Pertemuan Pertama yang Romantis ( Terburuk )

"Bagaimana bisa okupansi hotel kita menurun drastis disana?!"

Semua anggota rapat terdiam. Aura khasnya yang begitu membunuh, mampu membuat orang terdiam dan tidak berkutik. Mereka ingin menjawab, namun ketakutan yang menyergapnya jauh lebih besar.

Hari sudah menjelang siang dan udara makin panas di musim panas. Saat ini, Leonard tengah memimpin rapat keduanya yang diadakan di Luxury Denjiro Hotel. Namun sayang, data laporan mengenai grafik hotelnya tidak sesuai harapannya. Bahkan jauh dari berita baik yang tadi ia terima saat berada di perusahaan berliannya.

Ini buruk. Sangat buruk.

"Steve, bukankah Ms Chloe yang memegang kendali di LA?" lanjut Leonard. Steve hanya mengangguk membenarkan.

"Kami sudah mengumpulkan data seperti yang Tuan perintahkan, dan kami menemukan ada ketidakcocokan data, Tuan. Terutama untuk laporan keuangan hotel kita disana," terang Steve.

Ia memberikan dokumen tebal yang diminta oleh Leonard beberapa minggu lalu.

Leonard kembali mengamati dokumen yang ada ditangannya. Dugaannya tidak pernah meleset, hanya saja selama ini ia tidak memiliki banyak bukti. Rupanya wanita itu begitu pintar memanipulasi laporan keuangan dan melakukan hal licik lainnya yang membuat okupansi hotel menurun drastis. Karena ulahnya, perusahaan diprediksikan mencapai kerugian hingga ratusan juta dollar. Itu bukan angka yang main-main!

"Dimana Ms Chloe sekarang?"

"Maaf Tuan, beliau tidak bisa hadir."

"Tidak bisa hadir katamu?!"

Leonard menggeram marah dan itu menjadi alasan bagaimana mencekamnya suasana rapat kala itu. Chloe sendiri adalah kekasih Javier, dan bisa dipastikan ia tengah bersama Javier di Roma, menemani berlibur. Atau mungkin sebaliknya, Javier yang menemani wanita licik itu untuk liburan. Persetan dengannya.

Leonard sendiri tidak mau berdebat dengan Javier tentang penempatan Chloe di daerah California untuk memegang kendali hotel-hotel Leonard disana. Walau sesungguhnya usaha perhotelan adalah usaha murni yang dibangun oleh Leonard sendiri, namun menolak permintaan Javier mengenai penempatan Chloe disana adalah suatu ide buruk. Ia sudah terlalu banyak berhutang budi kepada Javier. Sialnya, ia terlalu lengah dan menyerahkan hampir sepenuhnya kepada Chloe hingga ia lupa bahwa di dunia ini penuh dengan pengkhianatan.

Aku ingin masalah ini terselesaikan sebelum rapat dengan para pemegang saham dan dewan direksi.

Leonard menutup kembali dokumen tersebut. Tatapan matanya yang tajam menyapu bersih setiap anggota rapat yang hadir. Semuanya mengangguk dan menjawab lirih atas kesanggupan mereka, namun tidak ada yang berani menatap balik tatapan seorang Leonard. Pikiran pria itu sesungguhnya begitu kacau. Ia yakin, tidak mudah menyampaikan kepada Javier bahwa Chloe tengah bermain api dengan perusahaannya. Namun pria ini harus mengatakannya, sekalipun akan mengancam hubungan keduanya.

⁕ ⁕ ⁕

“Baiklah, cheers!”

Emma mengangkat gelas keduanya di udara. Saat itu, ia tengah bersama dengan Shayna, dan beberapa staf dari perusahaan One Star untuk merayakan keberhasilan Shayna. Sesungguhnya ini murni ide gila Emma. Shayna bahkan tahu, Emma sudah berhemat dan menahan diri untuk tidak pergi ke club. Ia sudah berjanji pada Shayna untuk mengurangi kebiasaan buruknya tersebut. Namun karena lagu Shayna telah masuk dalam Top 100 Chart Billboard, Emma berulah. Dan inilah hasil ulah Emma.

Shayna hanya memutarkan kedua bola matanya. Ia bahkan tidak mengangkat gelasnya, seperti yang dilakukan oleh Emma. Dia hanya meneguk sedikit minumannya. Bukan wine, vodka atau wisky. Baiklah, ia hanya memesan jus strawberry. Itu cukup menemani ide gila Emma malam ini.

Seseorang menangkap ketidaknyamannya. Ia beranjak dari tempatnya dan memilih duduk di kursi kosong yang kebetulan ada di sebelah Shayna.

"Selamat untuk keberhasilanmu."

Seorang pria mengangkat gelasnya untuk Shayna, lalu ia meminumnya. Dia adalah Daniel, seorang CEO dari perusahaan One Star Entertainment, tempat Shayna bernaung. Sebenarnya ia sendiri tidak tahu bagaimana awalnya sampai seorang CEO sesibuk Daniel menyempatkan waktunya untuk hal tidak berguna seperti ini.

"Terimakasih Daniel, Anda bahkan telah mengatakan itu puluhan kali."

Shayna tersenyum dan disambut dengan tawa Daniel yang cukup membuat lesung pipi yang dimiliki pria tersebut tercetak jelas disana. Bagi para wanita di perusahaannya, Daniel adalah sosok suami idaman dan memiliki urutan pertama yang wajib dikencani. Satu hal yang unik dari pria itu, ia hanya ingin dipanggil Daniel oleh siapapun, tanpa embel-embel Sir ataupun Tuan, dan lainnya.

"Aku tahu kau mampu, Shayna."

Daniel kembali membuat Shayna terdiam.

Memori wanita tersebut tiba-tiba mengantarkannya pada insiden bagaimana Daniel menemukan Shayna di ajang pencarian bakat di Amerika. Saat itu ia memang tidak menang sebagai finalis, namun ia tidak menyangka jika suaranya mampu menarik perhatian salah satu CEO dari perusahaan agensi sekaligus label rekaman ternama. Itu kejadian dua tahun lalu, namun terasa seperti kemarin.

"Ya, Anda telah memberi saya kesempatan, Daniel. Bagi saya ini masih terasa mimpi."

Shayna menyesap jusnya. Lalu kembali menatap Daniel yang ternyata pria tersebut tidak melepas tatapannya darinya, dan jalan saya masih panjang.

"Ini baru awal, right?"

"Yeah. Kau harus lebih tangguh dari sekarang. Lebih mampu bersaing dan tetap lakukan yang terbaik."

Daniel melepaskan tinjuan ringannya di lengan Shayna. Wanita itu paham jika itu adalah salah satu kebiasaan Daniel untuk memberikan semangat kepada seseorang.

Shayna membalasnya dengan tersenyum.

"Hei! Oh, astaga bagaimana bisa kalian rapat di tempat seperti ini!"

Emma menyela di antara pembicaraan yang terjadi. Ia kini tengah berada di tengah-tengah antara Daniel dan Shayna.

"Shayna, ayo kau sekali-kali harus mencoba dansa!"

Suara Emma berusaha mengalahkan dentuman musik yang masih mendominasi. Percakapan singkat antara Daniel dan Shayna membuat mereka tidak sadar jika beberapa staf lainnya telah hilang dalam lautan manusia, berbaur untuk berdansa di dance floor. Pantas jika Emma menyebutnya dengan rapat pribadi, karena tadi yang tersisa di meja hanya Daniel dan Shayna saja.

"Tidak, Emma. Aku tidak bisa."

"Ayolah, Shayna! Kau rugi jika tidak melakukan ini seumur hidup! Ini menyenangkan!"

Lihatlah, bahkan Emma sudah menggoyang-goyangkan tubuhnya mengikuti dentuman musik. Shayna yakin Emma sudah setengah mabuk. Baiklah, kadang memang agak sulit membedakan tingkah Emma saat ia sadar atau sedang mabuk. Ia sama gilanya.

Shayna hanya menggeleng dan tidak menggubris Emma. Hingga akhirnya wanita tersebut beralih membujuk Daniel untuk ikut dansa. Baiklah, kali ini Shayna yakin Emma mabuk. Karena tidak mungkin jika dalam kondisi sadar Emma mengajak seorang Daniel untuk berdansa disana.

"Shayna, kupikir ini ide bagus."

Daniel sudah beranjak berdiri, dan siap menarik Shayna.

“No, Emma. What??!"

Shayna tidak percaya ketika Daniel ikut mengajaknya juga. Oh baiklah, ia kini berada di posisi tidak ada yang memihaknya sama sekali.

"Daniel, Anda pasti tidak percaya ini. Saya tidak bisa berdansa! Saya kacau! Oh tidak, ini ide buruk!"

Seberapa pun kerasnya Shayna menolak, Daniel dan Emma telah menyeret Shayna layaknya seorang narapidana. Mereka membawa wanita tersebut ke center. Emma sudah mulai menggerakkan badannya, bergoyang mengikuti alunan suara keras dari lagu yang diputar oleh DJ. Sementara Shayna masih terdiam di tempatnya. Ia memandang Daniel yang sudah mulai asyik dan menyatu dengan suasana tersebut. Sesekali pria tersebut menyuruhnya untuk mengikuti gerakannya. Shayna hanya meringis pahit. Ia mencoba melompat, tapi kedua kakinya kembali turun dan akhirnya hanya menggerak-gerakkan kepalanya saja. Sudah dibilang, dia kacau jika untuk melakukan ini.

Shayna bukan orang awam yang baru saja mengenal dunia malam. Bahkan Ayahnya sengaja mengenalkannya dengan tujuan tidak untuk terjun dan terlena disana. Bahkan beliau sendiri yang mengajak Shayna pergi ke salah satu club ternama di Jakarta ataupun di Bali. Beliau hanya ingin memperlihatkan langsung kepada anak putrinya bahwa dunia malam yang sering digandrungi oleh kaum muda ini hanyalah fana. Terlebih minumannya. Tidak ada yang bisa menebak nasib seseorang setelah terlena meminum minuman terkutuk itu.

Shayna mengerti, ia sudah cukup dewasa untuk memahami bahayanya dunia malam yang dikenalkan oleh ayahnya saat itu. Itu adalah bekal berharga yang diberikan oleh ayahnya terutama ketika Shayna memutuskan untuk tinggal di luar negeri. Apalagi di lingkungannya saat ini di New York, bahkan ini seolah ujian hidupnya setiap hari. Disini, pergi ke club sudah menjadi bagian dari gaya hidup orang-orang barat ini. Oleh karenanya, Shayna selalu menasehati managernya agar mengurangi jam malamnya di club. Hanya di moment seperti ini lah, Shayna lebih cerewet dari Emma.

Shayna akhirnya memutuskan pergi setelah ia menyadari jika ia sudah bisa lepas dari Daniel dan Emma. Keduanya bahkan sudah sangat enjoy berada disana, dan ia tidak ingin mengacau suasana dance floor dengan kondisi dirinya yang mirip patung. Percayalah, itu sangat buruk karena orang-orang di sekitarmu beberapa kali menabrakmu dengan wajah tidak berdosa.

Ia mencoba kembali ke mejanya, namun ia agak lupa bagaimana caranya kembali ke mejanya.

Rupanya tersesat di dalam club juga bisa membuatmu mati kutu. Shayna mencoba berjalan dengan tenang dan mengingat mejanya, walau kini di dalam hatinya sungguh sangat kacau. Suara musik DJ yang begitu keras, disambut dengan teriakan para manusia dan bau alkohol yang menyengat.

Baginya, club sama saja. Walaupun sebelumnya Emma mengatakan jika club yang dimasukinya adalah salah satu club terkenal di kotanya, dimana mayoritas yang datang adalah dari kalangan menengah ke atas, tapi bagi Shayna, itu tidak ada bedanya dengan club biasa. Memang, dari tingkat keamanan dan fasilitas jauh berbeda. Namun ketika semuanya terpusat di dance floor, tidak ada yang membedakan antara kasta menengah ke atas dengan orang biasa. Mereka berdansa, bergoyang dan itu cukup membuat Shayna merasa pening dengan suasananya.

"Aduh!"

Shayna merasa tubuhnya menabrak sesuatu hingga ia terhempas dan menimbulkan kekacauan disana.

Ia telah menabrak seseorang dan menumpahkan minuman orang tersebut hingga membasahi jas yang dikenakannya. Seorang pria berdiri di hadapannya dengan wajah penuh amarah.

"Maafkan aku, aku--"

Melihat hal itu, buru-buru Shayna hendak mengelapnya dengan sapu tangannya. Namun sesuatu menahan gerakannya. Orang tersebut mencengkeram dengan kuat pergelangan tangan Shayna dan menekuknya ke belakang tubuhnya.

Wanita itu sontak meringis kesakitan, karena rasanya tangannya hampir patah.

“Tuan baik-baik saja?"

Dua orang berjas hitam lainnya sontak panik. Namun perhatian tersebut mendapat gerakan penolakan dari sang tuannya.

“Moodku sedang tidak baik, kau bisa kubunuh sekarang kalau kumau. Paham?!"

Suara pria tersebut begitu datar, namun penuh penekanan.

Kedua bola mata mereka beradu. Shayna mungkin tidak akan lupa insiden ini bagaimana ia dipermalukan dan diperlakukan oleh orang yang sungguh arogan. Wanita tersebut hanya meringis menatapnya. Jarak mereka cukup dekat, namun Shayna enggan berlama-lama menatap aura arogansi yang terpancar darinya.

“Dasar jalang! Apa kau tidak tahu sedang berurusan dengan siapa?!"

Bukan pria tersebut yang membentaknya, namun salah seorang wanita yang tengah bersamanya juga. Selain para pria berjas hitam tadi, mereka juga terlihat bersama dengan dua orang wanita di kanan kirinya. Mereka memincingkan mata menatap Shayna.

Kejadian tersebut mampu menarik perhatian orang-orang disekitar. Suara mulai riuh rendah ketika kedua wanita tersebut dengan sengaja menumpahkan minuman yang mereka bawa ke atas kepala dan wajah Shayna secara bergantian. Mereka tertawa bersama.

Pria tersebut hanya diam dengan tatapan matanya yang mengintimidasi. Sampai akhirnya ia menyuruh mereka menghentikan aksinya. Ia berlalu begitu saja tanpa kata. Melewati dirinya yang baru saja dihina sebagai jalang!

"Shayna! Apa yang terjadi?" tanya Daniel yang sudah berada di dekat Shayna.

Namun ia terlambat melihat aksi konyol yang baru saja menimpa Shayna. Ia memperhatikan wanita tersebut dan orang-orang yang baru saja berlalu darinya. Daniel menangkap perubahan rambut Shayna yang kacau. Secara refleks, ia merapihkannya dan mengelap rambutnya dengan sapu tangannya.

"Apa kau baik-baik saja?"

“Yes, im okay."

Shayna melepaskan senyum palsunya seraya menggantikan aktivitas Daniel untuk merapihkan rambutnya. Tentu saja perasaannya tidak baik. Ia baru saja dikatakan jalang, namun ia mencoba tidak melawan. Ia hanya mencoba tidak emosi karena bisa saja paparazi akan menangkapnya dan membuat berita yang negatif tentangnya. Itu tidak baik untuk karirnya, karena ia baru saja memulainya.

"Hei, berhenti kalian!"

Bukan Shayna yang berseru, namun Daniel. Seruan tersebut berhasil membuat orang-orang di sekeliling semakin bersuara riuh rendah menanti apa yang akan terjadi. Namun sayang, orang-orang tadi tetap berjalan tanpa menoleh sedikitpun.

"Keterlaluan. Mereka bahkan tidak mengindahkan seruanku huh?"

"Daniel, sudahlah. Emosi Anda hanya akan memperburuk keadaan. Kita tidak tahu insiden ini bisa saja jadi berita besok pagi. Sudahlah, saya tidak apa-apa."

Daniel meresapi kalimat yang dilontarkan Shayna. Apa yang dikatakan wanita tersebut memang benar. Bisa jadi kemarahannya hanya akan membuat kekacauan yang semuanya berimbas pada karir Shayna. Ia baru saja memulainya.

Namun tetap saja Daniel masih merasa kesal.

Pandangan Shayna tiba-tiba tertahan pada seorang pria yang menabraknya. Entah hanya perasaannya atau tidak, namun pria tersebut tengah menatap dirinya beberapa saat dari kejauhan, lalu ia berbalik dan memasuki ruangan VVIP.

Saya rasa saya harus pulang, Daniel. Shayna melirik arlojinya. Itu adalah kalimat pertama sesaat setelah waktu berlalu begitu saja.

Bagaimana kalau kuantar? tanya Daniel menawarkan diri.

"Tidak, Daniel. Saya bisa pulang sendiri."

"Kau yakin?"

Daniel memincingkan kedua matanya. Shayna hanya mengangguk mantap.

"Baiklah. O ya, aku hanya mengingatkan, sabtu malam adalah pesta ulang tahunku. Kuharap kau bisa datang kesana."

"Tentu. Mana mungkin saya melewatkannya."

Shayna membalikkan badannya. Namun langkahnya terhenti dan kembali menatap Daniel di belakangnya,

"Daniel, tolong sampaikan pada Emma ya. Saya pulang dulu. Malam ini saya harus menyelesaikan nada lagu."

"Jangan terlalu memaksakan diri. Kau perlu beristirahat, Shayna."

Kalimat itu tidak dibalas apapun selain senyuman dari Shayna. Malam ini seharusnya menjadi perayaan sebagai ucapan selamat atas pencapaian dari karirnya masuk dalam Chart Billboard, namun semuanya berhasil dikacaukan atas insiden konyol tadi. Seumur hidup, Shayna tidak akan pernah melupakannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!