Terimakasih, Leo

Leonard kehilangan Shayna tepat ketika wanita liar itu mendapatkan taksi dan pergi darinya. Ia kembali ke mobilnya dan berniat untuk mengejar taksi tersebut yang telah melaju lebih dulu di depannya.

Ia sangat frustasi sekarang. Dan anehnya rasa frustasi yang ia alami sekarang bukan karena perusahaannya bangkrut, bukan karena penggelapan dana dari bisnis ilegalnya atau perampasan heroin yang ia selundupkan. Tapi karena seorang wanita. Yang ia kenal secara tidak sengaja, namun berhasil mencuri perhatiannya tanpa ia sadari, entah sejak kapan.

Kini mobil yang dikendarainya telah ikut melaju membelah jalanan yang padat. Lalu lintas kota sangat kacau. Ada beberapa titik kemacetan dikarenakan hujan dan sebuah kecelakaan di sana. Ia memperlambat mobilnya, mengikuti arus lalu lintas. Sayangnya begitu banyak taksi kuning di depannya. Sial. Di mana taksi yang membawa Shayna tadi?

Tanpa disengaja, sebenarnya mobilnya telah bersebelahan dengan taksi yang membawa Shayna. Wanita tersebut tengah menyandarkan punggungnya, tanpa memperhatikan sekelilingnya sehingga tidak menyadari jika mobil Leonard berada tepat di sebelahnya.

Tepat ketika lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, si taksi kuning berbelok ke sebelah kanan. Di saat itulah, Leonard menyadari jika taksi tersebut yang ia cari. Namun laju mobilnya sudah lurus ke depan. Padatnya kendaraan saat itu membuatnya tidak mampu langsung membelokkan kemudinya secara tiba-tiba.

Sial, pikiran Leonard berkecamuk dan masih penuh dengan gadis itu. Kenapa taksi tersebut memilih jalan tersebut yang hanya akan membawa Shayna semakin jauh dari rumahnya?

Apa mungkin dia punya tujuan lain selain rumahnya malam-malam begini? Mungkin bukan Shayna akan kemana, tapi bagaimana jika yang sebenarnya terjadi adalah kemana taksi itu akan membawa Shayna tanpa ia sadari? Atau apakah mungkin tujuan Shayna adalah Daniel?

Sial sungguh sial, Leonard mengerlingkan kaca spion pada mobilnya sebelum akhirnya membanting kemudinya berbalik ke arah tadi. Ia mengacaukan lalu lintas jalan yang padat, hingga menyebabkan beberapa mobil di belakangnya harus mengerem secara mendadak.

Suara decitan antara ban mobil dan aspal jalan yang basah terkena guyuran hujan membentuk irama yang nyaring kala itu. Ditambah lagi dengan suara umpatan klakson mobil yang tidak kalah seru.

Kekacauan masih berlanjut dimana mobil koenigsegg berwarna silvernya saat ini sangat mencolok karena menganggap area jalan raya layaknya area balap.

Leonard mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi dan terpaksa mengacuhkan lampu lalu lintas yang tengah merah. Ia membuat kekacauan lagi dengan membuat pengendara lainnya kewalahan untuk menghindari mobil Leonard yang tiba-tiba melintas. Jalanan yang basah karena hujan membuat area tersebut lebih sensitif dan kecelakaan tak terelakkan.

Mobil-mobil saling berbenturan dan terjadi kecelakaan beruntun. Leonard hanya mengawasi melalui kaca spion tengah mobilnya melihat ke belakang atas apa yang telah ia perbuat. Sementara kecepatan mobilnya masih melaju kencang mencari taksi incarannya di antara banyaknya taksi kuning yang berseliweran di jalan raya.

⁕ ⁕ ⁕

Hujan deras mengguyur kota New York. Shayna masih menangkap beberapa pejalan kaki yang lebih memutuskan berlindung di area depan pertokoan atau masuk ke dalam restoran demi menghangatkan badan.

Mobil-mobil tampak lebih teratur, walau di beberapa titik kedua matanya menangkap adanya kecelakaan yang terjadi dikarenakan jalanan yang lebih licin karena hujan.

Shayna merebahkan tubuhnya di sandaran jok belakang taksi yang ia naiki. Pening di kepalanya masih terasa dan semakin sakit. Kadang di situasi tertentu rasa peningnya memang datang.

Terkadang disusul dengan puzzle memori tentang masa lalunya yang tidak utuh. Itu membuat dirinya menjadi frustasi. Untungnya ia mampu bertahan dan dapat melarikan diri dari manusia bernama Leonard.

Ia sendiri tidak mengerti bagaimana dirinya akhirnya terlibat dengan pria gila tersebut. Ini sangat tidak waras.

Di sela-sela sosok Leonard yang melintas dalam benaknya, ia kini harus menghadapi benturan bayang-bayang dari masa lalunya yang sampai saat ini masih menjadi misteri untuknya. Bayang akan sosok anak lelaki, seorang wanita dan ayahnya.

Sebuah pertengkaran dan tawa sekelompok anak-anak kecil membuatnya merasa tercekik. Suara keras dan suara tangis memenuhi memorinya saat ini.

Oh Tuhan, kuatkan Shayna.

Shayna mencoba memejamkan kedua matanya kembali. Ia merasa letih seharian ini. Menghadapi kru untuk syuting iklan yang akhir-akhir ini menyita banyak waktunya, bayang-bayang sosok Daniel dan Leonard yang silih berganti.

Jujur saja, ia jauh lebih nyaman disibukkan dengan menyanyi, karena itu membuatnya merasa puas dan hatinya lebih ringan dari sebelumnya. Entah seberat apapun masalah yang ia alami saat itu, karena itu adalah passionnya.

Sementara tawaran iklan dan menjadi BA untuk DW Diamonds, adalah tuntutan dari managernya dan perjanjian konyol dari Leonard. Ah, lagi-lagi pria itu.

Tiba-tiba gadis itu menguap karena keletihannya. Tanpa sadar, Shayna tertidur di sana dalam alunan musik dari taksi yang dinaikinya. Ia tampak kelelahan, sampai tidak menyadari taksinya telah berada di jalur yang tidak seharusnya dilewati.

Taksi tersebut memasuki kawasan yang sepi dari kota Manhattan dan menghentikannya di tepi sungai yang membentang di sebelah barat kota Manhattan.

Sopir taksi yang berusia sekitar 50 tahunan itu, adalah seorang pria dengan berbadan agak besar dengan kumis di wajahnya. Ia mematikan mesin mobilnya dan menatap penumpangnya dari kaca spion tengah mobilnya.

Tanpa menunggu waktu yang lama, ia mengunci semua pintu mobilnya secara otomatis agar tidak dapat dibuka selain dirinya yang membuka kunci otomatis tersebut.

Selanjutnya, ia beranjak dari tempatnya duduk dan memajukan jok penumpang di samping kemudinya agar ia dapat lebih leluasa untuk berpindah tempat ke belakang.

Tatapannya teralihkan pada tas yang dibawa Shayna. Dengan sigap, ia mengambilnya namun gerakan tersebut rupanya membuat Shayna terbangun.

Shayna tahu bahwa ada yang tidak beres dengan sopir taksi tersebut. Ia membuat perlawanan dan menahan tasnya. Namun sebilah pisau lipat tiba-tiba diarahkan padanya.

Refleks, ia melepas genggamannya dan menjerit. Tangannya hendak membuka pintu mobil, namun sayang usahanya gagal. Pria tersebut rupanya tidak main-main dengan pisaunya. Ia memburu Shayna dan hendak membunuhnya.

Gadis itu terus memberontak dan mendorong pria itu dengan kakinya hingga membentur pintu di sebelahnya, sementara ia mencoba membuka pintu mobil lagi. Pria itu sudah bersiap membunuh Shayna dan menarik blazer Shayna sampai sobek, sehingga memperlihatkan area atas badannya.

Detik selanjutnya, Shayna berhasil melumpuhkan lawan dengan memukul tengkuk lehernya. Sayang, itu hanya sementara karena pria tersebut semakin liar dan kembali mengarahkan pisau tersebut ke arahnya.

Kini posisi pisau tersebut tepat berada di atas wajahnya. Ia menahan sekuat tenaga dan menjerit meminta tolong walaupun mungkin percuma karena suaranya dikalahkan oleh irama hujan yang begitu deras.

Di saat itulah, seseorang memecahkan kaca pintu mobil tepat di belakang pria tersebut. Seolah itu hal yang mudah, pria tersebut hanya memecahkannya dengan tangan kosong. Pecahan kaca mobil tersebut berhambur sebagian ke dalam dan mengenai kepala pria tersebut.

Gerakan selanjutnya, ia membuka pintu otomatis mobil dan menarik paksa tubuh pria itu keluar. Dia adalah Leonard, seseorang yang tidak pernah menjadi gila karena seorang wanita, namun kali ini Shayna berhasil memporak-porandakan benteng tinggi dan kuat miliknya. Biarlah Shayna mengatainya gila, dia hanya cemburu kok.

Darah Leonard mendidih, ia menghajar pria itu tanpa ampun hingga lawannya sudah sangat sekarat sekarang. Pria tersebut berusaha bangkit dan meminta belas kasihan, namun Leonard seperti singa yang tidak kenal ampun dengan lawannya. Ia siap menerkam, dan gerakannya sangat membunuh.

Shayna menguatkan kakinya yang gemetar untuk turun dari taksi dan melihat aksi Leonard yang begitu liar menghajar pria tersebut hingga tak berdaya. Darah yang menghiasi wajah pria paruh baya itu kini telah bercampur dengan air hujan.

Suaranya yang meminta belas kasihan tertelan oleh irama hujan yang deras. Shayna mencoba menghentikan aksi Leoanard. Walaupun pria itu hendak membunuhnya, namun ia tidak suka Leonard menjadi pembunuh.

"Leo! Hentikan! Kau bisa membunuhnya! Leo!"

Suara Shayna mencoba bersaing dengan deru hujan yang masih mengguyur kota. Namun tampaknya lelaki ini tidak ingin membiarkan lawannya menghirup oksigen sedetikpun.

Bahkan Leonard menghentakkan dan menginjak-injakkan kakinya dengan kuat ke dada dan selangkangan pria itu sampai akhirnya ia menyeret tubuhnya hingga ia berdiri kembali dalam keadaan yang lunglai.

Tanpa menunggu lagi, Leonard mengambil pistol kecilnya dari balik jasnya dan menembaknya tepat di jantungnya. Pria tersebut roboh dan tercebur ke sungai yang tepat berada di belakangnya. Dalam nafas yang terengah, Leonard memastikan pria itu tenggelam dan mati dibawah sana.

Shayna menjerit dan melihat aksi pembunuhan di depan matanya sendiri. Kakinya lemas dan ia terduduk sembarang disana. Tubuhnya makin gemetar hebat atas insiden tadi. Ia menoleh saat sosok Leonard kini berada disampingnya. Lelaki itu membuka jasnya dan menyampirkannya di bahu Shayna yang telah terbuka karena ulah pria brengsek tadi.

"Kau bisa berdiri?"

Leonard bertanya lirih dan berjongkok dengan salah satu lututnya menempel ke tanah. Ia bisa mendengar isak tangis Shayna yang begitu menyesakkan hatinya. Tanpa sadar, tubuh Leonard memeluk Shayna dan mencoba memberikannya kekuatan.

"Kau sudah aman bersamaku."

Suara isak tangis Shayna tak terkendali. Ia menangis dengan tubuh yang gemetar. Ia masih syok dengan apa yang baru saja terjadi.

Semuanya begitu cepat. Ini terasa mimpi. Dirinya bahkan nyaris dibunuh oleh orang asing, namun Leonard berhasil membunuhnya. Sekali lagi, entah yang ke berapa, Shayna melihat aksi pembunuhan di depan matanya.

"Dia... dia hampir..."

"Ssstt, cukup. Kau tidak sendiri. Kau milikku, dan aku tidak akan membiarkan siapapun mencelakaimu. Kau paham?"

Shayna tidak mengangguk untuk membenarkan. Ingin ia menyangkalnya, namun kenyataannya Leonard selalu menolongnya.

Ayahnya telah membekalinya beladiri, namun di saat seperti tadi ia membutuhkan seseorang.

Lagi-lagi Tuhan mengirimkan Leonard untuknya. Pria ini memiliki insting tersendiri untuk menolong Shayna, seperti kali ini. Dan entah yang keberapa kalinya ia terjebak merasa berhutang budi pada Leonard. Pria arogan yang menyebalkan, namun tanpa sadar telah membuat hatinya berdebar.

Leonard masih mengurung tubuh Shayna yang gemetar dalam otot lengannya. Ia menempelkan dagunya di puncak kepala Shayna. Wanita inilah, yang akan ia lindungi, bagaimanapun dan apapun yang terjadi. Ia telah memilihnya di antara sekian banyak wanita yang pernah ia temui.

Leonard mengangkat tubuh Shayna yang malam itu begitu rapuh dan menggendongnya ala bridal style.

Oh Tuhan, jantung Shayna tidak berhenti berdegup dengan kencang. Aroma maskulin milik Leonard menguar begitu saja menggelitik indra penciumnya, mengalahkan aroma tanah yang basah karena hujan.

Ia berhenti menangis dan memandang pria yang menjulang di hadapannya; menggendongnya dengan ototnya yang kekar. Apakah ini mimpi?

Padahal sebelumnya mereka sempat berdebat. Namun dalam sekejap sosok Leonard menjelma dan tampak sangat melindunginya.

Tidak membutuhkan waktu lama sampai akhirnya Leonard mendudukkannya di jok penumpang depan, dan mengaitkan sabuk pengamannya.

Saat itulah, pemilik mata biru itu tersenyum untuk Shayna dan sukses membuatnya salah tingkah. Ia seketika lupa bagaimana cara bernafas ketika berada pada situasi dan posisi yang begitu dekat tadi. Sangat dekat dan ia merasa waktu benar benar terhenti. Bahkan Shayna harus mengakui bahwa wajah pria ini sangat sempurna tidak ada cacat sama sekali. Ah tidak, jantung Shayna berdebar kembali.

Leonard menutup pintu milik Shayna dan berjalan memutar menuju jok kemudi mobilnya yang berada di sebelah kiri.

Di saat itulah, Shayna baru menyadari jika tangan Leonard berdarah saat pria itu memecahkan kaca mobil tadi.

"Tanganmu berdarah, Leo."

Belum ada respon dari Leonard. Ia melajukan mobilnya dan meninggalkan tempat tersebut.

Selanjutnya ia berbicara melalui ponselnya.

"Willy, lihat pesanku, aku sudah kirimkan koordinat mayat itu. Bereskan sisanya."

Shayna mendengar hal itu, namun ia tidak banyak bertanya. Sebaliknya, ia justru melepas syalnya dan membalutkannya di tangan kanan Leonard yang terluka. Memori itu mengingatkannya pada kejadian beberapa waktu lalu ketika Shayna melakukan hal yang sama untuk luka di lengannya.

"Terimakasih... Leo."

"Apa. Kau bilang apa, aku tidak dengar. Coba ulangi sekali lagi!"

Percayalah, Leonard hanya ingin menggoda Shayna. Dan itu sukses membuat Shayna menjadi kesal karena respon Leonard yang membuatnya semakin malu.

"Seperti katamu, aku tidak suka mengulang!"

"Hei..

"Baiklah. Terimakasih... Leo." Akhirnya terucap juga setelah Shayna menimbang beberapa detik.

"Leo?" Leonard mengulang untuk dirinya sendiri.

Walau orang lain selalu memanggilnya demikian, namun sensasinya begitu berbeda ketika Shayna yang menyebutnya.

Leonard menyukai cara wanita itu memanggilnya, menyebutnya dengan nada yang malu-malu. Shayna membuang mukanya dan melihat ke arah jendelanya. Sungguh manis dan lucu kelakuan si wanita liar ini. Melihatnya membuatnya gemas dan ia bersumpah tidak akan membawanya pulang malam itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!