorang lebih baik."

Kalimat itu berhasil mencairkan suasana. Shayna tertawa renyah mendengarnya.

Sejenak Daniel terhipnotis dibuatnya.

"Cantik."

"Hem?"

"Hahaha tidak, andai saja tawamu hanya untukku. Kau terlalu cantik ketika tertawa, Shay."

"Baiklah, aku bisa tertawa terus saat bersamamu, Daniel. Apa itu cukup?"

"Ah, tidak, tidak. Aku bisa dikira orang gila dong kalo tertawa terus."

Kali ini justru tawa Daniel yang pecah. Sesungguhnya, ada kalimat lain yang ingin sekali disampaikan oleh Daniel, namun tampaknya situasinya tidak tepat. Ia memilih untuk mengurungkan niatnya.

" Kau sudah makan?"

Shayna menggeleng pelan, "Belum."

"Aku ada janji makan siang dengan seseorang. Kau tahu Fumio Hisashi kan?"

Kali ini aura Daniel terlihat lebih serius dibandingkan sebelumnya. Ia mencodongkan tubuhnya hingga beberapa inchi dan menundukkan kepalanya, membuat kedua bola mata mereka sejajar.

"Ayo temani aku." Daniel menyelipkan anak rambut Shayna di belakang telinganya.

Waktu bergerak dalam diam di antara mereka. Hanya ada suara sumbang dari pengunjung lain yang berlalu lalang menyusuri pantai.

"Astaga, Fumio Hisashi?"

Shayna menahan histerisnya. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Sementara Daniel amat menikmati mimik wajah Shayna yang menurutnya begitu lucu.

"Cepatlah Daniel, apa kau ingin beliau menunggu lama?"

Shayna sudah mengambil start terlebih dulu untuk berjalan. Ia kini membalikkan badannya lagi dan berjalan mundur dengan menghadap Daniel yang ada di belakangnya.

Wanita itu mengayunkan kedua tangannya di atas kepalanya dengan jenaka. Daniel hanya menyembunyikan senyumnya. Ia tidak lagi menggunakan bahasa formal.

Detik selanjutnya, Daniel segera berlari kecil menyusul langkah Shayna. Daniel tertawa, rasanya baru beberapa hari yang lalu ia tidak pernah berhenti memikirkan wanita tersebut. Jika telah menyangkut urusan perasaannya, ia sangat payah.

Seperti kejadian yang telah terjadi tempo hari, ia yakin Shayna seharusnya menyadari tentang perasaannya. Bahkan ia tidak bisa tidur nyenyak hanya memikirkan kecerobohan dirinya yang nyaris mencium Shayna.

Shayna memang telah membuatnya jatuh cinta. Ia gila.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!