Bab 8

Alana meringis karna cengkraman tangan Sean begitu erat pada lengannya.

"Lepasin.." lirih Alana.

"Tidak!!!" tegas Sean dan masih menyeret Alana ke sebuah ruangan, dimana ruangan itu adalah tempat Sean biasa menyalurkan hasratnya bersama para wanita.

"Lengan ku bisa patah kalau kau cengkram seperti itu!" protes Alana kesal.

Sean tak menjawab. Setiba di ruangan tersebut, Sean langsung melepas lengan Alana dan mengunci pintu agar tak ada yang mengganggu mereka.

"Siapa pria itu?" tanya Sean yang kini berdiri di depan Alana.

"Bukan urusan mu." jawab Alana ketus sembari memegangi lengannya yang memerah.

Sean semakin mendekatkan tubuhnya.

"A- apa yang kau lakukan?" Alana tergugup dan mundur selangkah agar tak terlalu dekat dengan Sean.

Namun Sean tak peduli, ia terus mendekati Alana hingga Alana yang mencoba menjauh dari Sean akhirnya menabrak dinding di belakangnya. Alana mencoba mendorong tubuh Sean, tapi Sean dengan cepat menahan lengan Alana.

"Ini akibatnya karna kau telah membohongi ku." ujar Sean menatap tajam Alana.

"Membohongi apa?!" Alana mengerutkan dahi.

"Oh sekarang kau berpura-pura amnesia!" sekak Sean menatap Alana semakin tajam.

"Lepas gak?!" Alana membalas tatapan Sean.

Kenapa mata gadis ini begitu cantik?!

Sean tak tahan, jantungnya kembali berdebar hebat. Ia melepas lengan Alana dari cengkramannya. Lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah jendela.

Sean sebenarnya membenci Alana. Karna setiap kali Sean melihat Alana, ia selalu teringat akan perbuatan David dulu kepadanya. Kalau saja Alana bukanlah anak dari David, mungkin Sean sudah menjadikan Alana sebagai sasaran empuk untuk memuaskan hasrat gilanya. Bagi Sean, wanita adalah candu yang tak bisa terpisahkan dari hidupnya.

Sean mengeluarkan ponsel dari saku celananya lalu menghubungi salah satu anak buahnya.

"Bawakan wine ke VVIP!" pintah Sean singkat lalu mengakhiri panggilan.

Suasana hening di antara mereka. Hanya terdengar iringan musik dj dari luar ruangan. Tak berselang lama, anak buah Sean datang dan mengetuk pintu ruangan yang cukup luas itu.

"Bos...!!!" teriak anak buah Sean dari balik pintu.

Sean pun segera membuka pintu dan menyuruh anak buahnya untuk meletakkan nampan berisi 2 botol wine ke meja yang berada di dekat jendela.

"Permisi bos" ujar anak buah Sean lalu pergi dari ruangan tersebut.

Setelah mengunci pintu itu kembali, Sean duduk di sofa yang tersedia di ruangan VVIP tersebut. Alana hanya diam berdiri sembari mengawasi gerak - gerik Sean.

"Hei, kau lupa apa tugas mu?! harus berapa kali ku peringatkan agar kau mengerti!!" ujar Sean ketus.

Alana yang mengerti maksud Sean pun langsung berjalan menghampiri pria itu. Tanpa menoleh ke arah Sean, Alana menuangkan wine ke gelas yang sudah tersedia di depan Sean.

Sean mulai meneguk wine di tangannya dan tampaknya ia sangat menikmati minuman beralkohol tersebut. Alana hanya berdiri di samping Sean dengan gelisah. Karna ia paling tidak bisa jika harus berdiam diri seperti itu.

"Tuangkan lagi!" pintah Sean.

Alana menurut walau terpaksa. Ia sudah merasa bosan berada di ruangan itu. Apalagi harus berdua dengan pria dingin dan tak banyak bicara seperti Sean.

"Duduk lah" ujar Sean tiba-tiba.

"Gitu dong dari tadi." Alana menghela nafas lega sembari duduk di sofa yang berhadapan dengan Sean.

"Ayo temani aku minum!"

Alana menggelengkan kepalanya cepat.

"Kenapa?!" tanya Sean datar lalu meneguk wine nya kembali.

"Sudah lah. Jangan bertingkah seperti gadis polos. Aku tau, kau itu juga peminum sama seperti ku." sambung Sean sembari menuangkan wine ke gelas satunya dan memberikan kepada Alana.

Alana membulatkan matanya. "Apa kata mu? aku peminum?!"

"Dari mana kau tau?" sambung Alana seraya tertawa kecil. Lalu ia mengambil segelas wine dari tangan Sean dan langsung meneguknya.

Sean yang melihat Alana hanya ternganga tak percaya. Bukannya menolak, bisa-bisanya gadis itu malah menikmati minuman beralkohol hingga tak tersisa.

"Apa?!" seru Sean saat Alana menyodorkan gelas kosong ke hadapannya berharap Sean akan menuangkan wine itu lagi ke gelas Alana.

"Kau tadi menyuruh ku untuk menemani mu minum kan? ayo, akan ku temani."

Sean masih terdiam sambil menatap Alana. Ia merasa tertipu dengan wajah Alana yang tampak seperti gadis lugu dan pendiam.

Di sela itu, ponsel Sean tiba-tiba berdering. Sean segera mengeluarkan benda itu dari saku celananya dan langsung mengangkat panggilan dari Brandon.

"Bos...!!" suara Brandon terdengar panik.

"Ada apa?!" tanya Sean.

"Lime...bos..."

"Dia kenapa?!"

"Lime....."

Belum sempat Brandon melanjutkan ucapannya, Sean sudah beranjak dari sofa. Ia keluar dari ruangan itu dan bergegas menyusul Brandon ke rumah sakit di mana Lime dan Roy yang sedang kritis di rawat. Sean tau, pasti telah terjadi sesuatu pada Lime.

Walau Sean mendapat julukan sebagai pria kejam dan dingin, namun Sean selalu peduli terhadap anak buahnya. Bagi Sean, apapun yang terjadi kepada anggota gengnya itu adalah tanggung jawabnya. Untuk itu Sean sangat khawatir begitu tau Roy dan Lime kritis setelah menyerang geng Hogang beberapa hari lalu.

"Bagus lah pria itu pergi. Setidaknya aku bisa menenangkan diri ku dulu." monolog Alana dan ia kembali menuang wine ke gelasnya sendiri.

Alana memang suka "minum" walau ia tau toleransinya terhadap alkohol begitu sangat minim. Meneguk segelas wine saja sudah mampu membuat Alana kehilangan kesadarannya. Alana sebenarnya tak ingin dirinya menjadi candu, ia bahkan menyesal pernah mencoba minuman beralkohol yang kini membuatnya dirinya seolah memiliki keterikatan.

**

Setiba di rumah sakit, Sean dengan tergesa menuju ke ruangan Lime.

"Bos, Lime sudah meninggalkan kita." ujar Brandon sembari menunduk sedih.

Sean hanya mematung berdiri menatap Lime yang sudah tak bernyawa. Lime tak bisa di selamatkan karna luka tusukan pada beberapa organ vitalnya terlalu parah.

Ada perasaan bersalah yang hinggap di hati Sean. Kalau saja ia tak menyuruh anggota gengnya untuk melawan geng lain, mungkin nasib Lime tidak akan seperti itu.

"Bos, biar kami yang mengurus Lime. Bos kembali saja dan beristirahat." ujar Cleo, anak buah Sean.

"Iya bos. Serahkan semua nya kepada kami." Brandon menimpali.

"Ayo bos, saya antar!!" ujar anak buah yang lain.

"Tidak usah. Kalian di sini saja dan lakukan yang terbaik untuk pemakaman Lime besok." ucap Sean pelan. Wajah tegasnya kini tampak sendu.

"Baik bos."

Dengan langkah lemas, Sean pergi meninggalkan rumah sakit tersebut. Ia ingin kembali ke mansion. Namun seketika Sean teringat akan Alana yang ia tinggalkan di club malam sendirian. Sean pun bergegas kembali ke club malam tersebut.

**

Sean membuka kunci pada ruangan VVIP dan segera masuk untuk menemui Alana. Namun betapa kagetnya ia saat mendapati Alana sudah tak sadarkan diri di sofa.

"Astaga!!" Sean tercengang melihat 1 botol wine yang sudah kosong.

Tanpa berpikir panjang, Sean pun langsung mengbopong Alana dan membawa gadis itu pulang ke mansion.

"Sean...?!" Alana membuka matanya yang terasa berat.

"Wangi mu sangat enak..." Alana mulai meracau sembari mengendus kemeja Sean.

Sean yang masih dalam posisi mengbopong tubuh Alana, hanya menelan salivanya. Nafasnya seakan tercekat saat Alana malah meraba dada bidangnya.

Sean sedikit lega, saat meletakkan Alana ke dalam mobil. Lalu dengan perlahan Sean memasang seatbelt pada tubuh Alana. Sean terdiam sejenak saat hembusan nafas Alana yang hangat mengenai wajahnya.

Perasaan apa ini?!

Dengan cepat Sean menarik diri dan menjauhkan tubuhnya dari Alana.

"Ini tidak benar. Aku tidak boleh menyukai gadis ini." monolog Sean sambil memegang dadanya yang berdetak tak beraturan.

Sebelum ia semakin terhanyut akan perasaannya, Sean langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Jalanan terlihat sepi karna memang sudah hampir dini hari. Sembari menyetir sesekali Sean menoleh ke arah Alana.

"Sean, kau harus ingat. Gadis itu adalah anak David. Anak dari musuh mu. Kau tak boleh memiliki perasaan apapun kepadanya." Sean berbicara dengan dirinya sendiri.

**

Sesampai di mansion, Sean tak punya pilihan selain kembali menggendong Alana. Sean pun berkali-kali mengatur nafasnya yang berlomba. Sedekat itu dengan Alana, benar-benar membuat jantungnya merasa tidak aman.

Sean meletakkan tubuh Alana perlahan ke atas kasur. Lalu ia menutupi tubuh Alana yang sudah tak sadarkan diri dengan selimut. Sebelum pergi dari kamar Alana, Sean duduk di pinggiran kasur sembari memandangi wajah gadis itu dengan lekat.

"Sean, jangan pergi!!" lirih Alana dengan mata masih terpejam.

Tidak. Aku harus pergi. Bisa gila aku jika terus berada di dekat gadis ini .

Sean pun ingin beranjak dan segera pergi meninggalkan Alana. Namun dengan cepat gadis itu menarik lengannya.

"Sean jangan tinggalkan aku." ujar Alana lagi dan tiba-tiba memeluk Sean.

Nafas Sean tertahan. Ia hanya membeku dan membulatkan matanya menatap Alana. Entah mengapa Sean begitu risih di peluk seperti itu. Sean lalu mendorong kedua bahu Alana pelan agar gadis itu mau melepaskan pelukannya.

Namun Alana semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Sean. "Biarkan aku tinggal di sini ya." ucap Alana.

Apa - apaan gadis ini?!

Sean pun tak berkutik dan membiarkan Alana tetap memeluknya. Sean merasa heran dengan Alana. Kenapa gadis itu sama sekali tak takut atau pun berusaha kabur ketika mengetahui dirinya adalah seorang mafia kejam yang tak segan untuk membunuh dan menyakiti siapa pun.

Entah apa yang ada di pikiran Alana saat ini. Ia malah terlihat nyaman berada di mansion, apalagi di dekat Sean. Padahal Alana sama sekali tak mengenal pria dingin itu.

Malam semakin larut, rasa lelah dan kantuk mulai Sean rasakan. Ia mulai terpejam dengan Alana yang masih memeluknya.

**

Sean mengernyitkan dahinya saat cahaya mentari masuk ke kamar Alana dan mengenai wajahnya. Sean ingin bangkit, namun ia menyadari jika Alana masih dalam posisi memeluknya.

Astaga?!! berarti tadi malam aku tidur satu ranjang dengan gadis ini?! pekik Sean sembari mendorong tubuh Alana secara kasar. Lalu ia bangkit secepat mungkin dari ranjang.

Alana pun seketika terbangun. Ia mengucek kedua matanya yang terasa berat.

"Kau...?! ngapain di kamar ku?!" sentak Alana begitu menyadari Sean berdiri di samping ranjang.

"Hei,kau yang menahan ku tadi malam."sahut Sean.

"Gak mungkin! udah lah ngaku aja. Apa yang kau lakukan di kamar ku?" tuduh Alana dan langsung beranjak dari ranjang.

Sean pun menyunggingkan senyum sinis di hadapan Alana. "Maka nya kalau tak kuat minum, jangan coba-coba. Dasar gadis aneh!!!" ujar Sean yang hendak keluar dari kamar Alana.

"Tunggu." Alana menghalangi Sean dengan merentangkan kedua tangannya.

"Apalagi?!" sahut Sean malas.

"Cepat jujur. Kenapa kau...."

"Minggir...!!" Sean memotong ucapan Alana sembari mendorong dahi Alana dengan telunjuknya. Kemudian ia keluar dari kamar itu.

**

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!