Kekacauan di Pesta Daniel ( Bagian 2 )

Leonard masih menatap manik mata berwarna hitam di depannya. Orang di depannya cukup aneh karena ia merasa orang tersebut tengah menghindari tatapannya. Ia tahu jika pesonanya memang tidak bisa diabaikan, namun ia tidak mengerti bagaimana si wanita tersebut seolah cukup terganggu dengan kehadirannya.

Shayna, dia adalah CEO dari D&W Diamonds. Kali ini suara Daniel berusaha mendominasi. Namun sayang, wanita tersebut masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Leonard hanya menyunggingkan senyum memandangnya. Dan entah panggilan yang ke berapa, akhirnya orang yang dipanggil Shayna tersebut tersentak karena kaget.

"Ah, iya Daniel. Aaku rasa, sudah saatnya aku ke panggung sekarang."

Unik.

Wanita tersebut melenggang pergi begitu saja dan meninggalkan mereka yang berada disana. Ia bahkan berjalan dengan menunduk ketika melewati Leonard dan dengan langkah terburu-buru. Tidak ada yang ia tinggalkan selain bau khas aroma bunga-bungan, apricot dan white musk atau sejenisnya. Entah. Leonard hanya merasa terhipnotis dengan aroma tersebut.

Aroma yang hangat, elegan dan anggun.

Percayalah, aroma wanita tersebut berhasil membuat Leonard enggan mengalihkan pandangannya. Padahal selama ini ia sama sekali tidak tertarik dengan wanita. Apakah ia pernah bertemu dengannya? Leonard mencoba mengingat.

Tanpa sadar pria tersebut menyunggingkan senyumnya. Mungkin saja itu hanya naluriah seorang pria karena melihat wanita cantik bukan? Tidak. Wanita tersebut tidak hanya cantik, namun unik dan misterius. Bahkan sampai saat ini, tatapan Leonard masih tertahan pada sosok Shayna yang telah menjauh darinya. Rambutnya yang hitam membuatnya terlihat mencolok diantara wanita lainnya.

Wanita unik itu sudah berdiri di tengah panggung, memandang sekilas ke seluruh ruangan hingga Leonard merasa mereka bertatapan, walau hanya sesaat lalu Shayna kembali mengalihkan pandangannya. Ia sendiri tidak mengerti mengapa wanita tersebut seolah menghindari tatapannya. Mengingat hal itu membuat Leonard menampilkan senyum smirknya.

"Hei, apa ada yang lucu?"

Rupanya Javier menangkap perubahan ekspresi Leonard yang berdiri di sampingnya. Kini hanya ia dan Leonard saja, sementara Chloe dan Daniel sudah berada di sisi lain, menyambut beberapa kerabat dan rekannya yang juga datang.

“Nothing."

Leonard berkata dengan ringan, seringan ia meneguk minuman wiskynya. Kemudian ia berjalan perlahan menuju ke area danau buatan yang terletak di samping ballroom. Namun sesuatu menghentikan langkahnya.

Sebuah intro dengan alunan yang begitu lembut tiba-tiba mendominasi suasana dan beberapa saat setelahnya lagu yang syahdu kini menyapa tamu undangan. Leonard bukan penikmat lagu dengan aroma yang lembut, namun suara yang dimiliki oleh sang penyanyi tersebut seolah telah menghipnotisnya. Tanpa sadar, ia telah menghentikan langkahnya dan perhatiannya kini terpusat pada seseorang yang tengah bernyanyi sembari memainkan piano di atas panggung.

Ia tidak percaya bahwa wanita aneh yang sebelumnya bersamanya memiliki suara yang begitu indah. Bahkan indah saja tidak cukup untuk menggambarkan bagaimana perasaannya ketika ia mendengarnya saat itu. Jujur saja Leonard adalah pria payah dalam hal ini, ia tidak menyukai musik apalagi dengan genre lagu yang dinyanyikan oleh wanita tersebut. Namun ada hal yang membuatnya tertarik selain dari suaranya, yaitu liriknya. Lagu tersebut menceritakan tentang sosok seorang Ibu.

Entah kenapa lagu tersebut mampu membawanya pada jiwanya yang paling rapuh. Jika berkaitan dengan Ibunya, memorinya hanya mengingatkannya pada segala kekecewaan dan pengkhianatan. Ia benci pada sesuatu yang mengingatkannya akan hal itu. Insiden yang telah termakan usia biarlah usang. Ia hanya ingin menjadi Leonard Denjiro saja, tanpa ada nama marga Hashimoto di belakang namanya.

Kurasa Daniel punya artis yang bagus. Javier memecah ketidaknormalannya. Tanpa menoleh, Leonard kembali meneguk minumannya tanpa sisa. Ia baru saja menyadari jika hampir seluruh tamu undangan tertuju pada satu titik, yaitu wanita tersebut.

"Aku tidak tahu musik."

"Yah, karena yang kau tahu adalah uang."

Javier menyikut dada Leonard dan tertawa terkekeh.

“Shit."

Kehadiran Javier disisinya saat ini adalah hal buruk. Tapi baiklah, setidaknya ia berhasil mengalihkan bagaimana hatinya tadi telah tersayat dengan begitu memilukan hanya karena sebuah lagu yang dinyanyikan oleh wanita tersebut. Yah, Leonard mengatakan dengan wanita tersebut karena ia lupa siapa namanya.

"Apa kau serius dengan Chloe?"

"Kenapa dengan Chloe, huh? Kupikir tadi kita sedang membicarakan tentangmu."

Javier kembali terkekeh dan meneguk kembali minumannya. Saat ini mereka tengah duduk di sebuah mini bar yang terletak di sudut ballroom.

"Kurasa dia tidak bisa lagi memegang kendali hotelku di LA."

Javier terdiam. Hanya sesaat. Lalu ia memasang wajah santainya seperti biasa dengan garis halus diwajahnya yang menyiratkan usianya yang tak lagi muda.

"Rupanya kau sudah tahu ya?"

Leonard mengernyitkan kedua alisnya. Jawaban Javier diluar dugaannya. Si tua ini menyembunyikan darinya hingga ia merugi ratusan juta dollar? Sungguh lelucon yang berkelas ala Javier!

"Hotel itu kubangun dengan jerih payahku sendiri, tanpa campur tanganmu dan kau membiarkan jalang itu merusaknya dalam sekejap heh!"

Leonard kini beranjak dari tempatnya duduk dan mencengkeram kerah jas Javier. Ia berusaha menahan amarahnya, namun wajah datar Javier sungguh memancing emosinya malam itu.

"Lupakan jalang itu, dia hanya memanfaatkanmu!"

Kalimat tersebut mampu mengusik ketenangan di wajah Javier. Ia langsung melepaskan pukulannya ke wajah Leonard dan membuat tubuh pria tersebut limbung. Cengkeraman pada kerah jas Javier terlepas. Kini keduanya terjebak dalam situasi yang makin panas dan sengit.

"Jangan sebut dia jalang! Kau bahkan tidak lebih baik dari sampah!"

Javier memukul Leonard disana. Seketika aksi mereka menjadi tontonan gratis yang sangat seru. Bahkan beberapa ada yang mengira bahwa mereka hanya bersandiwara untuk memeriahkan ulang tahun Daniel.

“Shit! Dia bahkan sudah membutakan akal sehatmu!"

Leonard membalas pukulan Javier. Kini suasana mendadak riuh karena perkelahian yang terjadi di antara keduanya.

"PLAK!"

Leonard masih bergeming di tempatnya. Seseorang pemilik rambut hitam panjang telah menampar dirinya. Ia kini berdiri di hadapan Leonard dan berlagak melindungi Javier, seolah si tua itu adalah seseorang yang lemah hingga membutuhkan pahlawan dari spesies bernama perempuan. Baiklah, si wanita itu lagi. Leonard mendengus kasar.

⁕ ⁕ ⁕

Shayna telah berdiri di atas panggung untuk mengisi party tersebut dengan lagunya, sesuai dengan permintaan Daniel sejak awal. Ia membutuhkan waktu beberapa menit untuk menempatkan dirinya pada permainan piano yang akan dimainkan. Hingga akhirnya sebuah tuts piano pertamanya terdengar berbunyi nyaring untuk sekedar memancing perhatian penonton.

Tidak lama setelahnya, intro lagu mengalun dengan perlahan, namun telah sukses membuat detak jantung Shayna merasa berhenti berdegup. Lagu karangannya yang berhasil masuk tangga Billboard, namun entah kenapa memberikan efek sesak di dadanya.

Perlahan ia menyapu ke sekeliling ruangan, dimana setiap tamu undangan masih sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Bahkan ia hampir tidak menemukan seseorang yang memperhatikan ke arah panggung. Hingga ia merasa telah bertatapan dengan seseorang. Seorang lelaki yang telah melibatkannya pada insiden yang sangat menjatuhkan harga dirinya ketika ia disebut dengan jalang!

Tanpa memperdulikan pria tersebut, Shayna mulai menyanyikan lagunya. Lagu yang ia ciptakan tersebut berkisah tentang kasih sayang seorang Ibu. Jika ada yang bertanya, siapa dan bagaimana kalian mendeskripsikan seorang Ibu? Rata-rata akan menjawab, dia adalah sosok yang menginspirasi, sosok yang hangat, lembut dan multitasking. Jawaban yang keluar akan berbeda-beda, tergantung kondisi masing-masing. Seperti dirinya.

Shayna pernah memiliki sosok Ibu yang hangat,

namun sayangnya moment itu nyaris usang. Kehilangan seorang Ibu di usianya yang masih kecil sangat membuatnya terpukul dan ia memiliki moment yang terbatas untuk mendeskripsikan seorang Ibu. Beruntung untuk kalian yang masih mampu memandang, mencium, dan memeluk Ibu kalian tanpa batas, tanpa terpisah ruang dan waktu. Kalian lebih beruntung dibanding Shayna. Emosi kerinduannya saat bernyanyi benar-benar membuatnya meneteskan air matanya.

Shayna telah menyelesaikan lagunya dan saat itu juga ia menyeka air matanya. Namun sesuatu yang mengejutkannya adalah ketika para tamu undangan saat ini memandang ke arahnya, seolah hanyut dalam setiap makna lagu yang ia sampaikan. Tanpa sengaja, ia menangkap beberapa tamu undangan yang juga menyeka air matanya.

Disaat itulah, riuh rendah tepuk tangan dari seluruh tamu undangan membanjiri dirinya. Shayna membungkukkan setengah badannya lalu tersenyum hangat. Sesungguhnya ini bukan pertama kalinya ia menyanyi di depan umum, namun entah kenapa ia merasakan sensasi yang berbeda saat ini.

"Kau benar-benar luar biasa Shayna!"

Sebuah pelukan dari Emma kini mendarat dengan begitu erat di tubuh Shayna. Saat ini Shayna telah turun dari panggung dan Emma sudah menyambutnya seperti tadi.

"Kau kemana saja Emma?"

Shayna berbisik, karena ia sadar tatapan masih tertuju padanya walau di panggung kini telah diganti dengan penyanyi lainnya.

"Oh harusnya itu pertanyaanku. Kau menghilang seperti angin."

Emma benar-benar tidak merasa bersalah karena telah meninggalkannya di sebuah party dengan ribuan orang tumpah secara bersamaan, dan tidak banyak yang ia kenal.

Shayna hanya memutar bola matanya, memaklumi setiap tingkah Emma yang bahkan selalu membuat tekanan darahnya naik. Padahal disini ia adalah managernya. Yah, manager yang unik. Tiba-tiba perhatiannya teralihkan pada minuman yang dibawa Emma yang terlihat segar.

Tanpa meminta ijin, ia telah mengambil alih gelas yang dipegang oleh Emma dan menegaknya hingga habis.

"Oh Tuhan, minuman apa ini?" protes Shayna dengan mengangkat gelas kosongnya pada Emma.

Seketika ia merasa kerongkongannya terasa terbakar dan ada suatu gejolak yang langsung memenuhi perutnya.

"Astaga Shayna! Itu tequila! Kau meminumnya sampai habis tanpa dosa? Oh shit, aku bisa susah jika kau mabuk! Ah tidak, tidak! Kau benar-benar menyusahkan!"

"Te-qui-la?" Tanpa sadar Shayna mengejanya.

"Itu salah satu jenis minuman beralkohol. Kadarnya cukup tinggi, dan kalau kau yang tidak biasa minum ini meminumnya, bisa argh-parah-kacau!"

Emma kembali heboh. Sebenarnya Shayna cukup terkejut dengan penjelasan yang diberikan oleh Emma. Namun memuntahkannya kembali juga bukanlah ide briliant. Ia sudah meminum minuman terkutuk itu. Ia hanya berharap dia akan baik-baik saja.

"Oh Tuhan! Bagaimana dia bisa ada disini?"

Seolah kejadian sebelumnya hanya angin malam, kali ini Emma kembali heboh, seperti biasa. Kini ia tengah menunjuk-nunjuk pada seseorang. Dengan malas, Shayna akhirnya mengikuti pula arah telunjuk Emma.

"Siapa yang kau maksud?"

"Leonard, Shayna! Dia adalah CEO dari brand DW Diamonds! Si pengusaha tampan yang sukses! Oh tidak, bagaimana dia bisa ada disini? Tunggulah Shayna, aku akan menyapanya dan meminta fotonya!"

Emma memang benar-benar gila. Manager gila! Shayna langsung mencegah keliaran Emma dengan menahan lengannya. Emma memprotes ulah Shayna yang menurutnya bisa mengurangi kadar kebahagiaannya malam itu. Akhirnya Shayna mengalah dan menceritakan tentang insiden yang telah menimpanya di club.

"Apa? Apa kau yakin?"

"Tentu saja aku yakin. Dia orangnya. Walau waktu itu lampunya temeraman, tapi aku yakin dia orangnya, Emma. Dia menggertakku dan bilang moodku sedang tidak bagus, kau bisa-bisa kubunuh."

Shayna mengulang dengan intonasi yang dibuat semirip mungkin oleh pria itu. Lalu melanjutkan,

"Bahkan aku dipanggil jalang oleh wanita-wanitanya itu!"

Emma sempat terdiam beberapa saat. Namun tatapannya tidak lepas dari Leonard.

"Jadi lupakan untuk mendekatinya, walau hanya sekedar foto. Dia tidak setampan dan sebaik yang kau kira. Lebih baik kita cari makan, karena aku lapar."

"Akh!"

Emma menjerit dan menutup kedua mulutnya secara spontan.

Apalagi kali ini?

Namun sepertinya bukan hanya Emma yang bereaksi demikian. Suasana pesta mendadak riuh karena sesuatu. Ia bahkan telah menarik tangan Shayna untuk melihat pada titik kejadian yang telah membuat suasana pesta berubah seketika.

Tepat di sebuah mini bar hampir orang-orang yang di sekitar mulai berkerumun. Emma menarik Shayna hingga berada di garis terdepan. Ia tidak tahu jika Leonard yang baru saja mereka bicarakan telah berhasil membuat kekacauan di pesta Daniel!

Melihat situasi yang makin panas, namun tidak ada seorangpun yang melerai, Shayna melangkahkan kakinya dan tanpa sadar ia telah menampar wajah Leonard. Ia kini berdiri di depan Javier, berlagak menjadi pahlawan untuknya dan menatap wajah Leonard dengan tatapannya yang paling sangar. Baiklah, walau ia sendiri belum pernah melihat wajah sangar yang dimaksudnya tadi. Tapi yang pasti, Shayna tidak suka jika Javier yang usianya telah senja dipukul oleh Leonard.

Benar-benar tidak manusiawi!

"Itu adalah pukulan untuk Javier!"

Salah satu kehebatan Shayna adalah ia mampu mengingat sebuah nama seseorang. Selang beberapa detik setelahnya, Shayna kembali memukul wajah Leonard.

"Itu adalah pukulan untukku saat insiden di club!"

Suasana makin riuh dan kacau. Emma akhirnya memutuskan untuk mencari Daniel. Ia merasa Daniel bisa mengatasi kekacauan ini.

Tatapan Leonard seolah tengah mencari kepingan memorinya saat wanita tersebut mengatakannya demikian. Saat semuanya telah utuh menjadi kepingan puzzle yang sempurna, Leonard tidak dapat menyembunyikan senyuman smirk-nya.

"Jadi kau si jalang yang menabrakku di club waktu itu?"

Leonard menurunkan pandangannya hingga tepat menatap manik mata hitam milik Shayna. Sangat dekat, sampai Shayna dapat merasakan hembusan nafas hangat dari pria itu.

"Mungkin seharusnya aku membunuhmu waktu itu, jadi tidak perlu ada kekacauan seperti ini."

Kalimat itu dilontarkan sangat lirih, dan pemilik wajah datar itu tanpa basa basi langsung berbalik meninggalkan Shayna disana tanpa sempat memberinya kesempatan berbicara. Ia berjalan menyeruak diantara orang-orang yang tengah mengerumuni mereka.

Leonard sendiri bukan orang yang harus menjaga image-nya ketika banyak orang yang tengah membicarakannya. Apalagi harus mengucapkan kalimat maaf? Cih, itu tidak ada di kamusnya. Seperti sekarang. Walau ia telah sukses mengacaukan sebuah pesta milik seseorang, ia tetap pergi dengan wajah tidak bersalah.

Dan, sesuatu terjadi begitu saja tepat saat ia sudah berada di luar ballroom. Seseorang meloncat ke punggungnya dan nyaris merobohkan tubuhnya seketika.

"Hei, turun kau!"

Leonard berteriak karena sadar ada yang telah naik ke punggungnya tanpa ijin.

"Kau pikir kau bisa kabur setelah berkata begitu heh?"

Seorang wanita telah mengalungkan lengannya ke leher Leonard dan mencekiknya. Leonard menoleh ke belakang dan memastikan siapa wanita gila yang berani berbuat begitu. Oh shit!

Dia adalah wanita sama yang tadi telah memukulnya. Yaah, si wanita unik, aneh dan gila itu! Baiklah, wanita liar cukup untuk mendeskripsikan semuanya.

"Oh shit! Kau rupanya masih keturunan monyet!"

Leonard masih berusaha keras melepaskan wanita itu dari punggungnya. Namun Shayna benar-benar mengaitkan kaki dan tangannya dengan kuat di tubuh pria tersebut. Sementara tangan satunya, berhasil mengacak dan menarik rambut Leonard dengan liarnya. Pria itu mengerang, namun Shayna belum merasa puas. Ia menggigit telinga kanan Leonard dengan kuat dan usaha itu sukses membuat si pria brengsek mengerang makin keras.

Leonard makin kepayahan, ia menarik paksa tubuh Shayna dengan kekuatan otot yang tersimpan di kedua lengannya. Tubuh Shayna nyaris terpelanting, namun dalam kondisi setengah sadarnya wanita tersebut mampu bersandar pada dinding di dekatnya. Kini keduanya sudah berada di lobby hotel dan menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada disana.

"Kau memang pria yang kasar!"

Shayna menunjuk Leonard dengan telunjuknya dan dalam kondisi tubuh yang sempoyongan.

“Hei, apa kau mabuk?"

Leonard berkacak pinggang memandang Shayna dengan menertawakan kondisinya yang terlihat payah saat itu. Bahkan berdiripun wanita itu tak mampu!

Shayna tidak membalas. Kalimat tadi cukup mengganggunya. Apa benar ia mabuk? Tidak, tidak, mana mungkin langsung bereaksi? Ah sial, disaat seperti ini pun, mendengar seseorang tertawa sangat mengusik hatinya. Pria brengsek di depannya menertawakannya, dan alasan itu memicu Shayna untuk melakukan penyerangan lagi. Ia sudah bersiap, namun tubuhnya yang sempoyongan membuat Leonard sangat mudah menanganinya.

Leonard menangkap tangan itu dan menguncinya di belakang punggung Shayna. Kini keduanya kembali bertatapan dengan jarak yang sangat dekat. Sayangnya itu membuat Shayna cukup terganggu dengan aroma tubuh pria si brengsek yang tiba-tiba membuatnya pening dan perutnya terasa mual. Sesuatu terjadi diluar kendalinya. Shayna justru menumpahkan muntahannya di jas pria tersebut. Tidak hanya sekali, namun berkali-kali.

"Oh shit! Kau benar-benar gila!!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!