Bab 17

Bau lembab dan basah mendominasi ruangan di mana Alana di sekap. Alana mulai tersadar. Ia membuka matanya yang terasa berat. Alana meringis menahan sakit di kepalanya yang tak kunjung meredah.

"Akhirnya kau sadar juga!" tukas salah satu pria.

Alana tersentak dan mencoba bangkit dari kursi. Namun sayang tubuhnya sudah terikat dengan erat di kursi tersebut. Alana tak mau menyerah begitu saja. Ia terus merontah.

"Percuma kau melakukan itu. Kau tidak akan bisa lari." sambung pria itu lagi sembari tersenyum sinis.

"Kalian siapa? kenapa kalian ngelakuin ini? apa salah ku?" pekik Alana dengan keringat yang mulai bercucuran dari dahinya.

Pria di depan Alana tergelak seraya berkacak pinggang. Lalu ia mendekati Alana dan mencengkram wajah Alana dengan sedikit kasar.

"Kita lihat, apa kekasih mu mampu menyelamatkan mu." ujarnya.

Pria itu lalu menatap tajam dan penuh dendam kepada Alana. Alana ketakutan. Ia sedikit menunduk berharap matanya tak bersitatap dengan pria di hadapannya.

"Jaga gadis ini. Dan jangan ada dari kalian yang berani menyentuhnya." tegas pria bernama Virgo dan merupakan bos dari pria-pria yang menculik Alana.

"Baik bos." jawab mereka serempak. Virgo pun berlalu meninggalkan Alana di ruangan pengap, bau dan lembab tersebut.

Air mata Alana tiba-tiba saja keluar dari sudut matanya. Tak pernah ia setakut ini. Bahkan tubuhnya saja sampai gemetar hebat. Alana merasa ngeri dengan orang-orang yang menculiknya. Apalagi Alana harus berdiam di sebuah ruangan tak layak dan minim cahaya.

**

Misi Sean untuk mengantarkan ribuan paket berisi obat-obatan terlarang pun berhasil dengan mulus. Namun itu tak membuat Sean lega. Entah mengapa hatinya sedikit gelisah.Ia teringat akan Alana. Sejak tadi Sean menghubungi salah satu anak buahnya yang menjaga mansion, tapi belum ada kabar apapun bahwa Alana akan kembali.

"Bos kenapa?" tanya Brandon menghampiri Sean yang sejak tadi mondar-mondir tak jelas.

"Alana belum juga kembali. Padahal ini sudah larut malam." jawab Sean seraya melirik arloji di tangannya.

"Mungkin dia pulang ke rumah David, bos." ujar Brandon berusaha menenangkan Sean.

"Tidak mungkin. Alana sudah berjanji akan kembali ke mansion setelah dia selesai membereskan urusannya." sahut Sean dengan yakin.

Tiba-tiba salah seorang anak buah Sean berlari dan menghampiri Sean dengan tergesa.

"Bos... bos... gadis.. itu... bos." ucapnya dengan nafas tersengal.

"Ada apa dengan Alana?"

"Gadis itu... orang suruhan ku melihat bahwa gadis itu di bawa oleh geng X, musuh yang sempat kita kalahkan satu tahun lalu."

"Sialan!" umpat Sean murka. Tangan kekar Sean mengepal erat hingga terlihat lah urat-urat di lengannya.

Sean pun bergegas meninggalkan pelabuhan. Lagi pula semua kapal yang membawa paket miliknya sudah berlayar cukup jauh.

"Bos mau kemana?" tanya Brandon.

"Menjemput Alana." jawabnya singkat.

"Tapi bos, kita tidak mungkin menjemput gadis itu tanpa strategi apapun. Bagaimana kalau Virgo sudah merencanakan ini dari awal hanya untuk menjebak bos?"

"Aku tidak peduli. Alana tidak bersalah. Tidak seharusnya dia terlibat dalam hal ini!" ujar Sean dan langsung berlalu dari hadapan Brandon.

Melihat Sean sudah pergi dan menyetir mobil seorang diri, Brandon yang begitu mengkhawatirkan keselamatan Sean pun menyuruh semua rekannya untuk mengikuti Sean.

Satu persatu mobil anak buah Sean juga meninggalkan pelabuhan. Mengikuti kemana pun mobil Sean melaju dan memecah kesunyian malam. Tak ada sedikit pun rasa gentar di hati Sean walau ia harus berhadapan dengan geng X yang tak kalah kejam dari dirinya.

Bagi Sean, keselamatan Alana adalah yang terpenting. Ia tak peduli akan nyawanya sendiri. Sepertinya Alana sudah berhasil mengisi kekosongan di hati Sean. Kehadiran Alana mampu mencairkan hati Sean yang keras dan membatu.

"Bertahan lah Al." gumam Sean seraya melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sean tau betul di mana markas Virgo, untuk itu dengan yakinnya ia melewati jalanan yang sisi kanan dan kirinya hanya terdapat hutan jati yang lebat.

"Bos kenapa sih?" celetuk salah satu rekan Brandon.

"Entah lah. Aku juga tidak mengerti dengan sikap bos yang sekarang." sahut yang lainnya.

"Apa bos menyukai gadis itu ya? karna tak biasa nya bos menyerang tanpa persiapan apapun seperti ini."

"Kenapa kalian jadi banyak bicara?" sekak Brandon yang duduk di sebelah kemudi supir.

"Bukan begitu. Kami hanya tak ingin anggota geng kita ada yang menjadi korban lagi karna keputusan bos Sean yang......"

"Sejak kapan kalian jadi bermental lemah seperti ini? hah?" bentak Brandon.

"Ma.. af Brandon."

"Ck... sudah lah. Yang terpenting kita ikuti saja rencana bos Sean untuk menyelamatkan gadis itu."

"Dasar gadis beban." celetuk salah satu rekan Brandon.

**

Mobil Sean dan anak buahnya kini tiba di pelataran sebuah villa yang terletak di tengah hutan. Tanpa ada rasa takut sedikit pun, Sean keluar dari mobil dan segera masuk ke villa tersebut untuk mencari keberadaan Alana.

Begitu masuk ke dalam villa, Sean dan anak buahnya langsung di serang oleh geng X yang sudah sejak lama menaruh dendam kepada mereka. Pertarungan sengit pun terjadi. Sean berhasil mengalahkan beberapa anak buah Virgo.

Lalu Sean mulai mencari Alana di setiap sudut ruangan yang berada di villa tersebut. Namun nihil, ia tak menemukan Alana. Sean semakin geram, ia sudah tersulut amarah. Dengan membabi buta Sean kembali menyerang anak buah Virgo yang tersisa.

"Cepat katakan!! dimana kalian menyembunyikan gadis yang kalian sekap!" pekik Sean seraya menarik kemeja salah satu anak buah Virgo yang sudah babak belur. Pria yang di introgasi Sean itu hanya diam.

"Cepat katakan!!!!" teriak Sean.

Nyali pria itu seketika menciut saat melihat wajah garang Sean yang seolah ingin menghabisi nyawanya.

"Ga... gadis yang ka... kalian cari... ada di gudang... be.. belakang villa." jawab pria itu terbata karna mulutnya sudah banyak mengeluarkan darah segar.

Sean langsung mencampakkan pria yang sudah tak berdaya itu secara kasar. Sean lalu berlari menuju ke belakang villa dimana gudang itu berada.

Brandon dan beberapa rekannya yang lain mengikuti Sean. Setiba di depan sebuah bangunan yang tampak lusuh, tanpa aba-aba apapun, Sean menendang daun pintu bangunan itu hingga hampir terlepas dari engselnya.

Mata Sean membulat sempurna. Rasa bersalah mulai memenuhi ruang hati Sean saat ia melihat Alana tak sadarkan diri di sebuah kursi dengan ikatan yang melekat di tubuh gadis itu.

"Akhirnya kau tiba juga!" suara Virgo membuat Sean terkesiap.

Sean masih berdiri di tempatnya. Sedangkan Virgo yang datang entah dari mana langsung mendekat ke arah Alana. Virgo mengelus rambut Alana dengan lembut.

"Jauhkan tangan kotor mu dari kepala nya!!" pekik Sean geram.

Virgo menyeringai sinis.

Sean ingin menyerang Virgo namun anak buah Virgo malah menodongkan pistol ke arahnya. Sean tak boleh gegabah jika ingin nyawa Alana dan nyawanya selamat.

"Bos Sean...." lirih Brandon yang juga tak bisa berkutik karna anak buah Virgo mengepung mereka.

"Serahkan diri mu kalau kau ingin gadis ini selamat." tukas Virgo.

Sean diam sejenak.

"Baik lah. Tapi lepaskan dulu gadis itu." sahut Sean.

"Bos..." Brandon dan yang lainnya sudah tak mampu mencegah Sean.

Ikatan di tubuh Alana mulai di lepaskan satu persatu. Sementara Sean pun mulai di tahan dengan pistol yang mengarah ke kepalanya.

"Bawa pria sialan ini ke ruangan eksekusi." pintah Virgo sembari membalikkan badan dan hendak keluar dari gudang tersebut melalui pintu rahasia.

Saat kedua tangan Sean hendak di borgol oleh anak buah Virgo, dengan cepat Sean menyerang dan melakukan serangan balik. Sean juga berhasil merebut pistol dari salah satu anak buah Virgo. Satu anak peluru pun terlepas di sertai suara tembakan yang menggema di gudang tersebut.

Virgo terkesiap, ia membalikkan badan. Matanya membulat saat melihat salah satu anak buahnya terjatuh dengan darah segar yang mulai bercucuran dari lengan anak buahnya.

Dengan egoisnya, Virgo pun melarikan diri dan mengabaikan anak buahnya yang kini bertarung dengan anak buah Sean.

"Bos... biar kami yang mengurus ini. Bawa lah Alana pergi dari sini." ujar Brandon yang juga menaruh khawatir kepada Alana.

Sean mengangguk. Lalu menghampiri Alana yang masih tak sadarkan diri. Entah berapa banyak obat bius yang di berikan Virgo kepada Alana, hingga gadis itu kesulitan untuk membuka matanya.

Dengan tergesa Sean membawa Alana ke dalam mobil.

"Sabar ya Al. Aku akan membawa mu pulang." gumam Sean seraya melepaskan jas hitam miliknya lalu ia pakaikan ke tubuh Alana yang sangat dingin.

Kendaraan roda empat itu mulai melaju meninggalkan pelataran villa. Sembari menyetir sesekali Sean menoleh ke arah Alana.

"Maaf kan aku Al.." ujar Sean penuh sesal seraya mengusap ujung kepala Alana.

**

Mimpi buruk Alana akhirnya berakhir. Ia sempat putus asa dan merasa iba dengan apa yang menimpa dirinya kemarin. Suara Sean pun mulai terdengar samar-samar di telinganya. Alana mencoba membuka kedua matanya.

Ia perhatikan setiap sudut ruangan di mana ia berbaring saat ini. Alana lega. Ia sudah tak berada di ruangan lembab dan pengap itu lagi.

"Kau sudah sadar Al?" tanya Sean seraya duduk di pinggiran ranjang.

Alana tak menjawab. Matanya yang sayu menatap Sean dengan lekat. Alana bisa melihat kekhawatiran di wajah pria tersebut.

"Biar saya periksa dulu ya kondisi Alana." ujar dokter pribadi Sean yang sejak tadi berbincang dengannya.

"Silahkan dok." sahut Sean.

"Bagaimana dok?" tanya Sean lagi.

"Kondisi Alana sudah membaik, suhu tubuhnya juga sudah normal. Akan tetapi sepertinya Alana masih trauma akan kejadian yang kemarin menimpahnya." jelas dokter.

"Lalu apa yang harus saya lakukan dok agar Alana bisa menghilangkan rasa traumanya?"

"Bantu Alana agar ia melupakan kejadian itu. Dan biarkan dia banyak beristirahat."

"Baiklah. Kalau begitu saya permisi. Ini sudah saya resepkan obat dan juga vitamin untuk Alana."

"Baik. Terima kasih dok. Mari saya antar."

"Tidak perlu. Temani saja kekasih mu, karna dia jauh lebih membutuhkan mu dari pada saya." seru dokter seraya tersenyum.

Sean hanya mengangguk seraya membalas senyuman dokter tersebut. Entah mengapa Sean merasa senang saat dokter mengatakan bahwa Alana adalah kekasihnya.

Kini tinggal lah ia dan Alana di ruangan itu, ruangan yang kini menjadi kamar Alana.

"Alana.. aku buatkan bubur untuk mu dulu ya." ujar Sean menatap lekat Alana.

Alana menggeleng.

"Kenapa?" Sean mengerutkan alisnya.

"Jangan pergi. Aku takut," lirih Alana dengan suaranya yang terdengar lemah.

"Kau sudah aman Al. Jadi tidak perlu takut lagi." tukas Sean seraya memegang tangan Alana.

"Masih sakit?" tanya Sean saat melihat pergelangan tangan Alana yang masih memerah bahkan ada beberapa bekas ikatan.

Alana mengangguk.

"Maafkan aku ya Al. Karna ku, kau jadi seperti ini." Sean menunduk seraya menghela nafas pelan. Kini lenyap lah rasa ingin balas dendamnya kepada David. Sean tak mau menjadikan Alana sebagai alat untuk menghancurkan David lagi.

Alana sudah banyak menderita karna dirinya. Bahkan Alana sampai terluka juga karnanya. Sean menyadari hal itu.

**

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!